Keenan menatap pantulan dirinya dicermin, memperhatikan seragam dengan logo sekolah bernama SMA Nusantara, salah satu sekolah populer karna prestasi murid disana benar-benar tak main-main. Itu yang Keenan ketahui dari Adrean.
Namun, Keenan sedikit bingung dengan nama sekolah itu. Sebab dikehidupannya dulu, dia tak pernah tau ada sekolah menengah atas yang bernama SMA Nusantara di negaranya. Tapi Keenan mencoba untuk tak memikirkannya. Pemuda itu menjauh dari cermin, mengambil tas sekolah miliknya yang berwarna abu, lalu melangkah keluar dari kamar bernuansa hijau toska tersebut.
"Kira-kira, Keenan punya temen gak ya?" Keenan bergumam, perlahan mulai menuruni satu-persatu anak tangga, dan tak lama dia berpapasan dengan Fadlan, yang Keenan ketahui bahwa orang dihadapannya ini adalah kakak ketiganya.
"Kak Fadlan?"
"Jangan sebut gue kakak! Gue gak sudi punya adik penyebab Bunda gue meninggal!" Keenan tersentak mendengarnya, sekelebat bayangan muncul diotaknya, memporak-proandakan fikirannya hingga kacau, dan hal itu membuat kepala Keenan sakit luar biasa.
Fadlan yang sedari tadi memperhatikan Keenan, berdecih sinis melihat gelagat Keenan yang nampak kesakitan, dia melangkah pergi, karna menurutnya Keenan hanya sedang melakukan sebuah drama supaya dirinya bisa memberi maaf dan kasih sayang yang selalu Keenan incar dari dulu.
"K-kak Fadlan.." Hati Fadlan berdesir aneh, namun pemuda itu menggeleng dan melangkah menjauhi Keenan.
Bruk!
"TUAN KEENAN!"
Deg.
Fadlan menghentikan langkahnya, membalikan tubuhnya sebelum akhirnya membeku melihat hal dibawah sana. Keenan yang terbaring di lantai dasar dengan kepala yang mengeluarkan darah lumayan banyak, dan Bi Mira yang menangis dengan wajah panik dan berteriak meminta pertolongan.
Tubuhnya gemetar hebat, hal ini mengingatkan Fadlan pada kejadian dimana Bundanya terjatuh dari tangga sebelum melahirkan Keenan. Sejenak, tubuh Fadlan merinding, di depannya, sosok Bunda yang selama ini dirinya rindukan, menatapnya dengan deraian air mata dan tatapan kecewa, dan itu membuat hatinya sakit.
"Bunda kecewa sama Fadlan. Bunda kira, Fadlan bakal jagain adik dengan baik. Nyatanya Bunda salah. Jadi, keputusan Bunda buat bawa Keenan pergi udah jadi hal yang paling benar, kan?" sosok itu menghilang bak ditelan bumi, Fadlan menggeleng kencang.
"N-nggak.. Nggak Bunda! Jangan pergi! Bunda.." Suaranya melemah, kepalanya cukup sakit dan pandangannya memburam, sebelum kesadarannya habis, Fadlan dapat merasakan seseorang mendekapnya erat dengan isak tangis yang mengakhiri kesadarannya.
...
Kelopak matanya terbuka, hal yang pertama kali Fadlan lihat adalah sebuah pemandangan indah karna disekelilingnya terdapat berbagai macam bunga, entah itu bunga rose, matahari, dan lain sebagainya.
Fadlan menyingrit, menatap bingung taman yang ditempatinya, "Ini dimana?" Pemuda itu bergumam, mulai mengambil langkah dengan ragu tak tentu arah.
"Bunda!" Kakinya berhenti melangkah, matanya memanas melihat pemandangan didepannya, di sana, Bundanya dan adiknya Keenan, tengah tertawa bahagia sembari berlari.
"Bunda.." Fadlan mengambil langkahnya untuk mendekat, namun tubuhnya gemetar tatkala pemandangan didepannya berubah, berubah menjadi cukup menyeramkan.
"Bunda kecewa sama kamu, Fadlan,"
Suasana disekitar menjadi gelap, guntur dapat ia dengar dengan jelas, Bundanya berdiri dihadapan Fadlan dengan raut kecewa yang kentara, dan dengan Keenan yang berdiri disampingnya dengan sebuah senyuman manis namun berderai air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Keenan (ON GOING)
Non-FictionKala itu, Keenan baru saja pulang dari tempat lomba olimpiade berlangsung dengan sebuah piala berukuran sedang ditangannya. Namun, saat masuk kedalam rumahnya, Keenan malah dikejutkan oleh sang kakak yang menodongkan pistolnya dengan tatapan datar y...