Mozaik 9

32 8 0
                                    

"Astaga,"Arjuna terkejut melihat salah satu pesertanya bersimpah darah.

"Telfon polisi dan ambulance kak, itupun jika kakak masih ingin menjaga reputasi kakak sebagai ketua OSIS dan reputasi sekolah,"Najma berdiri dan berkata dingin menatap lekat mata Juna.

Juna terperanjat mendengar ucapan Najma meski itu ada benarnya. ia bergegas merogoh hp di sakunya, lalu menuruti keinginan Najma. Najma berlari kecil menuju tepi sungai lalu mengambil dua togkat dan tali di barang bawaannya.

"bantu aku buat tandu kak," sekali lagi Najma memerintah seakan sedang berbicara dengan teman sebayanya. tapi tak ada cara lain, Juna mengerti maksud Najma. tidak mungkin mereka memapah Justine sejauh dua kilo agar keluar dari hutan.

Astaga, Juna tak percaya Najma membuat tandu secepat itu. hanya tujuh menit."Angkat Justine ke atas tandu,"

" Lo yakin kita akan kita bawa dia pakek tandu sejauh dua kilo?"

"BODOH, APA KAU TIDAK LIHAT JUSTINE SUDAH MEMEJAMKAN MATANYA???," Najma mengamuk menatap Juna geram."IKUTI PERINTAHKU JANGAN HANYA UNTUK MENYELAMATKAN REPUTASIMU!!! SESEKALI PIKIRKAN JIKA SAMPAI SESEORANG KEHILANGAN NYAWANYA KARENA ACARA YANG KAU BUAT!!!,"Juna mematung tak percaya. seorang gadis memarahinya.

"O-Okee,"ia akhirnya menurut.

Justine memang seperti orang tak bernyawa, tapi senyumnya tak sedikitpun memudar. tangannya terkepal menahan sakit. entah sedalam apa benda itu berhasil menghunus bagian perutnya. Najma lelah, begitu pula Juna. tapi ia tak ingin berhenti. ia tak ingin terlambat barang sedetik untuk menyelamatkan Justine yang selama ini selalu melindunginya.

setengah kilometer lagi dan mereka akan sampai di perbatasan hutan. beruntunglah mobil polisi dan ambulance itu datang saat itu juga. para petugas medis bergegas melihat calon pasiennya terbaring lemas di atas tandu. Najma bersyukur Justine segera dilarikan kerumah sakit.

"maaf mohon salah satu ikut untuk menjadi saksi,"perintah salah satu polisi.

Najma mengangguk mengiyakan.ia akan memberi keterangan. tidak, ia tak ingin kesana sendiri,"Kak juna, ikutlah bersamaku. Kau harus mempertanggungjawabkan kepemimpinanmu!," tegas Najma melangkah ke mobil polisi. Juna pun ikut melangkah saat komandan polisi itu mengangguk mengiyakan permintaan Najma.

***

Situasinya kacau. Kegiatan orientasi dihentikan. Berita penusukan itu dengan mudahnya menyebar laksana api yang di siram bensin. seluruh peserta di himbau untuk kembali ke sekolah lalu dipulangkan.

yang lebih kacau lagi, Arjuna harus kembali duduk di kursi kantor kepolisian. Menyebalkan. Seorang komandan telah duduk di hadapan keduanya, siap menginterogasi. sesekali, meski malas, Arjuna melirik junior yang belum ia kenal. Mata juniornya itu begitu sendu. ia lebih pantas menangis dengan mata sendunya di situasi seperti ini dari pada memandang tajam tanpa rasa takut, huh, Arjuna memutar bola matanya malas.

"Baiklah Saudari...," Komandan memulai. ia sedikit memicingkan mata hhanya untuk membaca nama di ID card Najma.

"Najma," Najma menyahut cepat.

" ehm, saudari Najma tolong jelaskan tentang penusukan pagi tadi!,"

Tak perlu diperintahkan dua kali, Najma menjelaskan se detail detail nya apa yang terjadi. Ya meskipun ia tak melihat secara langsung penusukan itu. Jujur Najma merasa malu untuk menjelaskan bagian dimana Justine memeluknya agar bisa menjaga keseimbangan dan tidak terjatuh. tapi ia punya tanggung jawab untuk semua itu. belum selesai ia menjelaskan, Arjuna sudah menyelat mendengar Najma di peluk Justine tanpa memberi tahu bahwa ia ditususk.

"Lo pacarnya?," Penyelatan Arjuna kali ini benar benar membuat Najma geram. Andai saja situasinya berbeda, ia pasti sudah menghanguskan Arjuna dengan serangan listriknya.

"APA APAAN KAU INI," Najma berdiri dari kursinya menatap Arjuna tajam. "Kami tinggal di rumah yang sama dan di asuh oleh keluarga Prasetya!,"

Semua terdiam, tak ada yang membuka suara sedikitpun setelah Najma menyebutkan nama keluarga terpandang itu. Siapa pula yang tidak mengenal keluarga Prasetya? Keluarga seorang arsitek ternama dan seorang pemilik rumah sakit sekaligus Psikiater ali. satu lagi, bukankah di rumah itu ada seorang pembunuh?

Arjuna membelalak begitu juga sang komandan.

" B-Baiklah, lalu apa yang anda inginkan dari saudara Arjuna?," Selain pertanyaan itu adalah tujuan Arjuna diikut sertakan, Komandan juga berusaha menengahi.

" Sebagai ketua panitia, tentu dia harus bertanggung jaab bukan? kenapa tidak ada polisi atau petugas keamanan yang berjaga sewaktu kegiatan berlangsung? meskipun mengendap sekalipun, setidaknya tak ada yang perlu di khawatirkan terjadi insiden seperti ini bukan? Toh kemarin saya mendengar dengan jelas bahwa dia menjamin hutan itu aman kepada kepsek," Najma mendengus kasar kembali menatap Arjuna tajam.

"Itu urusan pihak sekolah lah!," Dengan santai Arjuna menjawab dan bersandar ke kursinya."Toh setiap tahun juga MOS dilaksanakan di situ,"Ia melirik Najma sekilas tak kalah tajamnya.

"Illegal?," Tanya Najma penuh penekanan.

Astaga, Arjuna tersadar dengan apa yang ia katakan. Dia malah melontarkan nama sekolah sebagai umpan.

"Cukup, soal itu biar kami saja yang mengurus. Kalian bisa kembali," Akhirnya urusan itu berakhir setelah komandan kembali menengahi.

Najma membungkuk memberi salam lalu keluar dari kantor kepolisisan tanpa mengindahkan Arjuna yang masih ada di sana. Arjuna terus memperhatikan gadis yang baru saja mempermalukannya itu tengah berdiri di sisi jalan. tak lama Najma menghentikan sembarang taxi. Baru kali ini dicuekin cewek, pekik Arjuna dalam hati sambil terus memandangi Najma yang sudah tak terlihat, masuk ke dalam taxi.

Story Of Symphony - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang