Mozaik 33

11 3 0
                                    

"Sudah sampai mana perkembanganmu, nak?," Tanyanya dengan suara beratnya lantas menyeruput teh hangat itu.

Debur ombak terdengar indah di setiap telinga. Angin tahu betul bagaimana menyejukkan suasana malam itu. Hingga kicau bangau menambah syahdunya suasana.

"Aku sudah bisa memunculkan angka sesukaku, ayah," Jawab anak dengan rambut kriting berwarna blonde itu.

"Bukankah sudah kubilang kau sudah harus mengendalikan orang dengan dadumu di evaluasi minggu ini?," Nada pria itu naik satu oktaf.

"M-maaf ayah," Ujarnya ragu.

"Kau yang paling aku andalkan disini, Marcell. Jadi jangan terlalu banyak bermain, kau harus menuntaskannya," Titahnya penuh penekanan.

"B-baik..," Jawab Marcell mengerjap cemas.

Mata Marcell berubah menjadi merah setelah mengatakan itu. Ia mengepalkan tangannya kuat. Selepas evaluasi mingguan itu, mereka kembali ke asrama. Marcel sudah melempar dadunya ke sembarang arah dengan matanya yang masih merah.

"Marcell, kendalikan dirimu," Tutur Wira memegang pundak Marcell berusaha menyadarkannya.

"Siapa namanya? Najma? Bagaimana dia bisa lebih kuat dariku sementara dia tidak dilatih seperti kita disini?!," Oceh Marcell dengan nafas yang memburu.

"Ayolah, Najma itu hanya liar. Dia bisa lumpuh dengan serangan ingatan. Kau pasti bisa melumpuhkannya," Wira berusaha meyakinkan.

"Kurasa minggu lalu kau berkembang pesat, kenapa tidak bisa mencapainya?," Tanya Wira penasaran mengingat perkembangan sebelumnya hanya butuh waktu dua hari.

"Dia cerdik, dia tahu aku mengendalikan dadu. Dia memanfaatkan suara Justine yang terus membentak untuk memotong rantai pelemparan daduku."

Bahkan Wira tercengang mendengarnya. Najma seakan lebih terlatih dari mereka mereka yang tinggal di asrama dengan master khusus.

"Lalu apa rencanamu? Kurasa Najma sudah sering menggunakan kemampuannya di luar sana sampai dia bisa memotong rantai kemampuan yang lain?," Wira tampak bertanya tanya. "Apa benar yang dikatakan ayah? Hanya yang memiliki kemampuan synesthesia seperti Najma yang bisa menguasai—,"

"DIAM!," Bentak Marcell dengan mata menyala. "Dia tidak akan lebih baik dariku, aku yang paling kuat disini,"

***

"Kalahkan aku kalau begitu," Ujar Najma pada Jauhar yang terus berpikir bagaimana cara agar dia bisa menang melawan Najma berlari di lapangan saat jam olahraga.

"Engga ah, lo bisa aja pake magic magic ulala lo itu," Tolak Jauhar merasa Najma sudah sangat ingin menjahilinya.

"Kalau begitu... tidak akan kuberitahu apapun," Putus Najma tersenyum jahil.

"Ma.., jangan ginilah, yang lain deh," Jauhar benar benar putus asa kalau Najma sudah jahil begini.

"Apa ya Har? Tidak ada lagi, aku cuma mau itu,"

"Ya udah jelas kalah gue kalo gitu," Sanggah Jauhar menepuk pahanya.

"Ya itu tau, artinya aku tidak bisa memberitahumu apapun," Najma kemudian beranjak dari sana selepas tersenyum lebar sekali.

"Lo beneran rencanain sesuatu yang gede ya? Oke, gue bakal buntutin lo mulai sekarang awas aja,"

"JAUHAR," Tegas Najma. "Kenapa si mau aja ngikut aku? Ntar kamu luka gimana? Kalo tiba2 ada monster gantung kamu gimana?,"

"Jangan nakut nakutin gitulah anjir," Sergah Jauhar bergidik ngeri.

"Udahlah ayo ke kantin, aku laper," Ajak Najma kemudian.

Story Of Symphony - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang