Mozaik 13

41 7 0
                                    

Gerusah gerusuh di pojok UKS membuat konsentrasi Arjuna yang sedang memimpin rapat dengan anggota UKS pecah. Kali ini ia benar benar kesal. Dirasanya, tak ada satupun dari juniornya yang punya sopan santun. Meskipun wajar karena MOS mereka kemarin gagal total. Arjuna memutuskan beranjak dari kursi dengan kasar, membuat anggota rapat ikut serta berdiri. 

"WOY! BISA SOPAN DIKIT GAK SIH?," Begitulah teriakan Arjuna yang langsung menggema di ruang UKS. Ia tak peduli meski ada cctv yang terekam langsung ke kantor guru.

"GAK BISA KAK! EMERGENCY!," Yang diteriaki malah balas berteriak dengan gaya Khasnya.

'sial', Rutuk Juna mengepalkan tangan

"Nyari apaan dek?" Radya selaku pimpinan anggota UKS berusaha menengahi sebelum Juna mengomel lebih jauh lagi.

"TANDU KAK TANDU!!!," Hita masih membongkar bongkar pojok UKS.

Semua yang menyaksikan kerusuhan Hita saling toleh. Bukankah tandunya tidak ada? itulah yang mereka pikirkan secara bersamaan. Arjuna kembali duduk bersandar dengan santai ,"Emang siapa yang mau digotong?," Begitulah ucap Juna dengan nada mengejek, lantas terkekeh kecil.

"N-NAJMA KAK!," Hita menghentikan kerusuhan dan menatap Arjuna yang kini diam menelan ludah.

"BEGO!," Juna berdiri mendekati Hita." Biar gue aja yang angkat, gak ada tandu!," Belum selesai ujung kalimatnya ia sudah berlari keluar UKS menarik tangan Hita.

"ARJUNA LANGSUNG BAWA KEDEPAN GERBANG, NANTI AKU PINJEMIN MOBILNYA PAK SATYA!," Radya setengah berlari mengikuti Arjuna. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Peralatan di UKS masih belum lengkap karena masih awal tahun ajaran baru. 

Arjuna bergegas menuju kerumunan yang tampak di tengah lapangan. Ia berhenti, sementara Hita sudah membelah kerumunan. Arjuna berpikir sejenak, apa harus ia menolong Najma? Gadis yang tempo hari mempermalukannya di depan komandan polisi- pamannya sendiri? Memalukan. Bahkan sampai detik ini, umpatan sang paman masih terngiang di kepalanya 'pemimpin macam apa kamu ini? bagaimana bisa kamu memimpin negara jika memimpin MOS saja tidak bisa? percuma aku mendidikmu! tak berguna!,'

AARRGGHH,Arjuna mengepalkan tangannya. Sama saja ia pemimpin hina jika ia melanggar kata katanya sendiri di UKS tadi. Entah apa yang membuatnya memutuskan untuk membawa Najma tadi di UKS.

"BIAR SAYA SAJA PAK YANG MEMBAWANYA!," teriaknya ikut memecah kerumunan. 

***

Rinai hujan yang sedang meluncur di jendela memanglah indah. Tapi itu membuat buram mata untuk memandangi Kesibukan di jalan raya sana.Sudah jam tiga lebih. Jalan raya itu sedang sibuk dengan manusia manusianya yang sedang bergegas mengendara, berharap segera sampai di rumah menemui keluarga mereka. Bagaimana pula dengan nasib seorang anak yang sedang memandang kesibukan itu. Ia juga ingin pulang menemui keuarganya dirumah. Tapi, rasanya tidak mungkin. Sejak tadi ia hanya berdiri memandangi jendela, sesekali melirik gadis yang masih memejam lemah dengan selang infus di tangan kirinya. Astaga, kenapa tak satupun dari keluarganya datang? bukankah gadis itu berasal dari keluarga terpandang?. Bagaimana mungkin ia harus meninggalkannya seorang diri tanpa memastikan ada yang datang menemaninya. 

"Arrgghh,"

Arjuna tersadar dari lamunannya. ia terkejut mendengar seseorang berseru setelah terlalu lama ia melamun. Arjuna merapatkan tubuhnya ke dinding dekat jendela. Ia tersadar, bukankah wajar ia mendengar orang berseru kesakitan di rumah sakit?  Bodoh. Arjuna bergegas mendekati kasur pasien. Dilihatnya Najma mencengkram rambut kepalanya sembari berusaha untuk duduk. Tidak, dia bukan hanya berusaha untuk duduk, tapi juga turun dari kasur nya. Arjuna refleks menahannya. 

"Lo mau ngapain?," Tanya Arjuna memegang kuat kedua bahu Najma.

Najma menatap Arjuna bingung. Bagaimana bisa Arjuna ada disini?.

"A-Aku mau pulang!," Jawab Najma berusaha melepas tangan Arjuna.

Apa? Pulang? Menyebalkan sekali, apa dia tidak tahu aku menunggunya sadar selama tiga jam? setelah sadar, tanpa terima kasih, dengan mudahnya mengatakan aku mau pulang? dasar menyebalkan! Arjuna mengumpat dalam hati sembari menatap Najma tajam.

"Pulang? sama siapa? dari tadi gue doang yang nungguin lo disini," Arjuna membentak membuat Najma tercengang. "Dokter bilang cairan infus itu harus harus habis baru lo boleh pulang!," Arjuna melepas tangannya dari bahu Najma.

Najma tersenyum,"Botol infusnya bisa dibawa kak, mereka juga pasti menungguku diluar," 

mereka? siapa? Ucapan  Najma membuat Arjuna penasaran, ia bergegas menuju pintu ruangan lalu membukanya. Cepat cepat Arjuna menutup pintu itu kembali setelah melihat masing masing dua bodyguard yang tampak berjaga jaga di sisi kanan dan kiri pintu. 

Arjuna menatap Najma yang ternyata sudah membawa botol infus dan turun dari kasur. Najma berjalan menuju pintu dengan bertopang pada dinding rumah sakit. Najma terhenti di hadapan Arjuna yang masih berdiri bersandar di daun pintu menghalangi jalannya untuk keluar. Iris coklat tua milik Najma bertumpuk dengan iris hitam Arjuna.

"Kak kepalaku masih pusing! beri aku jalan lalu kita bisa pulang sekarang?,"

"K-Kita?," 

"Ikutlah denganku, mereka bisa mengantarmu setelah mengantarku ke rumah," Jujur saja tidak memungkinkan untuknya untuk bicara panjang lebar seperti ini, tapi Arjuna terus memaksanya untuk bicara.

Arjuna pun tak ada pilihan lain. Entah apa yang membuatnya tiba tiba mengangguk lantas merangkul Najma dan membawakan botol infusnya. Arjuna membukakan pintu. Salah satu bodyguard bergegas mengambilkan sebuah kursi roda melihat Najma keluar ruangan. Najma duduk di kursi itu dan bersandar. Jika boleh Arjuna ingin berjalan di belakang bodyguard saja meski pada akhirnya ia pulang dengan mobil yang sama. Tapi tangan kanan Najma meraih tangan Arjuna, menggenggamnya tanpa rasa ragu seakan memaksa Arjuna untuk berjalan disampingnya.

Ia memandangi Najma yang menatap lurus kedepan dengan tenang. Kali ini ia tidak bisa menyangkal kenyataan kalau ia memang mengagumi gadis yang memiliki keindahan paras laksana sang lembayung, yang selalu membuat semua orang tersenyum karena aura bak cahaya sang purnama kedua belas, yang setiap gerakannya begitu gemulai bak ilalang, yang mata sendunya seindah kelopak bunga. Ia bahkan lebih pantas menjadi seorang putri bangsawan dari pada menjadi anak angkat keluarga dengan putra tunggalnya yang pshyco itu.

"Biar gue aja yang bawa!," Arjuna mengambil botol infus dari tangan Najma. Mereka sudah duduk di bagian tengah mobil yang sekarang tengah menuju kediaman keluarga Prasetya. "Lo boleh bersandar dipundak gue kalau mau," 

Tawaran macam apa itu, tawaran itu malah membuat Najma menahan tawa. Tapi ia memang masih merasakan pusing. Menurut cerita dari Hita, Arjuna sangatlah kompetitif, dingin dan cuek pada kaum hawa. Untungnya tak berlebihan seperti Chandra. Bahkan sebuah cerita dari Hita sampai membuat Najma enggan menoleh Arjuna ketika tak sengaja berpapasan di sekolah. Entah itu nyata atau karangan Hita saja. Tapi Hita bilang saking cueknya Arjuna, ia bahkan melewati seorang gadis pemilik yayasan yang sedang jatuh dari tangga seakan tak terjadi apa apa. Astaga, hari ini Najma dibuat terkejut dengan perhatian Arjuna meski Najma tahu tawaran tadi di ucapkan Arjuna dengan warna suaranya yang biru, dingin.

"Terimakasih," Najma meletakkan kepalanya di pundak Arjuna. "maaf tadi lancang menyentuh kak Juna, mereka akan mengusirmu jika aku tidak melakukannya," Bisik Najma mulai terlelap.

Arjuna paham, tidak mungkin Najma bertindak bodoh menyentuhnya sembarangan. Saat ini Arjuna hanya berharap semoga Najma tak mendengar detak jantungnya yang berdegup kencang. Ia tak menyangka Najma akan menerima tawaran untuk bersandar di pundaknya.

"Maaf, sebaiknya bangunkan nona di pertigaan sebelum kita sampai. Kurasa tuan muda Justine tidak akan senang jika tahu anda menyentuhnya!," seorang bodyguard yang sedang mengendarai mobil berbicara seakan memberi saran. tanpa diberitahupun Juna terlalu peka untuk kata katanya itu. sudah pasti kata kata itu di ucapkan untuk juna seorang.

Story Of Symphony - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang