9. Possesive-pemotretan

31 5 0
                                    

Pagi ini Asya sudah dibuat kesal karena Aksa melarangnya memakai rok sekolah yang panjangnya selutut. Cowok itu bilang bahwa ia tidak mau sesuatu yang menjadi asetnya nanti dilihat oleh orang lain, padahal sebelumnya pun Asya selalu memakai rok yang sama.

Ntahlah semakin hari, Aksa semakin posesif. Cowok itu juga selalu memaksanya untuk berangkat ke sekolah bersama, tapi itu jika Aksa tidak memiliki jadwal di kantor. Untungnya semua murid tidak ada yang mencurigai, karena menurut mereka wajar saja berangkat bersama mengingat rumah mereka yang berdekatan.

Seperti saat ini, di dalam mobil, Asya menatap cemberut sang kekasih yang sedang berkendara. "Kak, masa aku harus pake atasan ini sih?!" protesnya sembari memperlihatkan atasan putih yang oversize. "Aneh kak! Aku malu, gede banget, yang ada aku tenggelem pas pake-nya."

Aksa menoleh sekilas, ia memang menyuruh Asya agar mengganti baju seragam putihnya karena atasan yang gadis itu kenakan agak ketat dan memperlihatkan lekuk tubuhnya. Aksa mana terima, bahkan dia sampai membelikan atasan putih baru yang oversize.

"Gak apa-apa Yang, kamu mau pakai baju apapun juga tetep bagus dan gak bakal ngilangin predikat kamu sebagai model sekolah," ucap Aksa seakan tahu apa yang dikhawatirkan kekasihnya.

Asya hanya diam tak menyahut lagi, dari pada ribut pagi-pagi begini mending dia saja yang mengalah. Tak lama mobil yang ditumpangi keduanya berhenti tepat di depan gerbang sekolah Briliant School, tempat Asya sekolah.

Aksa melepas safety belt nya lalu menatap Asya. "Kamu masuk ya, jangan lupa ganti bajunya. Hari ini aku nggak ngajar, ada meeting penting di kantor. Kamu jangan nakal ya." Cowok itu menatap Asya dengan tatapan teduhnya serta senyuman yang manis, tak lupa tangannya mengusap rambut sang kekasih penuh sayang.

Asya mengangguk lalu memeluk Aksa. "Iya nanti aku ganti deh, semangat ya kerjanya!" Seru nya sembari mengurai pelukan, walaupun sering kali dibuat sebal oleh sang kekasih, gitu-gitu dia juga sayang sama Aksa.

Ketika Asya hendak membuka pintu mobil, pergerakannya terhenti karena ditahan oleh Aksa. "Jangan dulu pergi," dia mengeluarkan beberapa uang berwarna merah. "Nih buat jajan," dan dihadiahi tolakan dari sang gadis.

"Loh kenapa?" Tanya Aksa heran.

"Maaf kak aku takut dicap matre, lagian kak aku dikasih uang kok sama mama tadi pagi,"

"Matre apa? Ini 'kan aku yang ngasih ke kamu, udah ah aku nggak nerima penolakan!"

--

Sepertinya Asya lupa dengan apa yang kekasihnya perintahkan, buktinya saja dia masih memakai seragamnya yang agak ketat itu. Mau bagaimana, tadi ia melakukan pemotretan, masa dia harus pakai baju yang oversize itu?! Kan nggak banget, apa kata orang nanti. Tadi juga wajahnya sedikit dirias saat pemotretan, dan belum sempat ia bersihkan.

Setelah melakukan pemotretan dengan Panji—1ketua osis, kini mereka berjalan berbarengan di koridor sekolah sambil mengobrol santai.

"Asya sebenernya gue mau nanya sama lo, tapi lo gak wajib buat jawab kok, karena ini termasuk hal yang privasi," ucap cowok itu ragu-ragu. "Lo ada something ya, sama pak Aksa? Soalnya tadi gue liat lo ci-" ucapannya terpotong karena Asya yang tiba-tiba membekap mulutnya dengan tangan gadis itu.

"Gue kasih tau tapi lo jangan ember ya!" Pintanya galak. Ia menarik lengan Panji dan membawa cowok itu ke taman belakang sekolah, sebab tempat ini yang paling aman untuk menceritakan sesuatu itu kepada Panji.

"Duduk sini!" Asya menyuruh Panji untuk duduk di sebelahnya, Panji tanpa pikir panjang langsung menuruti perintah sahabatnya itu. "Jadi?" tanya Panji penasaran.

"Ya intinya, gue sama pak Aksa itu pacaran," Panji membulatkan matanya, Asya meringis melihat respon Panji.

Ya wajar saja, siapa yang tidak shock ketika mendengar murid yang berkencan dengan seorang guru di sekolah. Walaupun Panji tahu bahwa Aksa itu bukan hanya sekedar guru, tetapi juga pemilik perusahaan, jelas dia kaya raya. Siapa juga yang bisa menolak pesona dia?

"Anjir dari kapan?!"

"Baru seminggu, awas lo kalo ember, gue pastiin itu bibir udah nggak ada lagi di tempatnya!"

--

Setelah perbincangannya dengan Panji selesai, Asya segera ke kantin bersama Rere, kedua gadis itu tengah menikmati bakso dengan kuahnya yang berwarna merah pekat. Asya penyuka makanan pedas, apapun makanannya jika tidak pedas rasanya hambar. Begitu juga dengan Rere, gadis itu lebih parah dari Asya, bahkan kuah berwarna merah pekat itu ia seruput sampai habis.

"Tadi lo pemotretan bareng Panji?" Tanya Rere sembari memainkan ponselnya, ia tengah scroll instagram. Ya, Rere dengan dunia maya-nya memang susah dipisahkan.

Asya mengangguk pelan, ia meminum jus jeruknya lalu menjawab pertanyaan Rere. "Iya, ribet lah anjir mana dadakan, untung udah gue smoothing nih rambut. Coba kalau belum!" Asya mendadak kesal, menurutnya pemotretan itu harus dipersiapkan secara sempurna, bukan mendadak seperti tadi.

"Emangnya pak Aksa gak bakal marah sama lo? Pose lo sama Panji deket banget, mana saling rangkul lagi." Rere melirik Asya sekilas lalu kembali sibuk dengan ponselnya. Ya Rere memang sudah tahu bahwa Asya berpacaran dengan Aksa, sahabatnya sendiri yang bercerita.

Brakk!

Asya menggebrak meja, bola matanya hampir keluar saat Rere memperlihatkan fotonya dengan Panji di akun instagram sekolah. Di foto itu terlihat jika Asya tengah memegang buku dengan kedua tangannya, sedangkan Panji merangkulnya dan tangannya yang lain memegang buku.

Ting!

Ponselnya berdering, Asya segera menyalakan ponsel.

Kak Aksa

Mesra banget, dirangkul segala.
Kamu mau bikin aku marah?

--


Typo? Pasti! Mustahil nggak!
Nanti malem up lagi! Karena besok aku nggak punya kuota ditambah mau belajar buat S.A.T😭


Just A Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang