Affect | 14

18 2 0
                                    

⚠️ SUICIDE TRIAL ⚠️

Aku mengunci pintu dan mengabaikan segala teriakan dan gedoran yang membuat kepalaku semakin penat. Badan telanjangku masuk ke bath up dan mengalirinya tanpa peduli apakah air di tangki masih dingin atau sudah dipanaskan. Dua kakiku merosot perlahan, menekuk tajam sehingga badanku di dalam bath up dengan posisi ujung kepala lebih rendah dari ukuran bath up. Dua tanganku bersilang di dada, mendekap rapat sepasang buah dada sedangku. Dadaku sedikit bertalu-talu dahsyat, rasa gugup melanda sebanyak air  mengepung badan telanjangku.

Pikiranku melayang-layang. Keinginanku menghilang begitu saja meninggalkan perasaan kosong. Aku tidak bisa mengerti apapun selain kehancuranku. Aku kehilangan kendali, diriku, tubuhku, perasaanku, kehidupanku, juga masa depanku. Semua hancur berantakan. Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Berjuta keping asa berhamburan dan aku, yang begitu lemah dan tak berdaya ini, hanya bisa meratapi.

Bisa kubayangkan bagaimana Justin kelak mengetahui betapa liar hidupku dalam genggaman Harold, dia pasti menyalahkan semua keputusanku lalu memutuskan kami dan melaporkan kepada ibuku soal perubahanku. Banyak perempuan yang bisa didapatnya dengan mudah dan aku segera tersingkirkan bagai sampah menjijikkan.

Lalu bisa kubayangkan bagaimana ibuku bereaksi terhadap diriku yang jauh dari harapannya. Hati ibu mana yang siap mengetahui bagaimana hancur moral anaknya? Ibuku juga begitu. Aku sudah sangat mengecewakan dan dia pasti membenciku, cepat atau lambat. Aku akan terusir dan menjadi gelandangan.

Semua bermula dari mana?

Apakah keinginanku hidup bebas tanpa kekangan?

Aku hanya mengingat bagaimana bahagianya diriku saat itu, ketika ibuku akhirnya menyetujui diizinkan untuk kuliah di kampus kesukaanku, tinggal bersama calon temanku, dan ada banyak cahaya harapan. Namun cahaya itu menghilang begitu saja, menyisakan kegelapan yang tidak bisa kuterima.

Apa kecerobohanku hingga menabrak Zain?

Harusnya aku lebih berhati-hati. Tabrakan itu membuatku lebih dekat padanya dan aku tidak bisa menahan mulutku agar tidak menyebutkan namanya. Hidupku penuh siksaan kelak di bawah jeratan penuh kekejiannya, Harold.

Apakah sejak aku membiarkan Justin menjelekkan orang-orang yang bertato?

Aku tahu Justin dan tabiatnya beroceh asal tanpa pedulikan siapa yang bisa mendengarnya. Dari sejak kecil, aku selalu bilang untuk menjaga lisannya dan dia meremehkanku. Kami tumbuh bersama membuatku perlahan mengabaikannya. Aku tidak tahu itu menjadi awal untuk kejadian hari ini. Sayap kupu-kupu telah kukepakkan memberi efek begitu besar, terlalu cepat dan aku tidak siap menghadapi efek lanjutannya.

Apa karena aku membiarkan kesalahpahamannya dan malah mengajaknya berdebat?

Aku harusnya langsung terus terang dan meminta maaf agar kami tidak berhubungan, tapi kenyataannya aku membuatnya dendam dan mengikatku dalam jalinan kebencian dan cinta begitu rumit.

Aku benci Harold, sangat!

Aku benci segala gengsi dan main tangannya. Namun aku lebih membenci diriku yang tidak berdaya dalam pandangan sinis dan merendahkannya, tatapan penuh kebencian juga mesum, bisikan ancaman diselingi panggilan sayang begitu melenakan, juga sentuhannya yang tidak pernah mengecewakan.

"Maaf."

Aku melirih entah untuk siapa. Badanku sepenuhnya terendam dan genangan air mulai menyentuh dagu. Punggungku tidak lepas dari tegangan, tapi tidak membuatku mengurungkan niat. Kepalaku kemudian terendam membuatku memejam mata, rasa perih menjalar cepat ke tenggorokan. Usaha bernapas normal semakin sulit seiring air membekap sangat rapat dan mengalir lembut memenuhi jalur pernapasan. Gelembung udara banyak tercipta, melayang naik menuju permukaan dan meletup-letup.

LOVEHATE AFFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang