22. mission completed

2 1 0
                                    

Happy Reading ❤‍🔥

---

Asya pulang dari Club sekitar jam 2 pagi, ia pulang ke apartemennya, karena tidak mungkin juga ia datang ke rumah Vino. Yang ada ia dimarahi oleh Abangnya itu. Mungkin jika Vino tahu kalau Asya sering ke Club, cowok itu akan marah—mungkin bukan marah lagi, tetapi akan mengamuk.

Duduk di sofa rumah sembari meminum teh hangat membuat Asya sedikit tenang. Televisi menyala, namun tidak dia tonton sama sekali. Ia memikirkan ucapan Feny semalam, perihal tinggal di negara kelahiran Sang Papa. Lagipula tidak ada yang perlu dikhawatirkan ketika ia di sana, kehidupannya pasti terjamin, semua yang ia mau pasti ada, dan yang pasti ia memiliki kekuasaan.

Asya merasa bebas dengan keadaan yang sekarang. Hidupnya tidak ada yang membatasi, mau ia pulang malam atau tidak pulang sekalipun tidak ada yang memarahinya, dan bisa membeli apapun yang ia mau. Satu bulan terakhir pengeluarannya cukup banyak, bahkan kehitung boros. Asya betulan membeli semua yang ia inginkan, sampai sampai saldo ATM-nya habis.

Gadis dengan rambut coklat terang itu melirik ke arah jam dinding, tepat menunjukkan jam 09.45. Asya bersiap-siap untuk pergi ke kantor Papa Willy, dengan menggunakan dress yang sedikit memperlihatkan lekuk tubuhnya. Walaupun ini bukan gayanya, tapi ia ingin mencoba hal baru. Oh, gadis itu juga memakai make-up natural yang menambah kecantikan yang dimilikinya.

Setelah dirasa lengkap, ia segera menancap gas menuju kantor Sang Papa bekerja, tidak membutuhkan waktu lama dia sampai dan memarkirkan mobilnya di parkiran kantor.

"Hai, Mbak Asya!" Seorang perempuan berlari kecil menghampirinya. Asya yang mengenali, langsung merentangkan tangannya menyambut kedatangan perempuan itu.

Mereka berpelukan seperti teletubbies. "Mbak Aini, apakabar? Ih aku kangen sama Mbak, tau!" Asya melepaskan pelukan.

Wanita dengan pakaian formal itu menjawab, "Mbak baik kok! Mbak juga kangen sama kamu Sya, kamu kemana aja udah lama gak main ke sini."

Asya tersenyum kecil, "Akhir-akhir ini aku sibuk Mbak, ada hal yang harus aku urus. Biasalah anak muda,"

Aini tertawa mendengar itu. Anak direktur perusahaan itu memang tidak pernah sombong, ramah, baik hati, dan tidak pernah mengucilkan orang lain hanya karena status sosial dan ekonomi. Bahkan Asya mau-mau saja bergabung dengan Ibu-Ibu seperti dirinya ini, Asya juga tetap sopan. Calon menantu idaman!

"Kamu mau ketemu Pak Willy 'kan? Ayo Mbak anterin." Asya mengangguk dan mengikuti langkah Aini dari belakang.

Jadi Aini ini adalah salah satu karyawan yang bekerja di perusahaan sekaligus juga teman SMA Willy, kalau tidak salah sudah ada 20 tahun lebih Aini bekerja di perusahaan ini. Jadi tak aneh jika Asya dan Aini terlihat akrab.

Asya masuk ke ruangan Willy, setelah mengucapkan terima kasih ke Mbak Aini yang sudah mengantarkannya.

"Papa!"

Willy mengalihkan pandangannya dari map dan melirik sumber suara. Ia kenal suara ini, suara anak perempuan satu-satunya yang ia sayangi. Dia tersenyum teduh melihat Asya yang datang menjenguknya setelah dua bulan tidak datang.

"Halo anak kesayangan Papa." Willy beranjak dari duduknya dan menghampiri Asya, lalu memeluk anak perempuannya dengan sayang.

Hati Asya menghangat, ia sudah lama sekali merindukan pelukan ini. Pelukan yang selalu menenangkannya setiap ia memiliki masalah. Mata cewek itu berkaca-kaca.

Keduanya melepaskan pelukan, lalu Asya mendudukkan dirinya di sofa yang empuk. "Papa apa kabar? Asya kangen tauu!" Asya memajukan bibirnya.

Willy menggeleng pelan melihat tingkah puterinya itu, "Bukannya kamu yang memblokir nomor ponsel Papa?" tanyanya dengan nada menyindir.

Asya nyengir, "Papa tau? Aku kira Papa gatau, hehe maafin yaa Pa!"

"Lain kali kalau mau ke sini itu ajakin Vino sekalian Sya, Abangmu itu jarang banget nengokin Papa, sekalinya ketemu juga cuma urusan kerjaan doang, itu juga jarang. Dia itu so sibuk Sya,"

Asya menghela nafas panjang, "Papa tau sendiri gimana Bang Vino, dia kan emang gitu dari dulu juga. Gak pernah mau pulang ke rumah kalau gak ada acara yang penting, kebangetan emang dia itu!"

Ya, Vino memang secuek itu. Dia tidak pernah berkunjung ke rumah orang tuanya sendiri, dia juga ketika hari libur lebih memilih bergabung selimut dan bermalas-malasan. Katanya capek. Wajar sih ya.

Asya menegakkan badannya, teringat dengan tujuannya datang ke sini. "Papa, aku kayaknya pengen pindah lagi deh, boleh gak?" Asya menatap Willy penuh harap.

"Pindah? Kemana?"

"Ke New York, aku pengen tinggal di sana aja, gapapa kan Pa? Di sana kan ada Grandma, Grandpa, sama yang lain juga. Boleh ya Pa? Aku janji deh gak bakalan nakal, bakal nurut apa kata Grandma, aku bakal kerja juga!" Asya membujuk Sang Papa, semoga saja diperbolehkan.

Asya sudah mempertimbangkan ini. Ia ingin pindah ke New York untuk sementara, mungkin hanya beberapa tahun di sana, atau bisa jadi hanya beberapa bulan saja. Intinya ia tidak akan menetap. Rencanaya ia ingin bekerja di perusahaan milik Pamannya di sana.

Willy menggeleng tegas, pertanda tidak mengizinkan. "Papa enggak akan ngizinin kamu buat tinggal di sana! Kamu harus kuliah Sya, pergaulan di sana juga kurang bagus buat kamu!" Ujarnya dengan tegas.

Asya merengut, "Asya gak mau kuliah! Asya udah males, pengen ngehasilin uang sendiri aja kayak Abang."

Willy memijit keningnya pelan, tingkah putrinya itu semakin membuatnya pusing saja. Bukan karena tidak boleh, tapi ia mengkhawatirkan pergaulan bebas yang ada di sana. Apalagi terakhir kali Asya pulang dengan keadaan yang tidak baik-baik saja. Karena lelaki bernama Daniel itu.

"Buat apa kamu kerja? Apa uang yang Papa kasih gak cukup?"

Tanpa disangka, Asya mengangguk mantap. Ia menatap Sang Papa dengan berani, "Iya emang gak cukup! Papa, Asya ini udah gede, pengeluaran Asya juga beda. Sekarang makin banyak. Asya boros Pa! Kemarin beli tas, mobil baru, sama ngabisin uang buat hal gak penting. Makanya Asya pengen kerja dan punya penghasilan sendiri."

"Berapapun akan Papa kasih, nanti Papa tambah uang bulanan kamu. Jangan kerja apalagi pindah ke New York! Ingat terakhir kali kamu pulang dari sana, gimana keadaan kamu waktu itu. Papa harap kamu ngerti Asya."

"Misi berhasil!" Dalam hati, Asya bersorak senang.

----

Bersambung...

---

Nah ini sebenernya akal-akalan si Asya doang biar uang bulanannya ditambah.

HEYY JANGAN LUPA MAMPIR KE CERITA AKU YANG LAIN YAA🤩🤩❗
BARU PUBLISH HEHEHE, TOLONG SUPPORT YA MANTEMAN🤗🙏🏻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Just A Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang