Chapter 13

1.3K 43 0
                                    

★★★

Sepuluh menit Aura tidak lagi mendengar suara Gavin, ia perlahan-lahan mencoba berdiri meskipun terkadang sampai mengeluarkan ringisan kesakitan. Aura berniat menuju dapur untuk makan, andai Aura tidak hamil maka ia akan mengurung dirinya dikamar tanpa peduli dengan rasa lapar.

Ceklek.

Aura terkejut karna ternyata Gavin masih berdiri didepan pintu kamar. Mendongak, bertatapan beberapa saat dengan mata Gavin. Pria ini memang sangat tampan, namun sifatnya membuat Aura sangat ketakutan. Aura yang akan kembali menutup pintu dicegah oleh Gavin dengan menahan pintu menggunakan kakinya.

"Tunggu. Aku berjanji tidak akan melakukan hal seperti itu lagi... aku berniat untuk mengobati lukamu."

Menatap mata Pria didepannya, Aura merasa Gavin tidak berbohong. Memberanikan diri Aura kembali membuka pintu kamarnya.

"Aku... ingin ke dapur"

Mengingat jam waktu ini, Gavin mengerti Aura pasti kelaparan karena belum sarapan sejak pagi.

"Baiklah, setelah sarapan akan ku obati lukamu."

Cara berjalan Aura sangat menunjukkan jika tubuhnya merasa sakit, hal itu diperhatikan oleh Gavin.

"Aaaaa!"

Tanpa meminta izin Gavin menggendong Aura dan berjalan menuju ruangan dapur. Aura yang merasa takut jika bisa saja Gavin menjatuhkannya, memilih berpegangan erat pada leher Gavin.

"Maaf. Nanti duduklah di sofa dan jangan banyak bergerak. Aku akan memasak untuk kita sarapan."

Badan besar dan bertenaga milik Gavin membuatnya sangat mudah menuruni tangga meskipun sedang menggendong Aura, sampai dilantai bawah Gavin mendudukkan Aura di sofa dan ia pergi ke dapur untuk memasak. Aura melihat makanan yang seharusnya sudah basi diatas meja makan sudah tidak ada, seperti nya Gavin yang membersihkan nya.

Aura mendengar suara Gavin yang memasak, hanya diam di sofa duduk termenung karna perilaku Gavin.

Apa tuan Gavin benar-benar tidak akan bersikap kasar lagi. Bagaimana jika dia hanya berpura-pura.

***

Gavin membawa hasil masakannya dan meletakkan nya diatas meja didepan sofa yang Aura duduki. Lalu Gavin ikut duduk disamping Aura.

"Apa... tidak makan di sana?" Aura menunjuk meja makan.

"Tidak, disini saja."

Aura hanya mengangguk, Gavin mengambil kan makanan untuk Aura, lalu setelahnya ia mengambil untuk dirinya sendiri. Mereka makan bersama tanpa ada obrolan. Terlalu canggung bagi Gavin, dan terlalu takut mengeluarkan suara bagi Aura.

Masakan tuan Gavin enak, aku baru tau dia bisa memasak.

Gavin makan lebih cepat, ia mengambil piring milik Aura, Aura hanya menurut saja, takut jika membantah. Meskipun Aura masih merasa lapar.

"Aaa." Ternyata Gavin berniat menyuapi Aura.

Aura awalnya terkejut dan hanya diam, tapi akhirnya ia pun membuka mulut menerima suapan dari Gavin.

Bibirnya bengkak, pasti karena ulahku semalam. Tadi dimatanya juga ada bekas menangis.

Suapan terakhir diterima Aura, mereka selesai makan dan Gavin mengembalikan peralatan makan kembali ke dapur. Aura menunggu apa yang akan dilakukan Gavin setelah ini.

"Sekarang aku akan mengobati mu..." Gavin berjalan dan duduk disebelah Aura.

Jangan sekarang...

A U R O R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang