Lagu bitter love yang dicover oleh penyanyi cafe perempuan mengalun lembut memanjakan indra pendengaran Rainy. Lagu dengan gaya musik bossa nova itu sangat pas dinikmati dengan secangkir cappucino.
Ditambah lagi hujan yang turun selepas isya, menambah suasana cafe menjadi lebih syahdu.
Rainy duduk di table no 10. Letaknya tepat berhadapan dengan jendela besar yang langsung menghadap ke jalanan.
Air hujan yang memercik ke jendela membuat kaca itu sedikit buram. Sehingga mengaburkan pandangan Rainy yang sedang tertarik melihat orang yang berlalu lalang di pedestrian.
"Apakah kamu keberatan jika kami duduk di samping mejamu?" Suara perempuan yang tidak asing itu menyapa indra pendengaran Rainy.
Rainy memalingkan mukanya menghadap perempuan itu. Nampak Julia dan Angkasa berdiri menjulang di hadapan Rainy yang sedang duduk bersandar di penyangga kursi yang terbuat dari kayu.
"Sure, tidak ada namaku di meja itu" Mendengar jawaban dari Rainy, Julia menarik lengan Angkasa untuk segera menempati meja yang ada di sebelah meja Rainy.
Rainy kembali menikmati hujan tanpa memperdulikan dua pasangan sejoli itu. Rainy hanya berharap temannya segera datang karena ia sudah terlambat 20 menit dari waktu yang telah mereka sepakati.
"Kamu mau pesan apa mas?" Julia membolak balik buku menu. Menanyakan menu yang diinginkan oleh Angkasa.
Angkasa tidak menyentuh buku menu yang diberikan oleh pelayan. Kedua matanya masih fokus menatap seseorang yang duduk di depannya. Angkasa duduk menghadap meja Rainy.
Angkasa memindai penampilan Rainy yang sekarang sangat berbeda. Rambutnya yang dulu panjang sekarang ia potong pendek di atas bahu. Bahkan perempuan itu tidak risi mengenakan sweater sabrina yang mengekpos bahu putihnya.
Dan yang paling Angkasa tidak suka. Rainy merajah bahunya dengan gambar bunga Dandeleon.
"Aku mau Beef Enchilada dan Tarro latte" Julia nampak sibuk dengan pesanannya kepada pelayan.
"Kamu mas?" Julia menoleh ke Angkasa seraya menutup buku menu miliknya.
"Cappucino dan chocolate dome" menu yang disebutkan Angkasa ternyata sama dengan menu yang ada di hadapan Rainy.
Entah mengapa ia memesan menu itu padahal ia tidak menyukai makanan manis yang banyak mengandung gula.
"Maaf, tadi di toko sangat banyak pesanan. Jadi aku telat" Sadewa buru-buru menyambangi meja Rainy. Nafasnya sampai terengah-engah karena dia berlari menerobos rintik hujan.
Jarak dari parkiran ke cafe rupanya cukup membuat baju pemuda itu basah. Sadewa memang lupa memasukkan payung ke dalam mobilnya. Sehingga ia memilih nekat menerobos hujan yang lumayan cukup lebat.
"Bajumu basah. Kamu bisa kena flu" Rainy mengambil sapu tangannya dari dalam sling bag. Lalu ia menyerahkannya kepada Sadewa.
"Lap dulu kepalamu. Biar rambutmu tidak terlalu basah supaya tidak pusing" Sadewa menurut. Ia mengelap mukanya kemudian rambutnya.
"Aku ke toilet sebentar. Akan aku ambilkan paper towel. Sepertinya sapu tangan itu sudah terlalu basah" Sadewa mengangguk membuat Rainy melangkahkan kakinya menuju toilet.
Rainy mengambil beberapa lembar paper towel yang ada di dalam bilik toilet. Ia lalu buru-buru keluar agar Sadewa tidak lama menunggu.
Namun pandangan perempuan itu bersirobok dengan Angkasa yang ternyata sedang mencuci tangannya di wastafel. Rainy tidak mengacuhkan Angkasa. Namun ucapan Angkasa menghentikan ayunan kakinya.
"Apakah kamu kurang belaian sehingga menjadikan remaja itu sebagai kekasihmu?" Mulut Angkasa cukup tajam menusuk ke telinga Rainy.
"Apa pedulimu? Urusi saja urusanmu" Rainy terlalu malas meladeni Angkasa. Pria itu pasti ingin mencari gara-gara lagi dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa Membenci Hujan (Masih Lengkap-END)
RomanceAngkasa membenci Rainy, itu kenyataannya. Ada harga yang harus dibayar Rainy karena ibunya telah menghancurkan keluarga Angkasa. Lantas apa saja yang dilakukan Angkasa kepada Rainy untuk menuntaskan dendamnya? Dan apakah Rainy akan diam saja melihat...