10. Love in Heaven

2.5K 187 42
                                    


Upacara pemakaman Jeno berjalan lancar. Nyawa anak itu tidak bisa di selamatkan. Kekuatan magis yang salah sasaran, menghantam raganya,—merenggut nyawa bocah berumur enambelas tahun tersebut.

Sedangkan sosok bersurai merah itu, pergi meninggalkan Jaehyun yang menangis. Meratapi jasad anaknya yang perlahan membiru, membeku dan dingin.

Taeyong tentu saja syok bukan main. Setelah bangun dari pingsannya yang cukup lama, badan kekar Jeno sudah berada di dalam sebuah peti warna putih.

Tetap tampan, dengan tuxedo warna putih dan celana warna senada.

Kini Taeyong duduk hanya di temani bingkai foto anaknya yang terselip dalam pelukan. Ada Mingyu, Changbin, Wonwoo dan Hyunjin yang masih belum enggan untuk meninggalkan rumah temannya itu.

Mereka duduk di teras rumah Jeno, melihat Jaehyun yang mendongak ke arah langit.

Cobaan terberat seseorang adalah, ketika orang tersayang pergi untuk selamanya.

Bagi Mingyu, Jaehyun adalah tipikal bapack-bapack penyayang. Ya, walaupun Jaehyun sering marahin Jeno. Tapi kalau Jeno kejadwal ronda saja, Jaehyun rela malam-malam nganterin bekal buat anaknya.

Singkong rebus, wedang ronde atau nasi kucing. Ya, Mingyu ingat itu, mengiri pula si Mingyu teh.

"Pak Sudar, kalau bapak bingung mau ngewarisin kebun sawit sama siapa nanti,—tenang pak kan ada saya,," mingyu nepuk dadanya sendiri.

BLAGHH

Tengkuk Mingyu di gebal Changbin, orang lagi berduka malah di ledekin.

Tapi Jaehyun tertawa, menghisap rokok sampai habis kemudian,—menyulut rokok ketiganya.

"Jeno sudah bahagia di sana. Bertemu primadonanya, mereka akan tersenyum padaku"

"Ah, merinding gue sro! Maksudnya begimane si pak? Apa Jeno bener-bener ngehalu sampe mati begitu? Ngeri kata gue teh" ini Wonwoo, ya perkara korden gerak-gerak korden saat itu masih terbayang,

Beruntung kibaran pantat Nana tidak bisa ia lihat.

"Kalian pada nggak mau pulang? Udah jam 03 malam loh ini" Jaehyun menggulung tikarnya, kemudian masuk rumah.

"Kita bakal disini sampe pagi, besok minggu kagak sekolah. Kalo bapak Sudar ngantuk, tidur aja" jawab Changbin.

"Yaudah, makasih ya udah mendoakan anak saya di pemakaman tadi"

* * CALL ME BUNA - N O M I N * *

Bukan tanah basah dengan aromanya yang khas, bukan pula rumput jepang yang hijau subur tumbuh luas di pekarangan rumah yang ia pijak.

Kaki Jeno bercengkerama dengan lembutnya awan putih. Tanpa alas, tanpa siapa saja yang pernah ia kenali. Jeno berjalan sendiri, di temani rasa bingung yang tidak berarti.

"Huh,, kok putih semua?" Jeno masih dengan kebiasaan buruknya, yaitu menggaruk pantatnya sambil berjalan.

Masih bingung dengan tempat yang ia kuasai saat ini. Setelah cukup lama ia berjalan, seseorang yang pernah ia temui tengah berdiri.

Parasnya manis, berseri-seri. Siapa itu??

 Siapa itu??

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Call Me Buna || NOMIN ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang