Selesai memakan sarapannya, lelaki manis berkulit tan itu langsung bangkit dari tempat duduknya di meja makan berniat langsung pergi tanpa pamit kepada kedua orangtuanya. Ayahnya yang melihat anaknya tidak bersopan seperti itu menarik tangan remaja itu kasar. Dengan malasnya remaja itu menoleh menatap datar ayahnya.
"Sopan kamu begitu? Apa kamu bisu untuk pamit dulu ke kita berdua? Mana makannya ga habis lagi, ga hargai mommy kamu yang membuatnya?" Tanya sang kepala keluarga menatap tajam anak yang satu-satunya itu.
Lelaki tan itu mengepalkan tangannya membalas tatapan ayahnya "dia bukan ibuku dan.. ga akan pernah. Jalang seperti dia itu ga layak dan pantas menjadi ibuku" remaja itu berkata sambil menunjukkan Ten yang hanya menundukkan kepalanya sambil menahan tangisnya dan menatap ayahnya tanpa rasa takut.
Geram dengan anaknya yang menghina ibu kandungnya sendiri, lelaki paruh baya itu berdiri lalu menampar anaknya yang selalu ia manjakan selama ini tanpa sosok ibu itu. Ya karena Ten, ibu remaja itu dulu lari entah kemana setelah melahirkan buah hati mereka, tapi kembali setelah remaja itu menginjak usia 16 tahun, atau lebih tepatnya 3 bulan lalu, tepat pada tanggal kelahiran remaja itu.
"Lee Donghyuck!" Bentak sang ayah.
Donghyuck memegang pipinya yang terasa panas. Matanya tanpa menunjukkan rasa takut menatap ayahnya. Tanpa sepatah katapun, Donghyuck menghempas tangan ayahnya lalu pergi. Tidak ia sangka yang ayahnya akan menamparnya karena pria manis yang sudah meninggalkan mereka 16 tahun lamanya.
DUM!
Pintu dihempaskan dengan kasar oleh remaja itu. Tidak mempedulikan ayahnya beberapa kali meneriaki namanya menyuruhnya kembali, ia masuk ke dalam mobil lalu menyuruh sopir agar langsung pergi ke sekolah.
"Tapi tuan..."
"Cepat sialan! Kau mau aku terlambat ke sekolah!" Teriak Donghyuck dengan kurang ajarnya kepada sopir yang sudah berusia itu, bukan saja-saja, ia hanya tidak mau melihat ayahnya lebih membela pria berstatus ibunya itu berbanding dirinya dihadapannya. Itu menyakitkan rasanya.
Mau tidak mau, sopir itu menghidupkan mobil lalu pergi meninggalkan mansion mewah dan megah itu. Donghyuck menyandarkan tubuhnya pada jendela mobil, menghela nafas panjang. Ia memegang pipinya yang tadi ditampar oleh ayahnya, Johnny.
"Menyebalkan.. ga nyangka orang yang dibar selalu aku kagumi itu ternyata ibu kandungku" gumam Donghyuck.
Tidak sampai 20 menit, Donghyuck sudah sampai di sekolahnya. Donghyuck yang memang ga suka bergaul, atau lebih ke introvet hanya menutup kepala dengan penutup kepala hoodienya keluar dari mobil, ia berjalan nenunduk memasukkan tangannya ke kantong hoddienya. Dengan tatapan kosongnya ia melangkah menuju kelasnya.
Tidak jarang ada siswa yang ia lewati menyapanya namun Donghyuck memilih abai hingga orang-orang mengatainya aneh. Tidak jarang juga ada yang membulinya, seperti si berandalan, Lee Jeno termasuk ketua OSIS. Hanya saja ketos itu tidak membulinya secara terang-terangan, biasalah ingin mempertahankan jawatannya.
Tidak juga sebenarnya, walaupun ia melakukan itu secara terang-terangan jawatannya ga bakal dilucutin karena ia memang siswa yang terkaya di sana. Kalau ketahuan, ya tinggal beri saja mereka makan pakai uang dan selesai.
Tiba saja Donghyuck di kelasnya, ia sudah disambut dengan sangat ramah oleh siswa disana. Ya ramah, Donghyuck baru saja basah kuyup karena disimbah air di ember yang kelihatannya memang sengaja diletak di atas pintu untuk mengerjakan Donghyuck.
Donghyuck mengepalkan tangannya, menahan diri agar tidak mengamuk disana. Donghyuck menunduk, meremat kuat tali ranselnya. Kupingnya sudah panas karena mendengar tawaan classmate-nya yang terdengar sangat nyaring seakan apa yang mereka lihat sekarang adalah lelucon. Seorang pun tidak ada niat untuk membantu pria tan itu.