Gina berdiri mendadak melihat sosok tak terduga keluar dari lift dan berjalan cepat ke arahnya. Yang membuatnya semakin heran adalah ekspresi orang ini. Biasanya terlihat tenang dan tak berekspresi, sekarang dia malah kesal.
"Ella ada?"
Lagi-lagi Gina tercengang dibuatnya. Tanpa embel-embel dia memanggil Ella. Gina memang sudah curiga ada sesuatu dari Ella ketika membelikan pizza dan minuman untuk Divisi Finance. Tapi Gina tak menduga bahwa sasarannya adalah dia ini. Si Ice King.
"Di dalam, Mas."
Ezra tak membutuhkan izin lagi, segera melenggang masuk ke ruangan Ella. Bahkan tak mengetuk. Gina yang khawatir, ikut mengikuti Ezra. Siap menyeret orang ini keluar kalau atasannya keberatan. Dengan catatan dia kuat menarik pria tinggi dan tegap ini.
Di dalam, Ella juga terkejut melihat kedatangan Ezra yang tiba-tiba. Kepalanya terangkat dari laptop dan menganga saat melihat Ezra datang dengan raut suram.
"Ada apa?" Ella bertanya bingung.
"Bisa tinggalkan kami? Gina?" Ezra menoleh.
Gina tak langsung beranjak, meminta persetujuan Ella terlebih dahulu.
"We'll be fine," Ella menenangkan. Gina pun mundur dan menutup pintu. Ketika hanya berdua, Ella berdiri dari balik meja dan menghampiri Ezra. Mereka berdiri berhadapan. "Tumben kamu datang ke ruangan aku. Apalagi dengan ekspresi kayak gini."
"Saya tidak suka dengan apa yang kamu lakukan hari ini."
Alis Ella terangkat. "Yang mana? Kirim kamu makanan?"
"Ya. Apa tujuan kamu?"
"Tujuan aku? Menarik perhatian kamu dong. Walaupun bukan jenis perhatian seperti 'ini' ya. Tapi aku cukup kaget juga kamu sampai datangi ruanganku begini."
Ezra kelihatan frustasi. Dia melangkah mundur, berputar-putar di ruangan Ella.
"Saya bukan tipe yang suka memamerkan hubungan di depan umum."
"Oh. Jadi sekarang kita punya hubungan?" Ella tersenyum geli.
Ezra semakin kelihatan memelas. "No. Ah I don't know. Yang jelas saya sangat keberatan."
"Bagian apanya yang bikin kamu keberatan? Bahwa aku ngasih makanan ke tim kamu? Atau aku harusnya kasih ke kamu aja?"
"Ella, saya tidak mau orang-orang berpikir ada sesuatu antara kita."
"Kita nggak bisa mencegah orang lain berpikir apa pun tentang kita, Zra. Lagipula memang kenapa kalau ternyata kita punya hubungan? Apa yang salah? Kita sama-sama lajang. Aku nggak merebut kamu dari perempuan manapun. Lagian Gina nggak bilang secara spesifik itu untuk kamu atau demi kamu. Tapi hanya tertulis di suratku yang ditujukan hanya untuk kamu."
Ezra melipat tangan di dada. "Tetap saja. Mereka akan berspekulasi..."
"Spekulasi apa? Kamu dan aku? CEO dan karyawannya? Aku perempuan gatel yang PDKT sama laki-laki? Kamu yang menarik perhatian aku demi jabatan? Apa?" Ella tidak kalah galak, menantang Ezra dengan berkacak pinggang.
Giliran Ezra terdiam. Terkejut sekaligus kagum akan tanggapan Ella.
"Anything..." kata Ezra akhirnya.
"I don't get it." Ella melepaskan tangan, berjalan memunggungi Ezra. "Kenapa kalau atasannya laki-laki, mendekati bawahannya, memberikan bunga, makanan, hadiah, terkesan romantis. Bisa jadi cerita roman di mana-mana dan laku! Tapi kalau terjadi sebaliknya, orang akan melihatnya dengan aneh. Memandang si perempuan nekat, nggak tahu malu. Sudah zaman kesetaraan gender dan hal seperti itu masih jadi masalah?"
Mendengar kesusahan Ella, ketegangan Ezra pun menurun. Akhirnya dia menurunkan tangan dan juga duduk di sofa. Menunggu hingga Ella tenang dan berbalik padanya, dan mungkin ikut duduk.
"Kamu benar. Ya, aku paham. Aku paham dengan sikap kamu yang ingin..." Ezra seperti tak sampai hati mengatakan 'mendekati aku'. "Menunjukkan perhatian."
Ella berbalik. Melihat Ezra duduk, Ella pun duduk di hadapannya.
"Tapi ada cara-cara yang tidak bisa diterima semua orang, La."
Ella menutup mulutnya rapat-rapat, mendengarkan sudut pandang Ezra. Jika ingin mereka menjadi pasangan yang setara, Ella harus bisa mendengarkan Ezra dan juga sebaliknya. Tadi Ezra sudah mendengar pendapat Ella yang tak mau dibedakan, sekarang Ella yang perlu mendengarkan Ezra.
"Mungkin ada orang yang senang diberikan perhatian di depan umum, biarkan semua orang tahu. Tapi saya pribadi, saya tidak suka hal seperti itu." Ezra memang tak tersenyum, tapi nadanya sudah lebih tenang dibanding tadi. Ekspresinya pun sudah tak terlalu dingin.
"Jika yang kamu lakukan tadi untuk mendapat perhatian saya. Ya, kamu berhasil. Saya jadi memperhatikan kamu. Saya jadi bicara sepanjang ini dengan kamu di ruangan kamu. Tapi kamu juga harus tahu bahwa saya tak berkenan dan berharap hal ini tak terjadi lagi."
Ella pun mengangguk.
"Dan menurut saya tidak bijak juga kalau kamu hanya mentraktir Finance. Posisi kamu adalah sebagai CEO yang menaungi semua divisi. Akan lebih adil kalau kamu mentraktir mereka semua."
Ella memainkan rambutnya. "Kamu benar."
"Yah yang sudah terjadi tidak bisa kita ubah lagi. Semoga kamu tahu apa evaluasinya."
"Iya." Ella mengangguk pelan.
"Baik." Ekspresi Ezra kembali datar. Dia pun berdiri. "Permisi."
Dan kembali ke sikap irit kata-katanya.
"Tapi Zra..." Ella mencegah Ezra pergi, berdiri untuk siap menyampaikan sesuatu lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
(S)He's The Boss! (END - WATTPAD)
RomanceElla tak sengaja bertemu dengan Ezra dan tak sengaja juga tertarik pada pria dingin sedingin freezer kulkas itu. Jarang bicara tapi perbuatannya menunjukkan kebaikan hatinya. Permasalahannya, Ezra pernah menikah dan Ella adalah lajang yang sekaligu...