Asya sedang berkeliling pasar malam sendirian, kebetulan sekali. Ia tidak langsung kembali ke homestay, karena pikirannya sedang kacau. Ia masih memikirkan Aksa dan perasaannya. Ia harus memilih berpikir dengan logika atau dengan perasaan? Sangat bingung memilih salah satu dari keduanya.Mau kembali ke homestay pun sangat malas, karena pasti di sana ia akan bertemu dengan Aksa. Untuk sementara waktu, ia akan menghindar dari cowok itu. Untuk menghapus perasaannya, memang sedari awalpun dirinya yang salah karena terlalu berharap kepada Aksa. Ia hanya butuh waktu.
Lambat laun, pasti perasaannya akan hilang dengan sendirinya. Biar waktu yang menjawab semuanya, kita hanya bisa menjalankan.
Ia sengaja mampir ke pasar malam, untuk mengalihkan pikirannya sejenak dengan bersenang-senang disini. Asya tidak berencana menaiki wahana wahana, tetapi ia hanya berputar-putar saja.
Malam ini, udaranya cukup dingin. Ia memang hanya memakai kaos lengan pendek, dan tidak membawa hoodie. Jadilah berakhir kedinginan.
"Dingin banget deh, jadi nyesel ga bawa jaket." Asya menggesekkan kedua telapak tangannya, guna mengurangi rasa dingin.
Asya celingukan sendiri, menoleh ke kiri dan ke kanan. Ternyata sepi juga ya jika tidak ada teman, apalagi dimalam yang dingin seperti ini.
"ASYA!" Teriakan seseorang membuatnya terkejut. Asya kenal dengan pemilik suara itu, Rere.
Terlihat Rere tengah berlari kearahnya diikuti oleh sosok yang sedang ia hindari--Aksa. Cowok yang ia hindari malah mendatanginya, Rere juga untuk apa mengajak Aksa kesini.
"Haduh!! Lo gimana sih Sya, udah malem gini malah keluyuran. Ga baik kena angin malem, yang ada lo bakalan sakit! lagian ngapain lo di pasar malem gini? bandel banget sih!" Setelah menghampiri Asya, cewek itu mengomel karena Asya yang sudah malam seperti ini masih berada di luar. Selain tak baik untuk kesehatan, takut juga sesuatu terjadi kepada asya.
"Ya udah, ayo kita ke homestay," ajaknya. Dari pada mendengar omelan Rere, Asya lebih memilih tak memedulikannya.
"Saya kira kamu kemana Sya.." Rasa lega telah menyelimuti diri Aksa. Asya hanya tersenyum untuk menanggapi. Aksa tertegun sesaat, tak biasanya Asya diam seperti itu. Aksa merasa di-cuek-an oleh Asya.
"Ayok! Katanya mau balik," ajakan Rere membuat lamunan Aksa buyar.
Di sepanjang perjalanan sampai homestay pun asya hanya diam. Berbanding terbalik dengan Rere, cewek itu sedari tadi tak henti-henti nya mengoceh. Asya mendengarkan, tetapi dalam diam. Rere peka akan hal itu, sangat tahu apa alasannya tanpa Asya beri tahu.
Rere menghela nafas panjang. "Sya? Lo ga mau cerita gitu ke gue?" Rere menepuk pundak asya dua kali, "Jangan dipendam, ungkapkan aja, biar ga sakit, gue siap jadi pendengar buat lo. Ya walaupun ga bisa ngasih saran banyak," Cewek itu menampilkan cengiran nya.
Kini giliran Asya yang bercerita, ia menarik nafasnya dalam-dalam, bersiap menceritakan semuanya. "Re? Menurut lo, gue ini suka apa cuma obsesi sih ke kak Aksa? Makin kesini, perasaan gue semakin bertambah tapi gue gak berani ngungkapin. Kenapa sih gue harus suka sama dia? Dari sekian banyaknya cowok, kenapa harus dia? Guru gue?
Gue capek berharap terus, tapi ga dinotice sekalipun. Gue kurang cantik ya? atau kurang menarik? atau selera dia yang tinggi? Makin sini gue sadar, kalo pak Aksa itu dari awal emang nganggep gue sebagai murid, gak lebih dari itu. Ini emang gue yang salah, perasaan itu bikin gue bimbang." Asya menatap kosong ke arah jendela kamar. Meratapi nasib cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
Rere menatap lekat Asya, dapat di lihat cewek itu menahan lelah, "Rasa suka lo itu bukan obsesi, tapi cinta. Obsesi itu dimana suatu perasaan yang bikin kita melakukan apa aja buat dapetin 'itu', tapi nyatanya lo gak gitu. Lo milih jadi secret admirer, itu artinya lo cinta sama Pak Aksa. Ini bukan tentang fisik, lo nggak cantik atau lo ngga menarik. Sama sekali bukan itu, ini tentang cinta, lo tahu sendiri kan cinta itu datang karena sendirinya? Bukannya lo sendiri begitu?
Berharap tanpa ada kepastian emang berat Sya. Dan, perasaan lo juga ga salah. Suka, cinta, sayang, dan benci itu adalah hak setiap orang Sya. Lo ada di antara dua pilihan, lupakan walau susah, atau bertahan tanpa ada kepastian yang bikin lo sakit." Rere menjelaskan dengan panjang lebar, memberi sedikit saran kepada sang sahabat. Karena, Rere juga pernah berada di posisi Asya, dan rasanya campur aduk. Sakit, sedih, dan bingung.
----
Jam 10 pagi, semuanya murid yang mengikuti studytour sudah ada di candi Borobudur. Bangunan bersejarah, di buat oleh bebatuan yang sangat tinggi.
"Re sini deh! Foto ayo."
"Pake camera lo?"
Asya berdecak. "Ya iyalah, itu gunanya gue bawa camera."
Mereka berswafoto beberapa kali, hingga tak sadar sedari tadi ada Aksa yang memperhatikan mereka, lebih tepatnya Asya.
Entah, Aksa rasa asya menghindari nya sejak kemarin. Tadi saat di bus juga, Asya berpindah tempat duduk ke dekat kaca. Dan jika berpas-pas-an juga gadis itu langsung menundukkan kepala nya lalu pergi begitu saja, tanpa ada sapaan.
Ya, Aksa yakin bahwa Asya memang menghindar darinya. Tetapi apa alasannya? Itu pertanyaan yang sedari tadi membuatnya bertanya-tanya. Jujur, dirinya tidak mau Asya mencuek-an nya.
Rere dan Asya nampak berjalan ke arahnya, Rere yang menggandeng tangan Asya dan Asya yang lagi-lagi menundukan kepalanya saat berada di hadapan Aksa.
Sebelum berlalu pergi melewati nya, Aksa terlebih dahulu mencekal pergelangan tangan Asya.
"Sya, kita perlu bicara."
--
Eyoww!
Gimana nihhh
Sehat kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Just A Secret Admirer
Fiksi RemajaDiam-diam Asya mengagumi Aksa- pemuda yang menjadi tetangganya. Pemuda dengan senyum manis yang selalu menyapanya di pagi hari. Asya pikir, dirinya hanya pantas untuk menjadi pengagum rahasia saja. Menurutnya Aksa yang memiliki seribu pesona itu tid...