Mungkin telat banget, but Happy New Year! Gue baru bisa up anjir, terus untuk saat ini gue gak akan pake bookmark dulu, ribet.
Pada kangen Keenan pastinya kan? Nih, Keenan balik buat kalian ditahun 2024 ini!
Happy Reading seng!
...
"KAK HARIS!"
Bukan hanya siempunya nama yang menoleh, melainkan hampir seluruh orang yang ada diruang tamu ikut menoleh mendengar teriakan Keenan yang tak tanggung-tanggung.
Untuk sejenak mereka saling tatap, sebelum akhirnya mereka bangkit dan sama-sama mengambil langkah menuju ruang makan. Sesampainya mereka disana, mereka melihat Keenan yang bersembunyi dibawah meja makan dengan Rindi yang terlihat berusaha menggapai Keenan yang terus menghindar.
"Pftt-- Keen, lo ngapain disitu?"
Pandangan mata Keenan beralih pada Fadlan, lalu sontak ia mendelik melihat Fadlan yang tengah menahan tawanya, "Bantuin dong! Ini cewek gak tau kenapa dateng-dateng malah ngerusuhin, mana pake acara mau cium-cium segala lagi! Dipikir gue laki-laki apaan?!"
Rindi mendelik tak terima mendengar itu, "Mana ada! Gue gak ada ya niatan buat nyium lo, gue itu cuma mau peluk-peluk aja!" Ujarnya yang masih mencoba menggapai Keenan yang terus menghindar dari tadi.
"Sama aja! Gue risih, tau?! Gue gak kenal lo siapa, dateng-dateng malah mau peluk-peluk!"
"Ya tapi kan bisa kenalan dulu!" Ujar Rindi berusaha membela diri, namun tak diindahkan oleh mereka yang justru tengah menahan tawa melihat hal ini.
"Akh! Gue gak mau! KAK REAN!" Keenan berteriak memanggil Adrean yang tak ada dirumah, namun hal itu membuat Haris berhenti tertawa.
Haris menyenggol lengan Yuda, "Yud, panggik adek lo suruh kesini," Titahnya yang diangguki Yuda, pemuda berusia 19 tahun itu terlihat mengepalkan tangannya berusaha tak tertawa.
"Rindi, sini lo!" Siempunya nama menoleh, menatap Yuda dengan sinis karna dia tau apa niat sepupunya itu.
"Nggak mau! Gue gak mau dipisahin ayang Keenan!" Mendengar itu, Keenan bergidik ngeri, mimpi apa dia semalam sampai dirusuhi gadis macam Rindi?!
"Kesini cepet! Atau gue aduin tante Gina nih?" Ancaman Yuda berhasil kali ini, Rindi berhenti berusaha, dia mengambil langkah untuk mendekati Yuda dan yang lain sembari mencibik kesal.
Melihat Rindi yang sudah menjauh, Keenan merangkak keluar dengan kepala yang beberapa kali terbentur meja makan, membuat mereka yang ada disana tertawa seketika melihat bagaimana Keenan menderita disana.
Keenan mendelik sinis, menatap Rindi sembari mengusap kepalanya yang terasa sakit, "Cewek gila! Awas aja gue aduin kak Qiara biar di smackdown sama dia, huh!" Dengan rasa sakit dikepalanya, Keenan melangkah keluar dari ruang makan sembari menjaga jarak dari Rindi. Takut bila gadis itu menerjangnya dengan pelukan atau ciuman yang tak Keenan sukai.
Saat Keenan sudah tak terlihat, Haris mengalihkan tatapannya pada Rindi, gadis itu masih cemberut, kesal pada Yuda karna memisahkannya dari Keenan, "Padahal sebentar lagi gue bisa peluk-peluk ayang Keenan, eh lo malah ganggu," Ucap Rindi dengan lirih.
"Rin, kenapa lo ganggu Keenan sih?" Rindi menggidikan bahunya saat Haris bertanya.
"Emang gue ganggu? Kan gue cuman mau deket sama camadep," Haris menyingrit bingung.
"Camadep? Apa tuh?"
Rindi memasang senyum anehnya, membuat Yuda bergidik saat tau apa yang akan Rindi ucapkan.
"Camadep tuh artinya, Calon masa depan gue,"
"Ngimpi!"
...
"Keenan, kamu kenapa?" Qiara menghampiri Keenan yang terlihat tengah kesal, terbukti dari telinga pemuda itu yang memerah. Sejak dia akrab dengan Keenan, dan membuat sepupunya itu kesal, Qiara tau, telinga Keenan akan memerah jika ia tengah kesal.
Dengan kesal Keenan menoleh, dua belah bibirnya itu mengerucut kesal, "Kak Qia, aku kesel banget sama cewek itu! Masa dia mau peluk-peluk sama cium-cium aku sih?! Kan aku risih!" Qiara menyingrit bingung, jelas dia tak tau siapa yang dimaksud oleh adik sepupunya itu.
"Cewek yang mana maksud kamu?"
Dengan kesal, Keenan menunjuk pintu ruang makan, "Cewek itu tuh! Temennya kak Haris sama kak Fadlan! Kalo gak salah namanya tuh Rindi, aish! Bodo ah!" Tanpa pamit, Keenan melenggang pergi menuju ke ruang kerja Adrean.
Qiara yang ditinggal menghela nafas pelan, lalu dia mengambil langkah menuju ruang makan, Qiara harus tau siapa gadis yang membuat Keenan kesal, karna sepertinya dia harus memberi sedikit peringatan agar tidak menganggu adiknya dan membuat Keenan kesal lagi.
...
"Al, lo gak kangen sama Keenan gitu? Gak mau kunjungin makamnya? Ini udah hampir sebulan loh, dan baik lo ataupun ibu dan ayah lo, gak ada satupun dari kalian yang ngunjungin makam Keenan,"
Almero, pemuda itu terlihat fokus pada laptop ditangannya, namun dia tetap menggeleng, "Harus berapa kali gue bilang, kalo gue gak kangen sama sekali sama dia, buat apa juga gue buang-buang waktu berharga gue ini cuman buat ngunjungin gundukan tanah?"
Pietra, yang selaku teman Almero itu menghela nafas, dia yakin apa yang Almero ucapkan tidak benar, karna dia lihat bagaimana temannya itu menangis tersedu-sedu saat jenazah adiknya dimakamkan.
"Lo gak boleh gitu, Al. Mau gimana pun, Keenan itu adek lo, adek yang pernah lo jaga segenap jiwa, adek yang pernah buat lo berjuang cuma demi kebahagiaannya. Gue yakin, Keenan sedih kalo tau lo kaya gini sama dia. Jadi please, ikut gue ke makamnya ya?"
Almero terdiam, berhenti menekan keyboard laptopnya, namun tak lama dia mengangguk pelan, "Oke, fine! Gue bakal ikut, tapi setelah itu lo gak boleh paksa-paksa gue lagi!"
Pietra mengangguk pelan, senyum puas terbit dibibirnya, "Iya, gue gak akan paksa-paksa lo lagi,"
'Seenggaknya gue bisa lakuin ini untuk yang terakhir kalinya buat lo Keen. Semoga lo bahagia terus disana,'
"Oh iya Tra, gimana? Lo udah urus surat-surat pindahan kita ke SMA Nusantara?" Pietra mengangguk mantap, jelas dia sudah melakukan apa yang Almero titahkan itu.
"Tapi Al, gue kepo deh, kenapa kita sampe harus pindah kesana?"
Almero terdiam, sebelum bibirnya mengulas senyum tipis, "Ada hal yang harus gue lakuin disana, dan itu menyangkut dengan kehidupan gue di masa depan,"
...
Dikit aja dulu, batre gue abis, gue usahain besok-besok bakal double update.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Keenan (ON GOING)
Non-FictionKala itu, Keenan baru saja pulang dari tempat lomba olimpiade berlangsung dengan sebuah piala berukuran sedang ditangannya. Namun, saat masuk kedalam rumahnya, Keenan malah dikejutkan oleh sang kakak yang menodongkan pistolnya dengan tatapan datar y...