Hingga Sabtu malam Ella menunggu kabar dari Ezra. Bahkan pesan yang Ella kirimkan pun tak ada tanda-tanda sudah terkirim, apalagi dibaca. Ezra tidak bilang dengan apa dia pergi ke Ngawi. Mungkin dengan mobilnya. Itu cukup jadi alasan untuk tidak usah menyalakan ponsel hingga sampai di Jakarta. Setidaknya perjalanan dengan mobil cukup bermodalkan pengetahuan tentang jalan dan kartu uang elektronik.
Ella masih terus mengecek ponselnya hingga pukul sebelas malam sebelum dia tidur. Hingga dia selesai berdoa dan siap memejamkan mata, ponselnya masih hening.
Hari Minggu pun Ella bangun tidak dengan bersemangat. Tidak ada agenda khusus hari ini. Ella sedang tidak ingin bicara dengan ibunya. Jasmine dan suaminya sedang business trip ke Makassar sekaligus liburan. Ando dan Aaliyah bersama keluarga sedang short gateway ke Lombok. Teman-temannya yang lain masih sibuk–ya Ella akhirnya catch up kembali dengan teman-temannya selama sekolah, namun belum sempat bertemu karena jadwal semuanya juga sedang sibuk.
Sekarang Ella malah berpikir dia akan berangkat ke mall saja sendirian. Untuk melakukan hal-hal apapun yang bisa dilakukannya di sana. Pergi tanpa rencana.
Ella menyingkap selimut lalu duduk, mengucek mata, dan menyisir rambut dengan jari. Kemudian dilihatnya ponsel di atas nakas. Diketuknya dua kali layar gelap itu, menyebabkan layar menyala dan menunjukkan pesan dari Ezra Suradipati.
Mata Ella membelalak, gelagapan mengambil ponsel itu, pelan-pelan membaca isinya.
Hai, La.
Aku baru sampai di apartemen dini hari ini. Aku sehat dan baik-baik saja.
Apa kamu ada waktu untuk makan siang bersama? Well I hope you are. Aku sudah booking meja untuk kita kafe Lights on the Ground. Aku kenal dengan suami pemiliknya. Kamu bisa langsung datang.
Kalau aku tidak membalas pesanmu sepagian ini, berarti aku masih tidur. Tapi aku pasti datang.
"YEAY!" Ella melompat begitu tinggi sampai ponselnya terlepas dan jatuh berdebum di lantai. "Oh My God!"
Cepat-cepat Ella memungut ponselnya lagi. Tapi memang ponsel berlogo apel ini punya bodi yang tangguh. Ella malah teringat ponsel Ezra yang terlipat. Entah bagaimana kalau jatuh.
"Biarpun kamu Samsung, aku Apple. Kami pendiam, aku ramai. Tapi kalau kita jodoh, mau gimana ya, Zra?" Ella pun terkikik sendiri.
***
Ella datang sejam sebelum waktu makan siang. Pelan-pelan dia melongok ke kafe yang terang namun terasa nyaman itu. Dia menghampiri meja kasir lalu menyebutkan bahwa dia sudah memesan meja atas nama Ezra. Yang menanggapi Ella begitu nama Ezra disebut bukanlah kasir yang dihadapinya, melainkan seorang perempuan bergaun putih dengan perut besar, yang tadi sedang duduk di salah satu kursi.
"Halooo!"
Ella terkejut, dia memalingkan wajah.
"Aku Dinda. Aku pemilik tempat ini. Ezra temennya Adam di kampus. Katanya mau ketemuan sama orang–sama cewek–di sini. Berarti kamu ya yang dia maksud?"
Melihat sikapnya yang ramah, Ella pun menjadi lebih nyaman, tersenyum dan menjabat tangan Dinda.
"I guess so. Aku Ella."
"Sure. Adam senang sekali waktu Ezra bilang butuh tempat untuk bertemu perempuan. Kamu tahu, kata suamiku, Ezra itu susah deket sama perempuan. Perempuan lain gak tahan lama-lama sama dia." Dinda merangkul lengan Ella, mengajaknya ke meja yang ditempatinya tadi.
Mendengar deskripsi Dinda, Ella pun tersenyum. Berarti memang sifat Ezra dari dulu tak berubah.
"Sambil nunggu Ezra, kamu bisa ngobrol sama aku di sini. Kalau Ezra sudah datang, nanti kalian bisa tempati ruang VIP yang baru kita bangun. Sekarang, mau pesan apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
(S)He's The Boss! (END - WATTPAD)
RomanceElla tak sengaja bertemu dengan Ezra dan tak sengaja juga tertarik pada pria dingin sedingin freezer kulkas itu. Jarang bicara tapi perbuatannya menunjukkan kebaikan hatinya. Permasalahannya, Ezra pernah menikah dan Ella adalah lajang yang sekaligu...