15. Atlas and his secret

984 89 2
                                    

Panjanggggg banget guisss, vote duluuu yee! Meski bukan POV Atlas tapi chapter ini sudut pandang Atlas, okayyy 🌷

Panjanggggg banget guisss, vote duluuu yee! Meski bukan POV Atlas tapi chapter ini sudut pandang Atlas, okayyy 🌷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Pak, apa motivasi bapak bisa sesukses sekarang?"

Pertanyaan itu menyita hampir seluruh perhatian para murid SMA yang terlihat fokus mendengarkan. Acara seminar hari ini berjalan sangat baik, para siswa siswi pun turut serta mengikuti acara ini dengan antusias. Memangnya siapa yang tak mengenal Atlas dalam dunia pendidikan? Apalagi lelaki itu juga alumni sekolah ini. Yang namanya kerap di sebut setiap kali penerimaan siswa baru.

"Wah pertanyaan yang sangat bagus. Oke kita akan dengarkan jawaban dari pak Atlas Samudra. Silahkan bapak!" ucap Moderator mempersilakan.

Atlas tersenyum kecil, kembali menyalakan mic dan mendekatkan ke arah bibirnya. Sebelum menjawab itu pandangan matanya melirik ke sudut ruangan dimana seorang gadis tengah berbicara serius dengan salah satu staff sekolah.

"Saya terlahir dari keluarga yang cukup kacau." ruangan yang semula riuh perlahan hening saat Atlas memulai ceritanya. Senyum kecil yang terulas di bibir lelaki itu entah mengapa menambah energi dalam diri setiap siswa. "Dulu saya pikir alangkah baiknya jika kedua orang tua saya bertengkar hebat kemudian berpisah. Saat itu saya tidak keberatan jika harus menjadi anak broken home daripada harus hidup dalam rumah yang seperti neraka."

Pandangan Atlas mengedar, tatapannya berhenti pada sosok gadis bersurai hitam yang kini tertegun menatapnya. Perlahan kedua mata Atlas melengkung bak bulan sabit bersamaan dengan senyum lebar yang terpatri di bibirnya. Lelaki itu menatap ruangan auditorium, tempat di mana hampir seribu manusia mendengarkan ucapannya.

"Sampai suatu hari saya bertemu seseorang yang mengubah hidup saya. Seorang yang dengan tulus memberikan kue tart terakhirnya dan mendoakan banyak hal baik pada sesuatu yang saya pikir adalah kesialan. Dari seseorang itu, saya ingin di dengarkan. Saya ingin di validasi kehadiran saya, kemauan saya dan ambisi saya. Lewat takdir pertemuan itu, saya mengubah pandangan saya soal keluarga. Selain ingin diakui memiliki opini sendiri, saya pun belajar mendengarkan sebelum di dengarkan. Saya mulai memperbaiki goals hidup saya yang mulanya terlalu muluk dan penuh ambisi menjadi sederhana namun penuh action."

Atlas berhenti berbicara. Kini dia berdiri dari kursinya dan berjalan mendekati audiance. Tatapannya mengedar menatap satu persatu siswa yang ada di sana.

"Saya mengakui bahwa motivasi saya bisa berdiri di hadapan kalian seperti hari ini bahwa karena seseorang itu. Karena kehadirannya membuat saya yakin bahwa tak ada yang mustahil di dunia ini sekalipun mimpi saya setinggi bulan, jika pun saya jatuh, saya tetap jatuh diantara bintang-bintang."

Atlas mengulas senyum.

"Saya tau bahwa semua yang hadir di sini pasti memiliki satu atau dua masalah serupa. Dan keluarga menjadi salah satu faktor utama keterlibatan niat jahat seseorang pada diri sendiri. Dengarkan anak-anak," Atlas berdiri di tengah panggung dengan tegak lurus, menatap ratusan siswa siswi yang ada di hadapannya. "Rusaknya sebuah keluarga jangan jadikan alasan untuk kita patah dan putus asa. Jika kalian tidak bisa bertahan tanpa mereka, jika kalian merasa sebagian atau bahkan keseluruhan hidup adalah kehancuran maka lihatlah diri sendiri. Lihat bagaimana kalian telah bertahan dan hidup sampai sejauh ini, sampai mampu melihat indahnya dunia tempat kalian tumbuh dan berkembang. Tak apa bila harus patah oleh racun terdekat yang bernama keluarga, tak apa jika sesekali kecewa karena tak mendapatkan pujian atau bahkan banyak harapan tak sesuai kenyataan. Tetap hiduplah, tetap bangkit, kalian harus menghargai diri sendiri dan mencintai diri kalian."

Peta hidup Venus (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang