"Bagaimana tuan bisa menjadi sekuat itu, Master?,"
Yang ditanya diam sejenak sembari terkekeh ringan.
"Tuan tidak sekuat dulu. Dia jauh lebih lemah sekarang, Marcell," Jawab sang master.
"Tapi belum ada yang bisa mengalahkannya, bukan?," Tanya Marcell lagi.
"Bukan belum ada, tapi memang belum saatnya," Jawab sang master. "Tuan dulu jauh lebih kuat dengan matanya,"
"Tuan jadi lemah karena buta?,"
Sang master mengangguk.
"Beliau kehilangan senjata paling ampuhnya, mata. Kali ini beliau hanya bisa menggunakan tangan, kaki, dan otaknya," Jelas sang master.
"Apa tidak ada jalan agar tuan bisa melihat kembali?,"
***
"Tidak,"
Ia meraih gadis di hadapannya lantas mendekapnya dengan erat. Tanpa sadar air matanya lolos begitu saja.
"Ndra? Kenapa suaramu sangat berantakan?,"
Chandra tercengang, ia melepas dekapannya dan menatap Najma yang kali ini sudah bertemu pandang dengannya.
"K-kau melihat warna suaraku?," Tanya Chandra ragu dan dibalas anggukan oleh Najma. "Kau bisa melihatku?," Tanyanya lagi dan kembali dibalas anggukan oleh Najma. "Kau sungguh bisa melihatku?,"
Najma mengangguk untuk kesekian kalinya.
"Kau menangis Ndra?," Tanya Najma bingung.
Bukannya menjawab, Chandra kembali mendekap Najma dengan erat dan masih sesenggukan karena tangisnya yang semakin menjadi.
"Kenapa kau bilang takut?" Tanya Chandra tanpa melepas dekapan eratnya. "Kenapa lama sekali menjawab pertanyaanku? Aku kira kau benar benar kehilangan penglihatanmu,"
Najma yang semakin bingung dengan semua kalimat Chandra kehabisan kata kata untuk menjawabnya. Dia mulai menepuk nepuk pelan punggung Chandra berusaha menenangkannya, menyalurkan kenyamanan untuknya. Siapapun pasti terkejut melihat kejadian ini, Chandra menangis. Seorang Chandra Brata Adjie menangis.
"Aku tidak tahu, aku baru saja menyembuhkan kak Juna dari lukanya, cahaya merah itu juga mendekati mataku, entah kenapa aku takut, cahaya itu seakan mau mengambil sesuatu dariku," Jelas Najma di sela aktivitasnya menenangkan Chandra.
"Aku sudah bilang, kau tidak selemah itu." Ujar Chandra membuat Najma tersenyum.
"Kalau melihat kondisimu yang memelukku sambil menangis seperti sekarang, orang orang tidak akan percaya kalau kau mau membunuhku, Ndra," Sarkas Najma diakhiri dengan kekehan kecilnya.
"Aku tidak pernah bilang aku mau membunuhmu, mereka saja yang menganggapnya begitu," Sanggah Chandra kemudian melepas pelukannya dan kembali menatap Najma.
"Sudah tenang?," Tanya Najma yang dibalas anggukan ragu oleh Chandra. "Aku baik baik saja," Beritahu Najma dengan senyumnya.
"Kau mau menemani Justine disini atau kembali ke kamarmu?," Tanya Chandra setelah sadar malu sekali rasanya menangis di depan Najma.
"Aku kembali ke kamar saja, kau juga sudah bisa tidur dengan nyenyak malam ini, selamat malam,"
Chandra mengangguk paham. Ia membereskan kasurnya, membenarkan posisi Justine dan menyelimuti Justine yang sudah pingsan kelelahan menahan sakitnya. Sementara Najma melangkah keluar kamar dengan perasaan lega. Ia melihat kedua telapak tangannya sebentar saat sudah berada di depan kamar Chandra dan Justine. Ia sendiri tidak percaya bisa melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Symphony - END
FantasyTidak semua yang terlihat baik adalah baik. Tidak semua yang terlihat buruk adalah buruk. Ini bukan sebuah kisah tentang romansa lama ataupun kisah pertempuran dua dunia. Ini adalah kisah tentang bagaimana kelima remaja di Keluarga Prasetya bertahan...