10. jealous

29 6 0
                                    

Asya terjebak di apartemen Aksa—kekasihnya itu tiba-tiba menjemputnya pulang sekolah dan membawanya ke sini. Asya dibuat kesal karena sedari tadi Aksa tidak membuka suara sama sekali. Kekasihnya itu terus saja menatapnya, Asya sedikit takut ditatap dalam seperti itu.

"Kak, aku di sini disuruh diem aja gitu? Bosen ah aku mau pulang!" Asya berdiri, baru saja hendak melangkah tangannya dicekal oleh Aksa. Aksa yang masih duduk di sofa itu menarik tas Asya hingga gadis itu kembali terduduk di sebelahnya. "Apa sih kak, aku mau pulang!" Kesalnya.

"Siapa yang nyuruh kamu pulang?" Tanya Aksa dengan nada datar dan tatapan mata yang tajam.

Tanpa diduga-duga Aksa merebahkan dirinya dan menjadikan paha Asya sebagai bantal, lelaki itu memejamkan matanya. Asya yang peka segera mengusap-usap rambut sang kekasih, jemari tangannya sesekali masuk ke sela-sela rambut hitam legam itu.

"Kamu kenapa sih Kak, hari ini aneh banget," kata Asya.

"Ck, dasar gak peka," cibir lelaki itu. Dia mengubah posisi, tubuhnya ia miringkan sehingga wajahnya berhadapan dengan perut ramping gadisnya. "Kamu jangan deket-deket sama Panji, aku nggak suka!"

Asya menahan senyumnya, ia hanya berpura-pura tidak peka, "Gimana ya? Tapi Panji itu sahabat aku, masa iya aku jauhin."

"Kamu nggak nurut, aku suruh kamu ganti bajunya malah nggak didengerin, pakai make-up segala lagi," sinis Aksa. Dia ini possesive, apa yang menjadi miliknya, orang lain tidak boleh melihat. Apalagi Asya itu cantik dan famous.

"Ooh jadi kamu cemburu!" kata Asya sembari tersenyum meledek, Aksa yang melihat itu langsung memalingkan wajah, ngambek ceritanya.

"Gak tahu ah, males!" Kali ini tawa Asya pecah, tidak lagi ditahan seperti sebelum-sebelumnya. Ia dibuat gemas.

CUP

Asya memalingkan wajah setelah mencium bibir Aksa sekilas, ia melihat sekelilingnya asal tidak bertatapan dengan lelaki yang menjadi kekasihnya saat ini. Dia malu.

"Sayang kok sebentar banget sih? Yang lama dong!" Rengek lelaki itu seraya memeluk pinggang ramping Asya.

--

Di tempat lain, seorang lelaki tengah duduk di kursi kebesarannya. Dia sesekali mengetuk meja kerjanya menggunakan bolpoin yang ia genggam. Berkas dan map penting berjejer rapi, laptop dan bingkai foto seorang gadis.

Di depannya ada bawahan sekaligus asisten pribadinya yang berdiri sembari menyerahkan beberapa lembar kertas berwarna putih, yang isinya biodata seseorang.

Lelaki itu tersenyum kecil ketika melihat foto gadis yang ia cintai, tangannya mengusap-usap foto tersebut. "Bagaimana kabarnya?"

"Dia selalu baik, tapi kali ini dia sudah memiliki kekasih, mereka berkencan sekitar seminggu yang lalu. Tadi orang suruhan saya mengabari jika dia datang ke apartemen kekasihnya," jawab Jaylen—sang tangan kanan. Jaylen cukup tahu, siapa gadis yang ia selidiki, dia adalah Asya—gadis pertama yang berhasil membuat Daniel— sang bos jatuh hati.

Deniel terkekeh mendengar jawaban asistennya, ia menaruh biodata itu ke dalam tas kerjanya. "Tidak masalah, teruslah awasi dia, jangan sampai ada yang melukainya, dan satu lagi jangan mengganggu hubungan mereka." Setelah berkata begitu Daniel segera melangkahkan kakinya, pergi dari ruangan itu.

__

"Kak Aksa, kalau misalkan aku pergi terus selingkuh sama yang lain gimana?" tanya Asya asal. Mereka sedang berada di dalam mobil, Aksa yang menyetir, berniat untuk mengantarkan gadisnya pulang karena ini sudah malam. Ya walaupun ia sedikit tidak rela sih, padahal dia sudah memaksa Asya untuk menginap di apartemen tapi ditolak mentah-mentah oleh gadis itu.

Aksa berdecak malas lalu melirik gadisnya sekilas, satu tangannya ia gunakan untuk menggenggam tangan Asya. "Jangan mulai deh," peringat Aksa, "nggak akan ada yang bisa rebut kamu dari aku, kamu selamanya akan selalu milik aku. Mau selingkuh sama siapa sih emangnya? Panji?"

"Ngapain sama Panji?!" Asya memutar bola mata-nya malas. Selalu saja nama Panji yang lelaki itu sebutkan.

"Ah pake segala ngapain, tadi aja rangkulan, mesra banget lagi. Udah lupa sama pacarnya kali," sindir Aksa yang dihadiahi cubitan dari gadisnya.

"Awwh!" pekiknya, ia mengusap pinggangnya yang dicubit tadi. Mau tahu rasanya? Rasanya seperti anda digigit ironman, Anjing banget! Tapi mana mungkin si Aksa yang bucin itu mengumpat di depan sang pacar.

"Sukurin! Perasaan Panji lagi yang kamu bahas, jealous ya," Aksa hanya menggeleng saja, jangan ditanyakan lagi bagaimana kesabarannya, yang jelas masih tersisa banyak kalau menyangkut Asya.

Setelahnya keadaan mobil kembali hening, dan tidak lama kemudian sampailah mereka di depan pagar rumah Asya. Rumahnya terlihat sepi karena bunda dan ayahnya yang sedang pergi ke negara tetangga untuk perjalanan bisnis.

Asya membuka safety belt, ia melirik Aksa. "Aku pulang dulu ya, makasih udah mau nganterin." Aksa mengangguk dan menarik tengkuk sang gadis.

CUP

"Terimakasih kembali, oh ya, besok aku ngajar, kamu jangan lupa pakai baju yang dari aku loh. Kecuali kalau ada pemotretan, kalau itu sih ya nggak apa-apa. Besok aku jemput lagi."

"Aku besok mau bawa mobil sendiri aja deh kak, bareng Rere juga, udah janjian kemarin," ucapnya merasa tidak enak karena menolak permintaan Aksa. Tapi untungnya Aksa tidak mempersalahkan, dan mengizinkannya untuk mengendarai mobil sendiri.

"Ya udah dadah kak!"

"Bye!"

--

Besok ada tes lisan, males banget ah!
Ke random-an semalem! Aku mau up ceritanya jam 7 tapi nggak jadi karena ketiduran, dilanjut aku mimpi 'oh iya aku belum belajar buat tes lisan besok' alhasil mata langsung melek lagi.









Just A Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang