11. Left behind

1.5K 176 8
                                    

Sudah seminggu sejak kejadian di hotel kala itu Venus sebisa mungkin menghindari Atlas. Meskipun sulit karena dirinya ada penanggung jawab kelas Venus berusaha sebisanya untuk tak membangun interaksi secara berlebihan, khususnya di luar dari pada pembahasan kampus.

Venus benar-benar berlari menjauh.

"Dek, Papi lihat-lihat seminggu belakangan kamu kayak mageran banget ya?" di tengah panasnya siang hari ini Papinya yang entah kenapa sudah ada di rumah dan membangun topik obrolan. Ikut duduk di ruang santai sembari melirik ponsel miliknya.

Venus menoleh dan tersenyum lebar. Mengecup kedua pipi ayah kesayangannya itu.

Suasana hatinya membaik karena Xayz sudah mau mengobrol dengannya.

"Aku seminggu ini nggak ada tugas Pi, observasi sudah selesai. UTS juga udah, tinggal santai-santai sambil baca-baca buku." ucap Venus.

Arsenio mendekat dan menempel pada si bungsu kesayangan itu. Kepalanya mendekat dan mendaratkan kecupan singkat di kening.

Venus menoleh sambil menanikkan satu alisnya, jika Papinya bersikap begini biasanya ada udang di balik batu. Dan sesuai tradisi lama pasti ini berhubungan dengan Maminya.

"Dek, lusa ikut Papi ke kantor ya? Ada pembukaan brand baru di kantor Papi." beritahu Arsenio.

Venus langsung cemberut karena merasa tebakannya benar. Papinya itu pasti memintanya untuk membujuk sang Mami yang kemungkinan sedang merajuk atau tak mau ikut serta dalam acara itu.

Venus benar-benar hafal dengan kelakuan papinya.

"Lusa aku ada kuliah Pi, mana dosennya killer banget lagi!"

"Nanti kan bisa izin dek,"

"Ih Papi aku jadi PJ kelas mana bisa izin Pi!"

"Nanti kamu bisa ketemu sama Arwan Singgih penyanyi kesukaan kamu itu. Dia nanti ada nyanyi di acara Papi!"

Venus menghentikan pergerakannya yang akan memasukkan kue brownis ke dalam mulut. Kepalanya menoleh cepat dengan satu alis terangkat tinggi. Ada maksud lain apa Papinya sampai memohon begini?

"Pi," Venus memperbaiki duduknya, agak bergeser menjauh dan menatap Papinya dengan serius. "Sekarang Papi jujur aja deh, Papi lagi ada masalah apa sama Mami? Kali ini Venus harus bantu Papi apa supaya Mami nggak marah?" tanya Venus.

Arsenio yang di tatap seserius itu tak bisa menyembunyikan derai tawanya. Lelaki paruh baya itu tertawa keras sambil mengusap bahu putri kesayangannya.

"Kok kamu bilang gitu sih dek? Papi lagi nggak bertengkar sama Mami. Kamu doain Papi sama Mami marahan ya?" selidik sang Ayah curiga.

Venus menutup bibirnya, otaknya mendadak bekerja keras menerka maksud dari kejanggalan perilaku Papinya.

"Terus kenapa Papi minta aku ikut acara perusahaan? Papi kan tau aku bulan lalu udah habis dari konser Arwan Singgih, nggak penasaran lagi sama orangnya. Dan lagi ya Pi daripada aku nonton konser mending aku rebahan di kasur. Capek soalnya." keluh si bungsu itu.

Arsenio terkekeh geli mengusap gemas puncak kepala si gadis kesayangan yang sudah beranjak dewasa itu.

"Kan ini nanti bukan konser dek, jadi kamu nggak perlu desak-desakan lagi. Cuma tinggal duduk diam saja nonton Arwan Singgih!"

Venus semakin menyipit curiga.

Melihat tatapan curiga anaknya Arsenio tak bisa menyembunyikan senyum lebarnya. Putri bungsunya itu mirip sekali dengan sang istri, selalu merasa curiga jika ada hal aneh. Padahal apa yang dia lakukan tak aneh sama sekali.

Peta hidup Venus (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang