Mozaik 8

47 9 0
                                    

Pagi itu, Fajar menyapa penuh arti memerintah semua orang untuk kembali dari pelayaran di negeri impian mereka. Lalu disusul dengan kokok si Jago di ujung menara sederhananya, memberikan tanda bagi seluruh yang bernyawa bahwa lembaran skenario baru telah di buka. Yang artinya semua akan menjalani idup mereka masing masing sesuai skenario tuhan tanpa mendua duga.

Udara masih lembab. Najma sengaja untuk bangun lebih awal dari biasanya. mengingat hari ini masa orientasi yang ia ikuti sebagai peserta akan dilaksanakan, Najma kembali mengecek kelengkapan barang barang dan busana yang harus ia kenakan nanti. ya..meskipun ia tahu pasti kalau semuanya sudah lengkap. memang sejak semalam ia tak bisa tidur. jika barang barang Saarah, Justine, dan Chandra disiapkan oleh buttler kepercayaan mereka, Najma tidak ingin barangnya disiapkan. Ia ingin berjuang sendiri.

Setelah mengeringkan badan dengan handuk, Najma mulai mematut matut dirinya di depan cermin. Sesekali ia melirik busana di atas kasur yang harus ia gunakan nanti. Astaga, enggan sekali ia menggunakannya. Seragam biru-putih, sepatu 100% hitam, kaus kaki 100% putih, rambut dikepang dua dengan tali pita warna berbeda, potongan setengah bola yang sudah di chat motif sesuai instruksi sebagai topi, lalu tas dari kain warna sesuai instruksi yang sudah penuh dengan barang barang. Astaga, rasanya Najma tak ingin dihukum hanya karena satu kesalahan pun. Pada akhirnya ia masih belum berbusana sampai Saarah telah selesai mandi.

"Ya ampun Najma, kenapa kau masih belum berbusana? bukankah kau yang memaksaku bangun agar tidak telat nanti?," Suara Saarah menggema di sekuruh sudut kamar yang terbilang megah. Ia lalu mengoceh sejadi jadinya merasa tidur nyenyaak nya terganggu.

"Kurasa tak akan ada beda diriku dengan gembel di luaran sana saat aku memakai busana konyol ini...," Najma masih memandangi pantulan dirinya di cermin.

Saarah semakin kesal mendengar jawaban Najma. Ia melangkah cepat menghampiri teman sekamarnya itu. Lalu ikut berdiri disamping Najma memandang cermin dengan tangan terlipat.

"Lihat! berapa lama kau memandangi dirimu di cermin itu?satu jam? dua jam?," Saarah yang selalu takut di hadapan Chandra, yang tampak tenang dengan wajah kearab arab an nya kini berubah menjadi seorang anak perempuan yang judesnya minta ampun. ya.. seperti itulah Saarah sebenarnya.Ia semakin membuat Najma bergidik bingung dengan pertanyaannya.

"Kau terlalu indah untuk disamakan dengan gembel-gembel itu Mashita Najma..," Jelasnya memegang pundak Najma. "cepat pakai, atau Chandra akan membunuhmu jika kau sampai terlambat..," bisik Saarah penuh ancaman mengacungkan telunjuknya.

"siapa?,"

tiba tiba saja suara seseorang terdengar dari dari arah pintu.

Sarah dan Najma membatu melihat pantulan wajah seseorang di cermin. itu Chandra. sejak kapan ia berdiri disitu? Apa bisikan ku terdengar olehnya? tuhan tolong jangan cabut nyawaku hari ini...,, Batin Saarah memohon sambil menggigit bibirnya. seketika tubuhnya melemas.

Suara Chandra yang berwarna biru sedingin wajahnya berkelebat di pandangan Najma. mata sendu Najma sedikit membulat. ia lalu berbalik memberanikan diri menatap Chandra yang sama sekali tak ber ekspresi.

"s-sebentar, kupastikan sepuluh menit k-kita akan sampai ke bawah..,"gemetar. Najma sendiri enggan melihat warna suara nya yang kelabu tak beraturan seperti benang rusak tak berujung.

Mengangguk lalu pergi begitu saja. sudah terlatih dengan sifat dan sikap Chandra yang kelewat dingin, Najma dan Saarah bersyukur karena Chandra tak menyerang mereka dengan pisau dapurnya.

"ayo cepat!," Najma mendesak membuyarkan Saarah dari lamunannya.

***

Semua peserta sudah duduk dengan rapi sesuai kelompok di aula lantai 3. Astaga, betapa malangnya Najma harus satu kelompok dengan Justine. sejak berangkat tadi Justine terus saja menyembunyikan wajahnya tak kuasa meanahan tawa karena melihat penampilan Najma. tapi itu semua karena mereka satu mobil dengan Chandra. sekarang, mereka sudah terpisah Jauh dari kelompok Chandra. Jadilah Justine tertawa sejadi jadinya saat ia sudah duduk satu kelompok dengan Najma. padahal ia sendiri mengenakan busana yang sama, hanya saja ia tak dikepang dua dengan pita beda warna. ingin rasanya Najma menangis, tapi air matanya tetap saja tak bisa keluar. seingatnya, memang tak pernah ia menangis selama di rumah keluarga Prasetya.

Story Of Symphony - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang