28

12 1 0
                                    

Akhirnya malam itu, Arvio memutuskan untuk tidur di halte dekat sekolahnya. Pagi-pagi sekali, Alfian terbangun dan bersiap-siap menuju sekolah. Namun, Aryo harus mengganti bajunya terlebih dahulu.

"Tunggu dulu," tiba-tiba Arvio yang berdiri di depan pintu kelas lain mencegah seorang adik kelasnya yang hendak lewat.

"Kak, A-Arvio, kamu mau apa?" tanya orang itu dengan nada ketakutan.

"Tenang saja, aku nggak akan melakukan apapun kepadamu asalkan kamu menyerahkan uangmu kepadaku," ujar Arvio sambil tersenyum sinis.

"Tapi, Kak, aku nggak punya uang," ucap orang itu.

"Oh, jadi kamu nggak punya uang ya," perlahan tangan Arvio mencengkam kerah baju orang tersebut.

Namun, dengan cepat, adik kelas itu menumbuk Arvio dengan seluruh tenaganya hingga membuat memar di bibir Arvio. Lagipula, karena kondisi Arvio yang belum sarapan, ia menjadi lemah dan akhirnya terjatuh.

"Agh, sial," ucap Arvio sambil melihat orang itu lari.

Perlahan lahan ia bangkit, Arvio hanya membasuh lukanya tersebut tanpa mengobatin.
Selesai ia membasuh lukanya Arvio kembali ke kelas dengan keadaan berantakan.

Pakaian Arvio kusut, serta wajahnya yang babak belur Arvio seperti anak yang tak terurus.

Melihat keadaan Arvio yang seperti itu, Pelangi bangkit dari kursinya dan cepat-cepat menghampiri Arvio yang masih berada di depan.

"Arvio, kamu kenapa?" tanya Pelangi dengan raut khawatir menghiasi wajahnya.

"Gak papa, cuma luka dikit kok. Biasalah anak laki-laki," sahut Arvio sembari melangkah dari samping Pelangi.

"Apaan lihat tuh penampilan kamu berantakan, Arvio. Wajah kamu juga memar begitu," ujar Pelangi dengan nada cemas.

"Udahlah Pel, ini luka kecil aja kok. Santai aja ya," sahut Arvio sambil duduk di kursinya.

"Arvio, aku ga bisa biarin kamu seperti ini. Aku akan mengobati luka kamu," tegas Pelangi mendekati Arvio di bangkunya.

"Aduh, biar apa sih nanti juga sembuh sendiri?" balas Arvio sambil melirik ke arah Pelangi.

"Udah diam," kata pelangi sembari kembali ke bangkunya untuk mengambil kotak P3k miliknya, lalu ia kembali ke bangku Arvio.

Saat Pelangi membersihkan perlahan pinggiran luka memar Arvio, tangannya begitu lembut saat mengoleskan obat merah ke kulit Arvio. Arvio terdiam dan hanya bisa menatap Pelangi dengan tatapan penuh kekaguman dan rasa suka pada Pelangi.

"Terima kasih, Pel. Aku merasa sangat terbantu," ucap Arvio dengan suara yang serak karena terdengar sedikit terharu.

"Sama-sama, Arvio. Aku akan selalu ada untuk kamu, aku bakalan nolongin kamu kok," balas Pelangi dengan senyum manisnya.

Arvio merasa hangat di dalam dada, Pelangi begitu perhatian padanya dan itu membuatnya merasa teramat spesial. Dia tersenyum bahagia, berterima kasih untuk memiliki teman sebaik Pelangi.

"Lo, baik Pel, curiga kalau lo suka sama gw," crosos Arvio tanpa mikir panjang.

"Diam lo," Pelangi menekankan tangannya ke pipi Arvio.

"Auuw, sakit Pel," Arvio menoleh ke arah Pelangi yang tersenyum melihat akhirnya terjadilah kontak mata antara mereka.

Dia tua asa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang