Prolog

695 56 5
                                    

*Selamat membaca*

"bisakah kita menjadi teman
hidup dengan bahagia
tanpa luka"→tiktok


*•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*•.¸♡♡¸.•*

Areliane menatap bangunan di depannya dengan senyum menyenangkan. Di pintu masuk bangunan tertulis,

'RUMAH SAKIT JIWA PELITA'

Ahh, rasanya ia tidak sabar untuk masuk ke dalam dan berjumpa dengan bibi-nya yang sangat ia rindukan.

Hari ini dia baru pulang dari bandung setelah 3 tahun menetap di sana menyelesaikan sekolah menengah atasnya. Sekarang dia kemari berencana ingin berkuliah di jakarta sekaligus ia dapat sering-sering mengunjungi makam kedua  orangtuanya.

Areliane berjalan melangkahkan kaki nya ke dalam pekarangan rumah sakit jiwa itu tidak lupa dengan senyum yang menghiasi wajah manisnya.

Ia menghampiri bibi nya yang terlihat sedang bermain dengan beberapa pasien yang ada di sana.

"Elia, kau kah itu ? Sejak kapan kau ada disini ? kenapa kau tak bilang jika ingin pulang kemari ? Menyebalkan tapi aku menyayangimu." Rena→bibi Areliane yang menyadari kehadiran Areliane spontan memeluknya erat. Ughhh, rindu sekali dia dengan ponakan satu-satunya ini.

"Iya ini Elia, baru saja, aku takut mengganggu pekerjaan bibi" Melepaskan pelukan bibinya dengan senyuman manisnya.

"Setelah lama tidak bertemu kau makin cantik saja El, apa kau punya pacar selama berada di bandung ?" Rena mengedipkan sebelah matanya menggoda ponakannya itu.

Areliane memutar bola matanya malas bibinya itu sungguh sangat menyebalkan ia selalu saja menanyakan hal yang sama, ia tidak mau pacaran baginya itu tidak berguna buang-buang waktu saja.

"Bibi, pertanyaan mu sungguh sangat menjengkelkan dan juga sampai sekarang bibi masih belum menikah lalu kenapa bert-" ucapannya terputus kala ponsel bibinya berbunyi bertanda bahwa ada yang menghubungi bibinya.

Drrtt
Drrtt

"....."

"APA ?"

"....."

"BAIKLAH, TUNGGU SAYA DI SANA"

Setelah mendapat kabar bahwa salah satu pasiennya kembali menggila Rena berlari secepat mungkin ke dalam rumah sakit jiwa tanpa menghiraukan Areliane yang  memandang-nya heran.

Karena penasaran Areliane menyusul bibinya ke dalam rumah sakit jiwa tersebut. Ketika sampai di salah satu ruang rawat untuk pasien sakit jiwa, ia bisa melihat di dalam sana terdapat seorang pria yang terlihat sedang mengamuk.

Ia menghancurkan semua benda yang mampu di gapainya tidak lupa tatapan tajam nya yang ia lemparkan keada setiap orang berada di dalam sana.

"KAPARAT SIALAN, DIMANA ELIA KU HAH ?"

"KELUARKAN AKU DARI SINI BODOH AKU INGIN BERTEMU ELIA KU ?"

"Elia ku hikss berdarah, ayo temani aku menemuinya hikss, dia sedang kesakitan kasihanilah dirinya hikss eliaa" pria itu terduduk sesegukan sembari menyebutkan nama Elia. Kenapa nama itu harus sama dengan namanya sih. Huhh, menyebalkan

"Tedi cepat suntikkan bius padanya selagi dia lengah" Rena mengintruksikan pada rekannya supaya menyuntikkan obat bius pada pria itu sebelum ia kembali menggila dan bisa melukai dirinya sendiri ataupun orang lain. Setelah ini ia akan menghubungi keluarga pasien.

Dari luar Areliane dapat melihat jelas apa yang mereka lakukan di dalam sana dan juga apa yang mereka bicarakan.

Tedi dengan cepat melakukan perintah Rena hingga pria itu tak sadarkan diri karena efek dari obat bius tersebut. Sebelum ia menutup matanya ia sempat melihat ke pintu ruangannya yang tertutup.

Ia dapat melihat seorang gadis berdiri disana yang juga tengah melihatnya. Ia menyeringai  dengan tatapan tajamnya, macam seringain yang bisa membuat siapapun dapat merinding karena nya.

Akan tetapi, tidak ada yang menyadari itu kecuali dirinya dan juga gadis yang terdapat di depan pintu tersebut.

Bulu kuduk Areliane meremang ketika menerima seringain dan tatapan tajam yang pria gila itu lemparkan padanya. Tatapan nya bagaikan singa yang sudah menemukan makanannya dan siap untuk disantap. Ughh, menakutkan sekali.

Areliane segera berlari kembali ke luar dari rumah sakit jiwa tersebut. Ia kembali ke tempat semula supaya tidak di curigai oleh Rena.

Ketika Rena menghampirinya ia hanya berdiri mengibaskan tangan nya seolah ia sedang kepanasan padahal tidak, ia hanya sedang menghilangkan rasa gugupnya takut jika Rena tadi melihatnya di ruangan pria gila tadi.

"Elia sebaiknya kau pulang terlebih dahulu bibi masih ada urusan disini dan kemungkinan akan pulang lebih lama"

"Yahh, aku kira bibi akan pulang sore ini, padahal aku ingin memasak bersama bibi untuk makan malam kita nanti" Areliane mengerucutkan bibirnya kesal ia ingin capcay buatan rena tapi tidak masalah masih ada hari esok dan hari seterusnya.

"Ya sudah aku pulang terlebih dahulu bibi dan semangat bekerja nya" Areliane menyemangati bibinya dan dibalas anggukan dari Rena.

Setelah punggung kecil ponakannya tidak terlihat lagi Rena segera masuk ke dalam rumah sakit jiwa tersebut ia harus mengurusi pasiennya tadi terlebih dahulu.

Padahal sebulan ini keadaannya berangsur membaik. Tapi, entah kenapa tadi ia kembali mengamuk dan terus menyebutkan nama istrinya yang telah tiada itu.

Beruntung sekali perempuan itu mendapatkan laki-laki yang sangat mencintainya hingga di saat kehilangannya laki laki itu menjadi salah satu penghuni rumah sakit jiwa ini.

Percintaan yang menyedihkan.

*•.¸♡♡¸.•*

745 kata
°
°
°
°
°

See you in the next part

24 November 2023

𝗧𝗵𝗲 𝗙𝗲𝗲𝗹𝗶𝗻𝗴 𝗢𝗳 𝗟𝗼𝘃𝗲 𝗧𝗵𝗮𝘁 𝗞𝗶𝗹𝗹𝘀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang