Ella termasuk orang yang tak suka mengangkat telepon dari nomor tak dikenal. Tapi dia tak bisa memungkiri bahwa banyak orang yang akan menghubunginya dan tidak semua sudah Ella ketahui identitasnya. Tindakan antisipasi yang pernah Ella lakukan adalah memberi tahu bawahannya bahwa dia tak mau nomornya disebarkan tanpa mendapatkan izin dari Ella terlebih dahulu.
Jadi, saat siang ini Ella baru akan menyuap makan siangnya, dia terpaksa mengangkat telepon dari nomor berdigit sepuluh, yang entah siapa pemiliknya.
"Halo?"
"Ya. Apakah betul ini dengan Ariella Peters?"
Suaranya begitu formal. Ella seperti akan ditawari pembuatan kartu kredit. Dia berhati-hati untuk tidak menjawab 'ya', karena khawatir direkam dan dianggap sebagai persetujuan.
"Saya sendiri. Dengan siapa saya bicara?"
"Ini Omar."
"Omar?" Sepertinya Ella tak punya kenalan... "OH! Omar!"
Omar tergelak. "Ya, saya yang itu."
"Oke, oke. Sorry. Dapet nomor aku dari mana?"
"Tante Grace."
Bukankah Ella seharusnya sudah bisa menduganya?
"Ah, I see. Ada yang bisa aku bantu, Mar?"
"Not specifically. Tapi kalau aku ajak makan malam nanti malam, ada waktu?"
Mendengar ajakan Omar, Ella menarik iPad mendekat. Di sana berisi jadwal yang disusun oleh Gina dan selalu diperbarui secara rutin sehingga Ella bisa melihat jadwal kerjanya secara akurat.
"Bukannya aku nggak mau." Tapi memang agak gak mau sih. "Tapi aku ada rapat yang jadwalnya sampai jam delapan malam."
Ella mengklik agenda tersebut dan matanya membeliak. Salah satu peserta rapat tertulis nama Ezra Suradipati.
"So yeah, I'm sorry."
Omar tertawa lagi. "Baik. Sepertinya malam ini bukan kesempatan buatku. Mungkin hari lain?"
"Aku takut kamu harus booking jadwal lewat sekretarisku," Ella berusaha melucu. Padahal ada sedikit unsur keseriusan di sana. Berarti Ella menganggap Omar sama seperti tugas-tugas yang harus dikerjakannya.
"I'll try. Baiklah, selamat istirahat siang, La."
Dua hari kemudian, Omar kembali mengajak Ella bertemu. Lagi-lagi Ella menolak karena ada agenda lainnya.
Ella juga bingung karena semesta seperti berpihak padanya. Dalam tiga kali Omar mengajak Ella bertemu, saat itu betul-betul ada agenda lain yang harus Ella kerjakan.
Penolakan berulang ini membuat Ella mendapat 'teguran' dari Grace ketika dia pulang.
"Omar ngajak kamu ketemu tapi kamu tolak terus," Grace berkacak pinggang saat Ella masuk.
"Lho Omar ngadu sama Mama?"
"Bukan mengadu. Violet yang cerita sama Mama. Violet tanya gimana progres perkenalan kalian dan Omar bilang dia belum sempat ketemu kamu lagi karena kamu sibuk." Grace terlihat gemas akan sikap Ella. Apalagi sekarang Ella dengan santainya melenggang ke dapur.
"Aha. Berarti benar ya dugaanku bahwa Mama mau menjodohkan aku dan Omar." Ella cuek memasuki dapur, meminta air minum.
"Apa lagi, La? Sudah saatnya kamu punya pasangan kan?"
Bicara pasangan, Ella jadi teringat Ezra. Pria kulkas itu masih sama dingin dan datarnya. Benar-benar seperti freezer tanpa daging kurban yang menumpuk. Kosong, dingin, rata. Beberapa kali mereka bertemu, Ezra tak bicara basa basi padanya. Hanya jika ada keperluan. Tapi Ella tetap sengaja memperhatikannya, membuatnya salah tingkah. Ella juga sudah punya nomor HP Ezra sekarang tapi belum sampai merasa perlu menghubunginya.
"Satu-satu dong, Ma."
"Satu-satu apa? Satu-satu aku sayang ibu?"
Ella tertawa. Grace sempat-sempatnya melucu, tapi ekspresinya masih geram dan gemas akan sikap putri bungsunya.
"Baru juga aku jadi CEO. Aku masih belajar, masih adaptasi. Jangan dulu dipaksa adaptasi sama Omar dong, Ma." Ella menyimpan gelas, mengucapkan terima kasih. Sekarang menuju kamar tidurnya.
"Jadi kalau sudah adaptasi, kamu mau kasih waktu buat Omar?"
Ella menggerak-gerakkan bibirnya. "Entah sih."
Si bungsu ini pun cuek menaiki tangga menuju kamar.
"Ya ampun, Ariella!" Grace berdiri di kaki tangga, berkacak pinggang lagi. "Mama atur waktu Sabtu siang ini kita lunch sama Omar dan Violet ya!"
"Ajak Ando dan Mine juga Ma biar rame!" Ella tertawa, melambai tanpa memandang ibunya.
Di bawah, Grace menggeleng-geleng. Heran kenapa putri bungsunya seperti tidak tertarik pada laki-laki sekeren Omar.
Di kamarnya, Ella tak langsung menuju kamar mandi, melainkan membuka nomor Ezra yang sudah cukup lama disimpannya. Jari Ella mengetik pelan, menyusun kalimat dengan hati-hati.
Ezra. Ini Ella. Simpan nomor aku tapi tanpa embel-embel apapun. Kamu boleh simpan dengan nama Ella atau Ariella Peters.
***
Di atas tempat tidur di apartemennya, permainan Mobile Legend yang sedang dimainkannya mendadak berhenti ketika ada notifikasi pesan baru. Ezra bangkit, duduk bersila di atas kasur, menghentikan permainan untuk membaca pesan itu.
Tanpa maksud hati tapi otak memerintahkan, sudut bibir Ezra terangkat. Jarinya pun mengetik balasan.
Oke.
Lalu menyimpan nomor itu dengan nama Ariella Peters. Kemudian Ezra kembali bermain game.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
(S)He's The Boss! (END - WATTPAD)
RomansElla tak sengaja bertemu dengan Ezra dan tak sengaja juga tertarik pada pria dingin sedingin freezer kulkas itu. Jarang bicara tapi perbuatannya menunjukkan kebaikan hatinya. Permasalahannya, Ezra pernah menikah dan Ella adalah lajang yang sekaligu...