Menjelang makan malam, barulah Theo kembali ke rumah. Rasa lelah memenuhi dirinya, karena pekerjaan di kantor. Maunya sih, Theo sampai di rumah di sambut sama keluarganya.
Tapi yang dia dapatkan cuma bunyi jangkrik di halaman rumah yang bunyi.
Krik!
krik!
Istri tercintanya sedang sibuk di dapur, menyiapkan makan malam untuk mereka. Putra pertama sedang asik main game perang peranan sama putra bungsunya.
Yang paling aneh, Putra kedua sama Putri angkatnya yang masih setia menghadap dinding dengan kaki yang kadang di angkat kadang juga di jatuhkan.
“Ini gak ada yang sambut papi baru pulang loh?”
Antena Ara berdiri, dia dengan air mata buayanya lagi-lagi cosplay nangis bombay dengan wajah yang jelek yang banyak bekas air matanya.
“Hiks! Papi... Tolongin Ara, hiks... Leon jahat papi... Tadi bentak Ara”
Leon melotot pada Ara, “Enak aja Lo, kutu kupret! Ini semua gara-gara Lo, sialan!”
“Tuh, kan. Papi...hiks...”
Theo memijat kepalanya, bukannya rasa lelahnya hilang karena anak-anaknya. ini justru semakin membuat rasa lelah Theo semakin bertambah.
Theo kemudian berjalan mendekat ke arah kekuasaan Karina, hanya sekedar untuk bertanya; “Sayang, ada apa ini? Kenapa Ara dan Leo ngadep dinding?”
“Coba deh, kamu ajak Cio ngobrol. Nanti kamu tahu sendiri, aku lagi sibuk gak bisa jelasin.”
Jadi, Theo mengernyit. Kemudian dia berbalik arah untuk menuju ke ruang santai. Dia melihat Cio yang sedang sangat fokus bermain game play.
“Adek, udahan yuk mainnya. Udah mau makan malam ini.”
“Gak mau! Cio akan berhenti kalau udah menang! Cio harus menang kali ini kakak!”
“Tapi adek udah main game hampir tiga jam, loh...”
“Gak mau kakak!”
Tek!
Cio diam gak jadi merengek. Ruangan menjadi gelap gulita, dalam kegelapan Alis Gaudencio terangkat, perasaan mereka orang kaya deh.
Kok bisa mati lampu?
Padahal Cio lagi asyik-asyiknya main game balapan mobil. Di kehidupan yang dulu, kakaknya sering main game ini, dan Ara akan duduk di tengah-tengah Kedua kakaknya.
Jadi Cio mau cobain mumpung dia yang paling kecil, meskipun usia jiwanya udah 22 tahun. Cio masa bodoh yang penting dia bisa hidup bahagia.
Tapi Cio juga ingat kalau dia lagi balas dendam sama musuh besarnya. Jadi, sebagai anak kecil yang di kira polos-polos tapi sebenarnya gak sama sekali.
Pak!
Cio melempar PS yang di tangannya, bodoh amat kalau Kakak pertamanya marah nanti tinggal keluarin jurus pamungkas beres.
“Sialan! Kakak kita bakal bangkrut kan? kalau gak, kenapa lampunya mati ganggu Cio main aja...Humbt”
“Kan Kakak udah bilang Mainnya berhenti yah udah mau jam makan malam adek.”
“Ist, kok gitu sih... Kalau gitu biarin Cio pergi.”
“Adek mau kemana? Ini lampunya mati lo.”
Sebenarnya sih gak mati, cuma tadi Michael lihat Papi Theo keluar lagi, mungkin di matikan sama si Papi tanpa ngomong dulu.
“Theo! Hoi...Listrik udah di bayar full kan! Sial, ikan goreng gue!”
“Maaf sayang!”
Tek!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaudencio
Teen FictionGaudencio arti namanya Dia yang bahagia, tapi sayangnya itu berbeda dengan Gaudencio Garendra dia adalah anak bungsu dan merupakan yang termuda tetapi dia tidak pernah merasakan kebahagiaan selama 22 tahun hidupnya. Keluarganya menginginkan anak per...