FLASHBACK
Desember 2021
Hana, Juni, dan Sara mengelilingi makam Yera. Isakan tangis masih terdengar tipis, setelah satu jam mereka berada disana.
Sudah lewat satu minggu kepergian Yera, mereka bertiga masih belum bisa mengikhlaskan kepergian gadis cantik itu.
Hana mendongak sejenak. Merasakan semilir angin berhembus pada wajahnya.
"Yera itu ingin sekali menjadi seorang ballerina. Jika seandainya kita melarangnya untuk pergi, apa semuanya tidak akan terjadi??" Tanya Juni dengan tangisan yang semakin menjadi.
Punggungnya bergetar dan kalimatnya terbata-bata.
Air mata Hana juga kembali keluar bahkan setelah mendongak untuk menghindari tangisan itu muncul kembali.
"Pastinya juga akan terjadi sesuatu. Kematian itu adalah takdir, Juni.. Kita tidak mungkin bisa menghindarinya." Jawab Sara.
Ia mencoba untuk tersenyum dari atas kursi roda tempatnya terduduk.
"Paman Choi sangat terluka, ya.." Juni mengeluarkan kalimat barunya.
"Hm... Dia sangat sedih.. Sampai tidak ingin keluar rumah, bahkan mau bertemu kita saja dia tidak sanggup."
"Aku masih tidak percaya... Meski telah seminggu berlalu." Ujar Hana.
Ia mengelus punggung Juni yang mulai menyandarkan kepalanya pada pundaknya. "Kematian memang tak terduga ya.. Kita baru berpisah beberapa jam darinya, dan sudah harus mendapatkan kabar seperti itu."
Mereka terdiam selama beberapa saat, sebelum Sara kembali membuka suaranya.
"Kalian tahu.."
Sara tersenyum, mengeratkan syalnya agar terlindungi dari udara bersalju.
"Sehari sebelum pertandingan itu tiba, Sara sempat datang kerumah sakit."
"Ia sempat mengatakan kepadaku. Setelah acara selesai, tidak peduli dirinya menang atau kalah, kita harus berkumpul."
"Dan kita semua berkumpul untuk Hana."
Hana mendelik. "Untukku?? Kenapa?"
"Hana.. Yera itu sangat menyayangimu. Dia ingin kita semua berkumpul, agar tidak membuatmu merasa kesepian. Kita akan kembali tertidur berempat diatas tempat tidur. Saling berpelukan dibawah selimut, dan saling menceritakan hal yang menyenangkan sebagai pengantar tidur." Jelas Sara.
Hati Hana tertohok saat itu juga. Tak terasa tangisannya kembali muncul. Kini gantian, Juni yang merangkul pundaknya erat.
Hana tak menyagka. Yera begitu memperdulikan, bahkan hal kecil yang paling Hana takuti. Yaitu, kesepian.
***
Januari 2022
Hana dan Juni berjalan beriringan kearah jembatan kokoh, tempat dimana mereka berempat biasa berkumpul.
Masih dengan seragam sekolah mereka.
"Tidak terasa, kita sekolah hanya beberapa bulan lagi." Hana membuka suaranya.
Juni mengangguk. Memangku tangannya pada pembatas jembatan yang terbuat dari besi. Hana mengikutinya.
Mereka berdua terdiam selama beberapa detik sembari menatap batu karang besar yang sedang kering, karena tidak terkena ombak.
"Huhh~~"
"Aku sangat takut Hana.."
Hana menoleh. Alisnya tertaut tanda ia bingung.
Juni menatap kearah batu karang itu. "Aku tidak yakin Sara bisa sembuh."
Hana menatapnya dengan tajam saat itu juga. "Jaga ucapanmu. Jika Sara mendengarnya, ia akan terluka. Kau tahu bagaimana susahnya membangun rasa semangat yang sempat terputus!?" Tanyanya sarkas.
Ia mulai tidak menyukai pembahasan seperti ini.
Juni menghela nafasnya. "Hana, Sara sudah hampir berada di stadium akhir. Kita tidak seharusnya menyemangatinya berlebihan.. Kita tidak perlu berbohong."
Hana kembali mengernyitkan dahinya bingung. "Ayolah. Apa yang sedang kau pikirkan? Jangan berbicara seperti itu. Kita memang harus menyemangatinya."
"Jika kita tidak melakukannya, lalu apa?? Apa yang harus kita lakukan? Terdiam? Menangisinya? Meninggalkannya?? Yang benar saja!" Marah Hana.
"Hentikan pembahasan ini. Aku tidak menyukainya."
Juni menunduk. Ia menyesal. Tapi, rasa takutnya lebih besar.
"-T--tapi.."
"Yera meninggal dengan keadaan memeluk baju ballet yang kita hadiahkan. Sepenting itu persahabatan baginya. Dan kau, dengan santainya mengatakan hal seperti tadi. Apa kau tidak memikirkan perasaan kami?" Tanya Hana lagi, namun kali ini dengan suara yang memelan.
Juni menggeleng. Isakan kecilnya mulai terdengar. "Aku hanya takut.. Bagaimana jika dia pergi? Kita akan tinggal berdua. Apa kau pikir kita akan sanggup??"
Hana mengusap wajahnya kasar. "Tolong berhentilah memikirkan hal seperti itu!! Kau yang membuat ketakutanmu sendiri. Apa yang kau pikirkan??"
Juni masih terisak. "Apa aku harus mati terlebih dahulu, agar aku tidak menyaksikan kematian Sara yang berikutnya?"
Plak
Tepat setelah Juni mengakhiri kalimatnya, tangan Hana terdampar begitu saja pada pipinya. Ia menampar Juni bermaksud menegur dan menyadarkan gadis itu terhadap apa yang baru saja ia katakan.
"Sialan! Kau gila!? Kau sudah sakit jiwa ya. Bisa-bisanya kau mengatakan hal seperti ini!"
Hana menatap Juni yang masih menunduk dengan tidak percaya.
Tak ingin berlama-lama yang hanya akan kembali menyusut emosinya, ia mulai mundur perlahan.
"Aku pergi!" Finalnya yang tak kunjung mendapatkan respon dari Juni.
Hana rasa, ia harus bertemu dengan Sara saja. Untuk sementara waktu, ia akan memberikan ketenangan pada Juni, agar berpikiran lebih jernih.
♡ PAINTING YOU ♡
©stayyyhere2023
KAMU SEDANG MEMBACA
PAINTING YOU • KIM SEUNGMIN ✔
Short StorySELESAI ✔ Hana itu kesepian. Kedua orangtuanya yang mengasingkan dirinya, membuatnya hanya bergantung pada ke-Tiga sahabat kecilnya. Sungguh tragis, ketiga sahabat perempuannya itu juga tak berpegang teguh janji. Yera yang kehilangan nyawanya karena...