ELENA: PAHLAWAN KESIANGAN

294 125 277
                                    

       Elena Galexia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

       Elena Galexia. Itulah namaku. Besar di keluarga berada sedari kecil membuatku sempat kewalahan ketika keadaan keluarga kami mengalami kebangkrutan. Ayahku, Gani, yang biasa menjadi tulang punggung keluarga kini hanya berdiam diri di kamar dan berbicara seperlunya. Waktu Ayah kini dipenuhi dengan memandang foto ibuku, Ambar, seharian dan akulah yang mengganti peran Ayah dengan bekerja part time menjadi waiter di salah satu cafe dekat kampus untuk memenuhi kebutuhan hidup. Aku juga mengajar beberapa anak tetangga yang setuju diajar olehku karena cara mengajar yang aku jelaskan kepada mereka sangat bagus. Aku juga sering menerima joki tugas untuk menambahkan pemasukan dan mendapatkan beasiswa menjadi andalanku agar aku bisa tetap meneruskan pendidikan.

        Semenjak kedua orang tuaku bertengkar dan saat aku mengalami kecelakaan mobil dua tahun yang lalu yang membuatku hampir cacat permanen, Ibu tidak pernah kembali lagi ke rumah. Hilangnya seperti ditelan bumi karena aku tidak tahu keberadaannya. Ayahku pun menjadi depresi karenanya dan hilang arah hingga mengalihkan rasa frustasinya dengan bermain judi tanpa sepengetahuanku. Hingga membuat Ayah bangkrut dan akulah yang harus membayar hutangnya karena Ayah sudah tidak bekerja dan asik dengan dunianya sendiri.

        Saat berada di titik terendah itu, seorang penulis dengan nama pena 'Shadow' berhasil menghiburku dan membantuku melewati masa-masa sulit karena karya-karya cerita fantasinya yang menurutku sangat menarik untuk dinikmati. Aku tahu penulis ini dari Ibu yang dulu merekomendasikan cerita-cerita yang menariknya. Karya 'Wanita Yang Bereinkarnasi', 'Reborn', 'The Queen', dan lain-lainnya selalu menjadi cerita kesukaanku.

"Halo, Elena? Aku bakal telat bentar ya! Ini macet. Kira-kira aku bakalan sampai ke rumah kamu sepuluh menitan lagi," ucap Kak Gio dalam sambungan telepon pada siang hari ini.

"Iya, Kak. Santai aja jangan terburu-buru," jawabku yang kemudian dijawab deheman lalu panggilan pun dimatikan oleh Kak Gio sendiri.

        Hari ini aku akan menemani Kak Gio pergi ke pameran barang antik yang diadakan di salah satu galeri seni di Kota Jakarta. Jika saja Kak Gio tidak dalam keadaan bersedih karena batal menikah, aku biasanya selalu menolak dan bilang bahwa aku kurang tertarik. Saat aku mengatakan itu Kak Gio pasti akan mengejekku dengan berkata bahwa seharusnya aku menyukai barang-barang antik karena di dalam cerita fantasi yang sering aku baca pasti ada satu atau dua barang antik yang menjadi pemicu atau sekedar figuran untuk menyempurnakan cerita.

"Beda kak, kalau waktu baca ceritanya tuh aku berimajinasi sangat liar tanpa batas. Aku gak bilang kalau aku gak suka barang antik. Mereka itu unik, tapi Kak Gio suka ngabisin waktu di galerinya tuh sampai berjam-jam. Sampai lupa waktu dan aku," kataku yang pernah ikut sekali dua kali dan merasa diabaikan oleh Kak Gio.

        Kak Gio memang bisa bertahan lama di sebuah pameran barang antik hingga berjam-jam. Hal yang sama sekali tidak bisa kulakukan dan disela aku menunggu Kak Gio, aku yang sedang mengikat tali sepatuku, dihadapkan dengan orang itu lagi. Ia memiliki badan yang kekar dan wajahnya yang terlihat mengintimidasi seringkali membuatku sangat waspada takut ia melakukan sesuatu yang berbahaya. Aku, perempuan satu-satunya di rumah ini selalu berusaha memberikan alasan kepadanya saat tidak bisa membayar cicilan hutang ayahku.

YOUR EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang