Chapter 2

1.5K 53 0
                                    


★★★

        Suara kicauan burung terdengar merdu mewarnai pagi ini. Membangunkan seorang gadis yang baru saja menjadi wanita. Wanita itu merasakan pusing dikepala juga sakit di sekujur tubuhnya.

"Sshhh..."

Menutup mata erat sambil memijat pelan pelipisnya. Aura perlahan mencoba duduk, sambil mencengkram selimut yang membalut tubuh telanjangnya.

Melihat jam diatas nakas menunjukkan pukul 6 pagi.

Apakah tuan Gavin sudah keluar? Batin Aura.

Kamar ini terasa sepi, mungkin Gavin memang sudah keluar entah sejak kapan. Aura berusaha berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Akh."

Nyeri pada area intim nya terasa sangat perih. Sesekali Aura berhenti sambil berpegangan pada sofa atau meja.

Akhirnya ia pun sampai di kamar mandi dan membersihkan diri disana. Beruntung disana terdapat handuk untuk Aura membalut tubuhnya.

Ia pun memilih sebuah gaun polos berwarna biru muda di lemari.  Setelah berpakaian ia merapikan rambutnya, mengepang nya seperti biasa.

Aura tak ingin mengingat kejadian tadi malam, lalu melangkah keluar dari kamar.

***

06.30 WIB

Di ruang makan kini keluarga Mahardika tengah berkumpul menunggu para pembantu menyiapkan sarapan. Gean dan Gilang fokus pada ponsel mereka sedangkan Georgio dan Gisella tengah mengobrol. Tak terlihat Gavin sama sekali.

Aura menuruni tangga membuat keempat pasang mata memandang nya. Sesampainya dilantai dasar Aura terdiam dan menundukkan kepala.

"Aurora, kemarilah. Kita akan sarapan bersama." Panggil Georgio.

Ck, kenapa ayah menyuruhnya makan disini.

Aura berjalan mendekat dan duduk di sebelah Gisella.

"Apa kau tidur dengan nyenyak?"

"Iya tuan"

Setelah ini dia pasti akan menghabiskan uang kak Gavin.

Dia tidak pantas menjadi bagian keluarga ini.

Cukup cantik, seperti nya dia tak menggunakan apapun di wajahnya.

Kenapa aku seperti pernah melihat wajahnya.

Georgio terkekeh mendengar jawaban Aura seakan tak yakin dengan jawaban seorang yang sudah melewati malam pertama setelah pernikahan.

"Jangan memanggilku tuan, kamu bisa memanggilku ayah Aurora."

"Baik ayah"

"Apa kau tau dimana Gavin?" Tanya Gisella.

"Tidak nyo-"

"Ibu, panggil dia ibu. Kamu menantu pertama di keluarga ini, kamu harus memanggil nya ibu." Ucap Georgio.

Raut wajah datar Gisella tak terlihat karna Gisella menghadap ke arah Aura. Sedangkan Aura tak berani menatap langsung mata Gisella.

"Tidak ibu..."

"Apakah Gavin tidak memberi taumu kemana dia pergi?"

Aura hanya menggeleng. Gean dan Gilang memperhatikan percakapan itu tanpa berniat menyapa Aura.

Beberapa pelayan menata berbagai lauk diatas meja. Mansion Mahardika sangat besar hingga ada banyak pelayan di sini yang berlalu lalang mengerjakan pekerjaan mereka.

A U R O R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang