Happy Reading 👋
***
"Hari ini, kamu boleh pulang."
"Serius dok?"
Dokter itu mengangguk sembari tersenyum sebagai jawabanya.
"Akhirnya, Der gue bisa pulang!" Fisly mengandu pada Darren, ia terlihat sangat senang.
"Baguslah, bisa gelud kita."
"Apasih lo. Gue tonjok sekarang mau?" Tangan Fisly mengepal bersiap menghtaman lelaki tengil disebelahnya.
"Tante! Tolong."
"Ngadu lo."
Adira tersenyum melihat tingkah kekanak-kanakan Darren dan putrinya. "Jangan gitu Fisly, kasian Darren."
"Awas lo Derr."
Tawa Darren terpecah saat yang mendengar ancaman gadis cantik itu.
Setelah beberapa menit perjalanan pulang. Kini mereka melangkah memasuki rumah bernuansa putih abu-abu itu, netra Fisly bertabrakan dengan sang Ayah. Tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai membasahinya. Sepenggal kejadian malam itu terlintas diingatan Fisly, bagaimana rasa ketakutan bercampur rasa sakit yang ia dapatkan saat menjadi pelampiasan amarah sang Ayah. Fisly melangkah mundur, berlindung dibelakang tubuh Darren dengan peganggan erat dilengan lelaki itu.
Darren yang melihat sikap Fisly pun sedikit khawatir takut akan kesehatan mentalnya. Ia mencakup wajah gadis itu memberi sedikit ketenangan."Hei. Gapapa lihat sini, udah ada aku kan? Jangan takut Fisly."
"Darren, bawa aku pergi."
"Iya, kita pergi ya?"
Darren melirik Adira, meminta ijin membawa Fisly kekamarnya. Sebagai jawaban, Adira pun mengangguk tersenyum. Setelah kepergian Fisly, Adira mendekati sang suami yang tengah duduk santai tanpa rasa bersalah terhadap putrinya.
"Lihat mas, apa yang kamu lakuin ke Fisly. Dia jadi ketakutan liat ayahnya sendiri."
"Bukan salahku."
Adira tercengang, bagaimana bisa respon Fery begitu, sepertinya lelaki itu tidak punya hati. "Mas, bisa nggak sih kamu berubah? Kasian Fisly, dia juga berhak bahagia mas. Dia ingin punya keluarga cemara kayak teman-temanya."
"Terus? Aku harus apa? Kamu capek sama aku? Menyerahlah Adira."
"Sampai kapan pun aku akan bertahan buat kebahagiaan Fisly mas." Setelah mengatakan itu Adira segera beranjak pergi, ia lelah jika harus berdebat dengan Fery. Namun, langkahnya terhenti saat suaminya itu kembali bersuara.
"Ingat Adira. Sampai kapanpun juga, aku gak akan talak kamu. Kecuali kamu yang memintanya sendiri."
Adira tak menanggapi ucapan suaminya, ia melanjutkan langkahnya pergi dari hadapan sang suami. Rasa muak dan sedih itu yang dirasakan Adira. Berharap ia mendapatkan apa yang seharusnya ia dan putrinya dapatkan sedari dulu.
Disisi lain, Fisly sedang merasakan aneh pada dirinya. Rasa ketakutan dan gelisah itu terus menghajar pikiran. Darren yang melihat Fisly seperti itupun khawatir, kenapa jadi seperti ini. Tanganya terangkat meraih tangan Fisly yang sangat dingin.

KAMU SEDANG MEMBACA
What about me?
Teen FictionFisly yang hidup bersama dengan rasa sakit yang pernah ayahnya berikan.