"Masih sakit?," Tanya Najma duduk di sisi samping kasur Justine yang sedang mambaca buku.
"Kenapa kesini?," Kaget Justine yang sedari tadi terfokus pada bukunya dan tidak sadar Najma masuk ke kamarnya.
"Tidak boleh?," Tanya Najma lagi merapikan surai hitam Justine yang sedikit berantakan.
"Kau jadi lebih perhatian setelah Marcell menyerangku," Ujar Justine tersenyum lebar menatap Najma.
"Kau bisa mati karena luka itu, aku takut sesuatu yg lebih buruk terjadi," Jelas Najma balas tersenyum menatap Justine meskipun rasa khawatir di wajahnya tidak bisa ia tutupi.
"Tapi buktinya aku baik-baik saja kan?,"
"Berhenti menyepelekan keselamatanmu," sanggah Najma menjewer pelan telinga Justine.
Justine hanya tertawa ringan lantas menarik Najma kedalam pelukannya. Najma menurut tidak memberontak membiarkan Justine memeluknya dengan hangat. Najma ingat bagaimana Justine selalu memeluknya ketika lelah, marah, dan takut kehilangan. Mungkin pelukan kali ini juga berasal dari 3 alasan itu. Nafasnya berat meskipun wajahnya terlihat sumringah membuat Najma reflek menepuk nepuk pelan punggung Justine seakan menyalurkan kenyamanan untuknya.
"Ma?," Panggil Justine dengan suara beratnya.
"Hm?,"
"Kau tahu kan aku selalu berusaha mengambil kemungkinan untuk hidup meskipun hanya tersisa satu persen saja untuk tetap bisa melihatmu?," Tanya Justine membuat Najma menelan ludah karena pertanyaan yang tiba tiba.
"Hm," Jawab Najma singkat dengan anggukan yang terasa di pundak Justine.
"Kalau begitu, berjanjilah untuk tetap hidup juga apapun yang kau alami nanti. Karena percuma kalau aku baik baik saja tapi kau tidak, hm?," Pinta Justine.
"Aku bisa berjanji untuk sekarang, tapi—,"
"Tidak tidak," Justine melepas pelukannya dan menatap Najma dengan sungguh. "Tidak ada tapi, kau harus benar benar berjanji dan menepatinya,"
"Baiklah baiklah," Najma akhirnya mengiyakan agar Justine tidak terlalu memikirkannya.
Setelah mendapatkan jawaban dari Najma, keduanya mulai menceritakan hari hari yang mereka lalui akhir akhir ini. Dengan senyum dan tawa bahagia keduanya yang tanpa sengaja terdengar oleh seseorang yang berdiri di pintu kamar yang sudah sedikit terbuka.
"Kalian sangat bahagia, bagaimana jika aku gagal?," Tanya orang itu lantas pergi dari sana meninggalkan keduanya yang masih tertawa dengan riangnya.
***
"Itu akan menjadi tragedi pembunuhan terbesar," Jawab seseorang yang tengah memerhatikan cairan cairan berwarna hijau di depannya.
"Kau yakin masih mau melanjutkannya?,"Tanya wanita itu menghentikan kegiatannya mengaduk salah satu cairan hijau.
"Kenapa tidak? Orang yang gagal hanya mereka yang berpikir bahwa mereka akan gagal." Jawabnya mantap.
"Aku tidak tahu kau seberani ini," Ujar wanita itu kembali melanjutkan kegiatannya.
Keduanya melanjutkan kegiatan mereka masing masing sampai pintu laboratorium bergeser dan menampakkan seorang pria paruh baya muncul dari sana dengan setelan kemeja putih khasnya yang dibalut dengan jaz laboratorium. Bukannya menyapa, pria itu membelalak kaget karena dua hal melihat siapa yang ada di dalam sana. Pertama karena seorang anak laki laki yang kini menatapnya tajam. Kedua karena wanita yang sudah bertahun tahun tidak muncul di hadapannya itu kembali ada disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Symphony - END
FantasyTidak semua yang terlihat baik adalah baik. Tidak semua yang terlihat buruk adalah buruk. Ini bukan sebuah kisah tentang romansa lama ataupun kisah pertempuran dua dunia. Ini adalah kisah tentang bagaimana kelima remaja di Keluarga Prasetya bertahan...