Aku merajuk pada Milla, dia sudah membangunkan jauh alarm berdering lalu memaksaku mandi secara terus-terusan. Dia bahkan menggotong badanku ke kamar mandi umum di dekat lift, beruntung belum ada yang berjalan di lorong atau aku bisa menjadi bahan gosip.
Dan sekarang aku duduk di ranjang dengan rambut begitu mekar, kamu harus tahu kalau jenis rambutku paling susah untuk dirapikan setelah berbilas. Rambut keriting selalu balik setiap selesai kusisir sampai semua helai ke arah bawah, itu membuatku frustasi dan kesal. Milla malah sibuk memilah baju di lemariku, semua pasti begitu kuno dan tertutup rapat.
"Hei, masih lama! Kita bisa memilah nanti dan dia pasti sudah berencana untuk mencela pakaianku, apapun itu."
Aku mengatakan dengan menggerutui Harold, tapi harusnya aku tidak melakukannya. Itu membuatnya penasaran bahkan sampai berhenti mengobrak-abrik isi lemari untuk pergi ke dapur tanpa luput memandangiku dengan wajah kaget bercampur rasa ingin tahu lebih besar.
Milla menyeduh ketel yang kebetulan berbunyi nyaring, dua cangkir putih bawaan ibuku dipakainya. Aku tidak kaget dengan kebiasaannya, dia adalah seorang pecinta teh yang sejati dengan kebiasaan unik yang dilakukan setiap kali menyeruput teh.
Seperti pagi ini, Milla selalu menyeduh secangkir teh tawar, membawanya ke tempat favoritnya yang sama sepertiku yaitu duduk menghadap jendela. Ketika dia menaruh cangkir untukku, aku bisa mencium beraroma manis dari hasil seduhan teh berpadu aroma lembut permen hati lembut. Dulu saat kami masih bersekolah, aku selalu mencegah sebelum permen masuk ke dalam gelas, tapi kali ini aku membiarkannya.
"Ayo tos demi hari baik kita!" Milla ajak aku dengan semangat begitu besar dan mengangkat cangkirnya. "Kita buat hari ini sebagai hari paling bersejarah di hidup kita! Hidupmu, terutama!"
Aku mengangkat cangkirku dan sedikit membentur dengan miliknya. Dia meminum teh dengan sangat cepat dan menaruh dalam keadaan setengah. Aku masih mengamati apa yang sedang terjadi di cangkirku. Beberapa permen dalam teh itu larut menciptakan warna yang indah dalam tehnya dengan sebagian lain menghasilkan coretan warna dan serpihan permen yang mengambang di permukaan tehnya.
"Jadi gimana?" Milla mulai bertanya soal Harold dan aku menghela napas secara diam-diam. "Katakan! Harold kemari bukan sekadar mengundang aja, kan?! Pasti ada yang sudah terjadi di antara kalian!"
"Dan itu adalah kebencian teramat jelas dan aku tidak menyukainya," jawabku membuatnya semakin histeris seakan aku telah melakukan sesuatu begitu luar biasa. "Tenanglah! Tidak ada yang menarik di hubungan kami.... Eh?"
Aku menjadi ragu dengan ucapanku dan sialnya mulutku asal celetuk satu latahan yang semakin membesarkan rasa keinginantahuan. Batinku heboh, otakku penuh keramaian dari debat pikiran dan hati, tapi aku berusaha untuk tidak menampakkan.
"Apa yang sudah aku lewati selama ini, Lora?!" Milla berteriak heboh seakan permusuhanku dan Harold menjadi topik begitu menarik. "Jujurlah, Lora! Kalian pasti memiliki perasaan lebih dari saling membenci, kan?"
"Perasaan apa?" Aku bertanya, latah dengan segudang pertanyaan. Begitu paham kemana dia akan membahas, aku spontan menepuk dahi dengan gumaman sebal. "Dia hanya lelaki arogan dengan sikap kasarnya sampai membuatku patah tangan! Lihatlah!"
Aku memamerkan lengan kiri ketika dobrakan pintu mengejutkan kami, Milla hampir tersedak dengan teh bercampur permen merah berbentuk hati. Kami bertukar pandang sebelum menyadari tatu fakta besar yang tidak bisa aku cegah.
Harold ke kamarku dengan Tayla dalam keadaan sangat kacau. Matanya begitu merah seperti wajahnya, tapi ada yang lebih menggemparkanku. Tayla dengan kemeja begitu kebesaran yang mana menyentuh lutut membuatku berpikir Harold telah melakukan hal sangat keji padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVEHATE AFFECT
RomanceLeora benci berurusan dengan Harold dan begitu juga Harold, tapi jebakan di alam semesta menyebabkan mereka bersatu. . Leora sangat membenci Harold, sifatnya yang angkuh, angkuh, sikapnya yang angkuh, dan sikapnya yang angkuh. Dia tidak ingin pria s...