FLASHBACK
November 2021
"Keadaannya baik-baik saja??" Tanya Hana yang juga sibuk mengatur nafasnya yang kelelahan habis berlari.
Juni menggeleng lemas. "Kata Bibi Kim, ia tidak sadarkan diri. Sudah tiga jam. Kemungkinan, dia akan kembali koma." Jelasnya.
Yera kembali menangis yang langsung dipeluk oleh Hana. "Tenanglah.. Tidak akan terjadi apa-apa. Sara itu orang yang kuat." Ucapnya.
Hana menangis disela-sela dirinya memeluk erat Yera. Sementara Juni, ia hanya terduduk lemas di kursi yang disediakan disetiap depan ruangan rumah sakit.
***
Hana melangkahkan kakinya kearah jembatan besar yang mengarahkan langsung pada lautan biru yang indah.
Ia menatap hamparan air laut yang menabrak keras batu karang besar di pinggiran.
Ia tersenyum, tatkala melihat sebuah ilusi mereka berempat yang sering terduduk disana seolah-olah tempat itu diciptakan khusus untuk mereka.
Dengan kamera yang di genggamnya dengan erat, air matanya kembali terjatuh. Berusaha kuat untuk tetap menggulir beberapa foto indah yang ada pada kamera itu.
Kameranya yang berisikan foto-foto indah dirinya, bersama ketiga sahabatnya.
Ia menatap langit cerah yang sama sekali tidak membuatnya merasa nyaman. Bisakah ia berdoa, untuk kesembuhan Sara? Sara, masih terlalu muda untuk mendapatkan penyakit mematikan seperti kanker otak itu.
"Sara.. Cepat bangun, dan segeralah pulih.. Kita berkunjung ke-laut ini lagi. Aku berjanji, akan mengambil wajah cantikmu dengan kamera ini."
***
DrrrtPonselnya yang berada diatas nakas, bergetar.
Hana yang sedang melakukan video call group, berisikan Juni dan Yera itu pun mengalihkan perhatiannya pada ponselnya.
Melihat notifikasi kiriman uang dari orang tuanya itu membuat ia kesal.
Nominalnya memang selalu dengan jumlah besar. Ayah dan Ibunya selalu mengiriminya uang dengan teratur. Tapi, bukan itu yang ia minta.
Ia hanya ingin, Ibu dan Ayahnya kembali. Lengkap dengan saudari kembarnya yang telah dibawa jauh oleh kedua orang tuanya.
Mendapati wajah tidak menyenangkan dari Hana, Yera dan Juni sontak bertatapan melalui kamera laptop mereka.
"Hentikan melirik ponsel itu Hana. Itu pasti kiriman uang lagi kan? Sudah. Tidak perlu memikirkan itu. Malam besok, Aku mau kalian berdua datang kerumahku. Aku akan masak banyak besok." Jelas Juni.
Yera sontak bahagaia mendengar ada acara makan-makan. "Benarkah?? Wah... Tumben sekali. Kau dapat uang dari mana hah?" Tanyanya.
"Bibiku juga baru mengirimiku uang. Kalian tahu, orang kaya tidak pernah mentransfer uang dengan nominal sedikit. Uang sekolah, bimbel, dan les tambahan juga sudah dibayar semua. Jadi, aku mau kita makan-makan besok malam. Setuju??" Tawar Juni.
Yera mengangguk senang. "Tentu saja!! Aku akan meminta Ayahku untuk membuatkan Gimbab yang banyak." Katanya teramat senang.
Pandangan keduanya beralih pada Hana yang masih terdiam.
"Hana-ya.. Kami akan selalu ada untukmu. Biarkan saja, orang-orang bejat itu. Intinya, uang mereka mengalir terus untukmu. Mengenai kasih sayang, Bibiku dan Ayah Yera sepenuhnya untukmu. Kita adalah keluarga, dan kita adalah saudara." Juni mulai membuka suaranya.
Yera membenarkan. "Kami adalah orang-orang tulus yang menyayangimu. Jika memang kita tidak memiliki keluarga lengkap, tapi kita masih punya kedua orangtua Sara, yang juga tulus menyayangi kita kan?? Kita ada untuk melengkapi satu sama lain. Dan kehadiran kita, adalah kebahagiaan untuk mereka." Tambahnya.
Satu butir air lolos dari mata Hana saat itu. Ia tersenyum bahagia, dan perasaannya lega begitu mendengar kalimat kedua sahabatnya.
"Aku hanya mau, kalian berjanji tetap ada bersamaku. Kita.. Aku, Sara, Yera, dan Juni.. Kita akan bersama sampai kita semua menikah, dan wajah kita keriput kan??" Pertanyaan itu justru mendapat gelakan tawa dari Yera dan Juni.
"Ck ck ck ck.. Yang benar saja."
Yera itu tersenyum. "Hana-ya.. Kebahagiaan itu sebenarnya hal yang lumrah. Kita bisa saja mendapatkannya dengan mudah. Hanya saja, kita tidak memiliki keinginan dan kemampuan untuk mempertahankan--nya."
"Ada banyak hal didunia ini, yang perlu kita sesali dan yang tidak perlu kita sesali. Kepergian kedua orang tuamu, yang meninggalkanmu sendiri di sini bukanlah keinginanmu kan? Menjadi tidak dianggap dikeluarga Kang bukanlah keinginanmu juga."
"Relakan, dan hadapi. Itu saja yang perlu kau lakukan. Mengenai kasih sayang, tidak perlu berharap lebih dari kedua orang tuamu. Mereka hanyalah orang-orang bodoh, egois, yang meninggalkanmu sendirian. Ayahku, Bibi Ahn (Bibinya Juni), dan kedua orang tua Sara, sudah menjadi bukti, bahwa kau pantas mendapatkan hal yang lebih, dari pada harapanmu sendiri untuk mendapatkan kasih sayang kedua orang tuamu."
Hana kembali menitikan air matanya begitu saja, setelah mendengarkan kalimat panjang yang Yera utarakan.Juni dan Yera juga sama. Mereka menangis, namun dalam diam. Tanpa terisak seperti Hana yang menangis sendu. Ia memeluk kedua lututnya yang terasa nyaman, menggantikan pelukan ketiga sosok sahabatnya.
"H-hei... Kebahagiaan itu akan kita rasakan untuk selamanya.. Dan kesedihan itu akan berangsur reda, dan akhirnya menghilang dalam waktu yang harus kita buat sesingkat mungkin. Perihal bagaimana dan mengapa, itu adalah yang terakhir."
"Karena, memang ada pertanyaan yang tercipta didunia ini, tidak untuk dijawab. Mari kita ciptakan saja kebahagiaan kita sendiri, tanpa perlu mencari dan menunggu."
"Terkadang, hal yang kita ciptakan sendiri, adalah selamanya. Yang berartikan, Abadi dan takkan terlupakan."
"Mengerti Hana-ya...?" Tanya Yera.
Hana mulai mengangkat kepalanya dan mengusap air matanya. Perlahan kepalanya mengangguk.
Ia juga tersenyum. "Kalian tahu? Kalian adalah harta berharga dalam hidupku.. Kalian itu, adalah kebahagiaan yang aku ciptakan sendiri. Kalianlah yang berartikan selamanya untukku. Dan takkan terlupakan bahkan tergantikan hingga aku mati.."
"Kalian hadir, sudah membuatku ber-Terimakasih dengan sangat.."
♡ PAINTING YOU ♡
©stayyyhere2023
KAMU SEDANG MEMBACA
PAINTING YOU • KIM SEUNGMIN ✔
Kısa HikayeSELESAI ✔ Hana itu kesepian. Kedua orangtuanya yang mengasingkan dirinya, membuatnya hanya bergantung pada ke-Tiga sahabat kecilnya. Sungguh tragis, ketiga sahabat perempuannya itu juga tak berpegang teguh janji. Yera yang kehilangan nyawanya karena...