Sepanjang perjalanan pulang, Harold mengebut tanpa mempedulikan teguranku dan kepanikanku. Beberapa kali dia nekad untuk menyalip truk tronton membuatku sangat ketakutan, tapi dia seperti sangat menikmati ekspresiku.
"Maafkan aku telah menyakitimu. Bisakah kamu mengemudikan kendaraan di bawah batas atas kecepatan? Aku merasa akan ke kuburan dibandingkan pulang ke Wander House dan bertemu mereka."
Dia mendiamkanku seakan-akan aku tidak dianggap. Kekesalannya sudah sampai ubun-ubun dan aku tahu meminta maaf dengan benar, rasa cemas dan takut menahanku untuk melakukan dan membuatku berteriak kaget. Dia malah menekan pedal gas lebih dalam dan mobil melaju lebih kencang bagai kilat.
"H! Jangan begitu!" seruku, suaraku nyaris hilang dalam desingan angin yang menerpa jendela mobil.
Dia hanya tertawa, seolah semua ini adalah permainan baginya.
"Kamu terlalu serius, Princess." Dia balas dan memanggil sebutan baruku dengan nada dan kedipan genit, dan aku merasa pipiku memanas. "Kita akan sampai di rumahku dengan selamat. Percayalah."
"Ketika kecepatanmu hampir sama dengan pesawat terbang? Tidak ada yang bisa kutinggalkan untuk dipercaya!" jawabku kesal, namun ada bagian dari diriku yang menikmati adrenalin ini. Betapa beraninya dia melibas jalanan tanpa takut pada risiko.
Akhirnya, setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, kami tiba di depan rumah Harold. Pintu gerbang terbuka lebar dan terlihat lampu-lampu di dalam rumah menyala terang.
"Ini saatnya," kata Harold, senyumnya mulai memudar sedikit saat dia melihat rumahnya. Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum keluar dari mobil.
Aku mengikutinya dengan perasaan campur aduk; ada kegembiraan, ketegangan, dan sedikit kecemasan.
"Tenang saja," murmurnya saat dia melihat ekspresi wajahku. "Ibuku sangat ramah. Dia pasti akan menyukaimu."
Kami berjalan menuju pintu, dan sebelum Harold mengetuk, aku mengingatkan dirinya.
"Jadi ingat, jangan bilang apa-apa tentang bercanda dengan bunga atau hewan peliharaanmu tadi, oke? Itu terlalu aneh."
Dia mengangguk sambil menyunggingkan senyum lebar.
"Oke, aku akan berusaha keras untuk tidak mengecewakanmu."
Pintu terbuka dan sosok wanita cantik muncul di hadapan kami. Wanita itu memiliki aura hangat dan menenangkan; matanya berbinar penuh kasih sayang saat melihat putranya. Wajahnya mirip dengan Harold, aku hampir berpikir dia adalah kembaran Harold. Perbedaannya di tinggi badan, kelembutan di wajah berkeriput, rambut ikal cokelat keputihan sebahu, dan tidak ada lesung pipit di pipinya saat dia mengulas senyum.
"Harold! Kamu sudah pulang!"
"Iya, Bu! Kami bawa sesuatu untukmu," jawabnya sambil mengangkat buket bunga putih yang kami beli sebelumnya.
"Ah, bunga! Terima kasih!" Wanita itu menerima buket tersebut dan menghidu aromanya dalam-dalam. "Ini indah sekali! Siapa yang memilihnya?"
"Aku dan... pacarku," jawab Harold sambil menunjukku dengan sedikit ragu.
Wanita itu berbalik menatapku dengan senyuman lebar di wajahnya. Aku gugup sekali, tapi pelukan Harold dari samping seketika meredamnya.
"Hai! Namaku Anne Griffin. Senang bertemu denganmu!"
Aku tersenyum kembali meskipun jantungku berdegup kencang.
"Hai, Ms. Griffin! Nama saya Leora. Sangat senang bertemu Anda."
"Aku sudah mendengar banyak tentangmu dari Harold," katanya sambil menggandeng tanganku erat-erat seolah kita sudah kenal lama. "Dia memujimu setiap kali teleponan, aku mengingat semua pujiannya lima kali dalam sehari."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVEHATE AFFECT
RomanceLeora benci berurusan dengan Harold dan begitu juga Harold, tapi jebakan di alam semesta menyebabkan mereka bersatu. . Leora sangat membenci Harold, sifatnya yang angkuh, angkuh, sikapnya yang angkuh, dan sikapnya yang angkuh. Dia tidak ingin pria s...