Affect | 11

26 3 0
                                    

⚠️ RAPING SCENE AND EXPLISIT WORDS⚠️

Jantungku berdetak kencang saat mendengar ketukan di pintu kamar asramanya, aku takut jika itu Justin. Aku bergegas menuju pintu dan membukakannya dan senyumku tidak bisa dicegah begitu mengetahui bahwa itu Harold. Lelaki itu melirik tumpukan buku dengan beragam ketebalan dan warna cover, menyerahkan buku itu dengan wajah begitu berbinar. Aku tidak berharap dia datang membawa buku-buku seakan dia menggemari semua bawaannya itu, tapi melihat wajah lelahnya lebih membuatku merasa terharu sekaligus takjub.

"Masuklah!" Aku menyapanya dengan sangat ceria. Dia mengecup bibirku cukup lama dan membuatku merasakan 'kepanasan'. Kubuka pintu dengan lebih lebar dan Harold melangkah masuk sambil melepas sepatu boots cokelat favoritnya. Tangan kekarnya sibuk menyeka keringat yang mengucur deras, kaus hitam basah kuyup sehingga melekat kuat dan mencetak badan atletisnya. "Kamu bisa menggunakan kamar mandi kalau kamu mau. Aku membawa beberapa pakaian kebesaran, kamu bisa memakainya."

Harold tergelak sambil menggeleng singkat. Dia menanggalkan baju dan  membawa ke kamar mandi, dia melirikku dengan seringainya sebelum membuka pintu. Kakinya hampir melewati ambang pintu, tapi dia berbalik dan memanggilku membuatku lari padanya meninggalkan ketel yang baru saja kuhubungkan dengan stop kontak.

"Ada apa, Harold?" Aku menanyakan dengan sangat cemas dan dia mengangkat bahu. "Aku meyiapkan air panas untukmu. Mau dibuatkan teh vanila, kan?"

"Tidak! Tidak! Duduklah!" Harold duduk di tempatku dan mengayunkan tangan seakan memintaku untuk datang padanya. "Buku-buku itu adalah beberapa hasil kerjaan tugasku. Kamu bisa menyalin dan mencatatnya."

Pintunya tertutup. Aku duduk di dekat jendela membawa buku dari Harold, ternyata ada tiga novel yang menyelinap di antara tiga buku catatannya. Aku membuka satu  novel berjudul Changed dari lima buku dan memulai dari cover belakang, membaca blurb dan terheran kenapa hanya ada komentar. Aku memulai dari bagian pertama, mendengus pelan dan tertawa lepas melihat betapa konyol pertemuan karakter  utama perempuan dan laki.

"Sepertinya aku harus membawa lebih banyak novel romansa remaja berseri untuk Leora-ku ini, ya?!"

Tanganku refleks menangkup dua bagian buku dan dia tertawa lepas, aku meliriknya sinis dengan dengusan sebal. Aku menaruh kasar dan membuka buku catatan yang seharusnya aku pelajari. Dia duduk di sampingku, aroma vanila menyeruak padaku membuatku dapat mengetahuinya tanpa perlu menatapnya.

"Terima kasih, Harold! Kamu yang terbaik!" Aku mengucapkan dengan ekspresi amat bergembira, itu agak berlebihan mengingat aku terlebih dulu mendapatkan dari Zain. Kubuka tepat di sekatan dan mendapati jawaban begitu sama, hanya berbeda di gaya penulisannya. "Kamu bisa membawanya lagi."

"Kamu bahkan belum menyalin sama sekali?! Kamu yakin?" Harold memekik dengan  sangat heran, wajahnya sangat ketara kalau tidak terima. Aku mengeluarkan buku lain dari laci dan memamerkan hasil kerjaku. Dia menggeram dan merebut bukuku. Mata hijaunya melotot seakan tidak bisa menerima. "Siapa yang sudah memberikan ini padamu? Jawab!"

"Tenanglah! Jangan marah, tapi!" Aku menyuruhnya dan dia mengangguk pelan.  Mataku berkelana ke luar jendela dengan jari terketuk-ketuk pada buku di atas meja. "Zain yang memberikannya padaku."

"Zain? Zain yang itu? Apa kamu bercanda?!" Harold mengatakan dengan sangat serius dan menyemburkan ledakan tawa membuatku sangat bingung sekaligus cukup takut dengan reaksinya yang begitu defensif. "Kamu sangat lucu, Sayang!"

"Aku tidak bercanda, Harold!"

Tawanya sirna berganti amarah begitu pekat. Dia mendorong punggungku hingga tersungkur ke dadanya dan tangan lainnya menarik tengkuk, badanku melengkung tajam dan dua tanganku spontan mencari topangan. Rasa sakit mendera, tapi dia  justru melahap bibirku yang terbuka lebar. Tangannya menekan kepalaku membuatku tidak bisa melawan, mulut kami semakin rapat dengan permainan nakal lidahnya.

LOVEHATE AFFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang