Tidak peduli

14 3 15
                                    

Happy Reading guys 🥳

Tandai kalau ada typo yaa..

Nyatanya melupakan seseorang yang belum menjadi milik kita itu lebih sakit.
_Nicholas Abirsam_

"Maaf, dari hasil pemeriksaan medis yang sudah dilakukan anda terindikasi terkena kanker usus stadium lanjut. Dan ini sangat berbahaya, kita harus segera melakukan tindakan operasi." Ucap seorang perempuan paruh baya yang memakai almamater putih dan sebuah stetoskop di lehernya.

Deg...

"Apa saya bisa sembuh dok?" Ucap seorang tersebut dengan wajah terkejutnya.

"Hanya Allah yang tahu semuanya, kita hanya bisa berusaha. Saya sarankan untuk melakukan check up seminggu sekali, supaya saya dapat terus memeriksa kondisi anda."

"Dok, saya boleh minta tolong. Tolong jangan beritahu kepada siapapun tentang penyakit saya ini termasuk kedua orang tua saya. Saya mohon dok."

"Tapi ini sangat berbahaya, kita harus cepat mengambil tindakan."

Pasien tersebut hanya dapat menangis dalam diam "saya mohon dok." Lirihnya

Sang dokter menatap iba "baik saya akan buatkan resep obat, diminum 3 kali sehari. Dan ingat anda harus check up seminggu sekali. Untuk melihat kondisi kanker usus yang anda derita.

***

"Woiii, Ar. Lo bilang sakit tapi kok ke markas" ujar seorang lelaki berhidung mancung, yang baru saja sampai di markas besar Dynamic geng. Siapa lagi kalau bukan Nicholas.

"Gue ga sakit."

"Lah, fuc*. Jadi ngapa Lo ga sekolah?" Tanya Angga yang bingung dengan sikap Arverdo hari ini.

"Males"

"Tadi Viona di bully" ucapan dari Rizkal mampu membuatnya khawatir, tapi tidak lama dirinya kembali menetralkan wajahnya "ohhh"

"Oh, doang?. Gila Lo Ar, biasanya Lo yang berdiri paling depan kalau ada pembullyan begini. Apalagi yang dibully Viona." Arverdo mengangkat bahunya acuh.

"Gue lihat tadi rambutnya dijambak, bajunya juga basah kena siram air selokan. Ya mungkin setengah dari rambutnya rontok, plus bibirnya mungkin sobek gara gara tamparan si nenek lampir." Ujar Angga memanas manas'i. Padahal Alesya sama sekali tidak menampar Viona, bahkan air yang disiramkan oleh Alesya hanyalah air putih biasa.
(Angga kayak nya cocok buat orang gelagapan yaa...)

Arverdo semakin kelimpungan mendengar perkataan Angga. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di pikiran nya yang membuatnya melupakan itu semua. "Oh, terus. Biarin aja emangnya ada urusannya sama gue?" Ujar Arverdo dingin.

Semuanya tercengang, "maksud Lo apa, Lo udah gila Ar?, Udah ga waras?." Sentak Nicholas

"KENAPA. LO GA SUKA" Bentak Arverdo.

Semuanya diam. Bahkan Nicholas yang menjabat sebagai wakil ketua Dynamic geng tidak berani berbicara lagi. Semuanya bingung dengan sikap Arverdo, mana Ar yang selalu membela Viona?, Mana Ar yang selalu mengkhawatirkan Viona?, Tidak ada yang bisa menjawab itu semua.

"HELLO EVERYONE"Teriak Madhavi yang baru saja sampai di markas. Tidak ada yang menyahuti perkataan Madhavi. "Eh, Lo Lo pada kenapa?, Diem diem bae?" Tanyanya bingung.

"Ada masalah emang?, Loh, Ar. Ke markas juga Lo gue kirain engga. Soalnya gue denger Lo lagi sakit" ucap Madhavi ramah sambil tersenyum. "Oh, iya nih guys gue bawain kalian makan."

Semuanya bersorak gembira, kecuali Arverdo. "Ar, Lo ga mau?" Tanya Madhavi. Biasanya Arverdo lah yang paling semangat, tapi kali ini berbeda.

Arverdo hanya menggelengkan kepalanya, lalu berdiri dari duduknya mengambil jaket kulit kebanggaannya. "Mau kemana?" Tanya Nicholas

"Pergi, jaga markas. Gue mau pulang ke rumah."

"Cepat amat pak bos, baru juga datang." Ucap salah satu anggota Dynamic geng lainnya.

"Gue capek"setelah mengatakan itu Arverdo langsung berlalu meninggalkan markas dengan perasaan campur aduk.

Malam hari ini di kota Jakarta turun hujan, seolah olah tahu isi hati seorang Arverdo. Dalam keadaan cuaca hujan Ar tetap mengelilingi kota Jakarta itu. Pandangannya terjatuh pada seorang gadis yang sedang berjalan di trotoar sambil menikmati hujan.

Arverdo tidak asing dengan gadis tersebut, namun dirinya berusaha biasa saja.

Dari arah berlawanan seorang gadis cantik tengah berjalan di trotoar sambil menikmati hujan yang turun mengguyur tubuhnya. Tidak lama gadis tersebut melihat sosok pemuda yang dari tadi hanya diam di taman, dan duduk di atas sepeda motor nya masih dengan memakai helm full face-nya.

Gadis tersebut tidak asing dengan sosok pemuda itu, dengan dibekali keberanian dirinya mendekati pemuda tersebut.

"Ar" panggilnya pelan setelah dekat dengan pemuda tersebut.

Arverdo yang merasa dirinya terpanggil langsung menoleh, dan membuka helm full face-nya. Satu alisnya terangkat, seolah-olah mengatakan 'apa?'

"Kenapa kamu tadi ga sekolah?, Sepi tau ga ada kamu." Ucap Viona sambil mengerucutkan bibirnya. Ya gadis tersebut adalah Viona. Viona senang berjumpa dengan Ar, bahkan senyuman nya tak luntur saat melihat Arverdo.

Arverdo hanya diam, tidak ada satupun ekspresi yang dapat mewakilkan nya. "Ada Madhavi, ngapain nyariin gue" datarnya.

"Udah ya, nyokap gue udah nelpon dari tadi gue duluan." Setelah mengatakan itu Arverdo langsung pergi meninggalkan Viona di tengah taman, dengan hujan yang turun mengguyur tubuhnya.

Melihat hujan yang semakin deras membuat Viona buru buru lari, agar sampai di rumahnya. Tapi karena jalanan yang licin karena guyuran hujan membuat dirinya terpeleset dan jatuh. "Aawwss, perih banget ya Allah" ujarnya seraya berusaha bangkit.

"Aduh, kayaknya keseleo deh. Berdarah lagi" monolog nya. Tanpa membuang waktu Viona langsung pulang dengan kondisi kakinya sakit. Akibat dari jatuh tadi menyebabkan dirinya kesulitan untuk berjalan.

***

"KEMANA AJA KAMU HAH, ANAK GADIS PULANG MALAM MALAM MAU JADI APA?, JAWAB VIONA. UDAH TAU CUACA LAGI HUJAN KAMU MALAH PERGI. BIAR APA HAH?" Bentakan keluar dari mulut sang ayah. Bukannya menanyakan apakah putrinya baik baik saja, malah bentakan yang didapatkan olehnya.

"LIAT ITU AJARAN KAMU"ucap Jaiz kepada istrinya.

"APA AJARAN AKU, GA SALAH NGOMONG KAMU?" Teriak sang istri.

"KAMU LAGI SIH VIONA, NGAPAIN COBA MALAM MALAM KELUYURAN ENTAH KEMANA. KALAU KENAPA KENAPA SIAPA JUGA YANG SUSAH HAH. PULANG PULANG UDAH PINCANG, SEKARANG MASUK KAMAR. NYUSAHIN AJA TAUNYA" bentak sang bunda

Deg...

Perkataan dari Bundanya membuat Viona menangis, apakah iya selalu menyusahkan orang tuanya?, Apakah pertengkaran kedua orang tuanya karenanya?

"Bun, Bunda sadar ga sih sama perkataan Bunda tadi?" Lirihnya pelan, mungkin sebentar lagi buliran air mata akan turun membasahi pipinya yang cantik.

"APA GA TERIMA, UDAH SANA MASUK KAMAR. KALAU UDAH NYUSAHIN SEKALI YAUDAH, GA USAH NAMBAH NAMBAHIN LAGI." Setelah mendengar perkataan Bunda buru buru Nissa langsung pergi meninggalkan kedua orang tuanya menuju ke kamarnya.

Viona duduk balkon kamarnya sembari melihat buliran hujan yang turun, tak terasa air matanya juga ikut mengalir mengikuti irama hujan.

'Terkadang aku ngerasa jadi beban dalam keluarga ku, mungkin pertengkaran ayah sama bunda juga ada kaitannya sama aku. Aku ga minta dilahirkan kok, apa kalau aku ga ada mereka bisa akur?, Yang aku mau cuma keluarga ku kembali harmonis seperti semula, ga ada yang suram dalam hidupku. Tapi kali ini berbeda, bahkan yang kuanggap rumah ternyata hanya sebatas pondasi yang tidak ada artinya.'

Viona menutup diary nya lalu kembali menatap hujan yang masih setia mengguyur kota.

Utututututu peluk jauh untuk Viona 🥰

Kira kira siapa yang sakit 🤔
Disini kok kesel ya liat Ar, kira kira kenapa sifat Ar tiba tiba berubah yaa..

Senja Terakhir  (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang