Sekarang Asya sedang menikmati angin yang berhembus kencang sambil menikmati indahnya suasana sore bersama Aksa di pantai. Setelah pulang sekolah tadi lelaki itu mengajak Asya untuk ke pantai, dan Asya menyetujui.
Asya memakai dress tanpa lengan berwarna cream yang panjangnya di bawah lutut, gadis itu memakai cardigan berwarna coklat susu untuk menutupi bagian lengannya yang terekspos, rambut coklatnya ia gerai tak lupa dihiasi jepitan berbentuk pita.
Sedangkan Aksa memakai hoodie coklat dan celana panjang hitam tak lupa jam tangan Rolex yang selalu ia pakai kemana-mana.
Keduanya duduk bersebelahan di pinggir pantai dengan karpet kecil sebagai alas. Mereka hanya diam menikmati angin yang menerpa wajah, ombak yang menari-nari, ditambah langit sore yang berwarna Jingga, sungguh menyejukkan mata.
"Setelah lulus sekolah, kamu mau kuliah dimana?" tanya Aksa memecah keheningan, lelaki itu menaruh kepalanya di pundak gadisnya sembari memejamkan mata.
Asya mengelus rambut hitam legam milik Aksa. "Aku ragu bilangnya."
"Ragu kenapa?"
Asya menghela nafas dalam sebelum menjawab pertanyaan Aksa. "Tadinya aku mau daftar kuliah di luar negeri dan mewujudkan cita-cita aku, tapi sekarang aku mulai ragu sama rencana aku. Kalau aku kuliah di luar negeri, berarti aku gak bakal ketemu kamu lagi dalam waktu yang lama."
Aksa kembali duduk seperti semula, ia melirik sang gadis yang duduk di sebelahnya dan menatap Asya sendu. "Aku menghalangi cita-cita kamu ya?"
Cup
Asya mengecup bibir Aksa singkat, dia kembali menuntun Aksa untuk bersandar di pundaknya. "Kamu sama sekali gak menghalangi cita-cita aku, aku mau nanya, apa kamu bisa kalau kita LDR?"
Aksa menggeleng tegas. "Sama sekali gak bisa!"
"Udah aku duga kalau kamu jawab gitu," Asya kembali mengusap rambut Aksa, "jadi aku bakal ubah rencana aku."
"Rencana kamu?"
"Iya aku bakal kuliah di sini aja, di Jakarta biar aku bisa bareng kamu terus," tutur Asya. Ia meluruskan pandangannya ke matahari yang akan tenggelam, burung yang berkicau seolah musik pengiring untuk penutup hari ini.
Aksa dapat mendengar keraguan saat Asya berbicara, "Kamu boleh kuliah di luar negeri, aku bisa kok LDR, aku akan dukung apapun keputusan kamu. Jangan jadiin hubungan kita sebagai penghalang ya, karena aku juga akan jadi salah satu orang yang akan bangga sama pencapaian kamu nanti."
Ya, Aksa tidak boleh egois. Aksa harus mendukung apapun keputusan Asya, dia tidak mau mengorbankan cita-cita Asya hanya untuk keegoisan dirinya. Bagaimanapun juga perjalanan Asya masih panjang, dan dia akan selalu menemani perjalanan panjang gadisnya.
Asya tersenyum teduh, "Mau sejauh apapun jarak kita nanti, tujuan aku cuma satu, yaitu kamu."
--
Saat diperjalanan pulang tadi, Asya tertidur di dalam mobil. Berhubung besok libur sekolah, jadi Ia membawa Asya ke apartemen miliknya dan menidurkan gadisnya di kamar tamu. Pengennya sih sekamar tapi belum sah.
"Good night, sweet heart." Aksa mengecup kening gadisnya dan keluar dari kamar.
Aksa membuka pintu berwarna hitam lalu masuk kedalam dan menutupnya. Ia kemudian merebahkan dirinya di kasur, menatap langit-langit kamar dan mulai memikirkan percakapannya dengan Asya.
“LDR ya?” gumamnya. Dia tidak bisa jika harus berjauhan dengan Asya, ditinggal tiga hari ke Bali pun dia uring-uringan apalagi ke luar negeri selama bertahun-tahun.
--
"Nih bawa!" Titah Rere sembari mendorong troli belanja agar dibawa oleh Panji.
Panji berdecak malas, "Ck, males banget gue bawa yang kaya begini."
Rere berjalan sembari membaca catatan belanjaan. Tidak mempedulikan Panji yang mengoceh tak jelas di belakangnya. Ia mengambil barang belanjaan yang dibutuhkannya. Terus begitu sampai Panji mengeluh.
"Kapan beresnya sih? Lama amat!"
Rere mencubit pinggang Panji hingga cowok itu memekik kesakitan. "Nurut kenapa sih?! Ini bunda lo yang nyuruh."
"Lagian bunda ngapain sih nyuruh belanja malem-malem gini? Kayak nggak ada hari besok aja, padahal gue mau jenguk cewek gue," keluh cowok itu sebal. Tadinya mau jenguk doi, eh malah disuruh bunda buat belanja. Panji ini ciri-ciri anak durhaka.
"Dasar gak modal, jengukin doi kok bawa Mangga dapet nyuri!" Rere menjulurkan lidahnya, meledek Panji.
Panji hanya menghela nafas sabar. Sudah bertahun-tahun bertetangga dengan Rere membuatnya terbiasa dengan tingkah menyebalkan gadis itu.
"Kabar Nenek lo gimana Re?" tanya Panji mengalihkan topik.
Rere melirik sekilas, dia kembali fokus memilih belanjaan. "Udah mendingan, kemarin emang sempet drop," Rere memasukkan buah apel ke troli, "kalau inget ke situ, rasanya pengen cepat lulus sekolah, biar bisa nemenin nenek di Bali."
Panji menatap Rere dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Jadi setelah lulus, lo mau pindah ke sana?" tanya nya yang dibalas anggukan oleh Rere. "Bakal ninggalin gue?"
Rere menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merasa janggal ditanya seperti itu oleh Panji. "Ya gimana, nenek gue sendirian di sana, lagian di sini juga gue udah gak punya keluarga."
"Jadi gue gak lo anggap keluarga?" Panji membuang muka, tak mau bertatapan dengan gadis di sebelahnya.
"Bukan gitu tapi—"
"Tapi apa?!" sela Panji.
Rere memejamkan matanya sejenak, "Panji, gue ke Jakarta karena ikut sama orang tua gue. Sekarang mereka udah gak ada, jadi nanti setelah lulus, gue bakal balik ke Bali."
"Emang susah ya ngomong sama orang yang gak peka."
__
Part ini kayaknya penuh sama Rere dan Panji aja deh, mau masuk konflik tapi masih pengen liat Asya sama Aksa manja-manja terus😭😭
Btw ini juga menceritakan Rere sama Panji ya, apa benar mereka cuma sekedar tetangga aja? Atau lebih dari itu? Gak ada yang tau sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just A Secret Admirer
Novela JuvenilDiam-diam Asya mengagumi Aksa- pemuda yang menjadi tetangganya. Pemuda dengan senyum manis yang selalu menyapanya di pagi hari. Asya pikir, dirinya hanya pantas untuk menjadi pengagum rahasia saja. Menurutnya Aksa yang memiliki seribu pesona itu tid...