Elena hampir terlihat seperti seorang dewi yang turun dari surga dan kehadirannya membuat suasana berubah. Sinar matahari menyapu lehernya yang ramping, menyoroti setiap jejak keringat yang mengkilap. Rambutnya yang diikat hanya menambah pesonanya, memperlihatkan leher jenjangnya yang seakan-akan menantang untuk disentuh.
Aku tak bisa mengabaikan pesona yang dipancarkannya. Elena tampaknya membawa kesegaran dan kehidupan ke tempat ini, dan aku seperti terhipnotis oleh aura positif yang mengelilinginya. Seolah-olah waktu melambat, dan yang ada hanya dia dan kilauan matahari yang menciptakan bayangan indah di kulitnya yang bercahaya. Senyumnya tetap menjadi titik fokus di antara semua keindahan itu.
Sebuah senyuman yang tak hanya menghiasi wajahnya, tetapi juga menyentuh hatiku. Seakan-akan dia membawa keceriaan yang tak terduga, membuatku takjub dan terpesona oleh keajaiban yang dihadirkan oleh seorang Elena yang begitu sederhana namun begitu menakjubkan.
"Halo, Birendra aja, tanpa kepanjangan, dan boleh panggil Ren," ucapku sambil menjabat tangan Elena dan tersenyum ke arahnya. Kemudian suara dering telepon milik Elena membuat percakapan kami tertunda. Ia sedikit panik yang membuat pandanganku terus tertuju akan tingkah tidak tenangnya itu.
"Aduh maaf ya kak, izin angkat dulu dari teman, takut penting."
"Oh iya, no worries!" kata Tomi yang kemudian membuat Elena sedikit tenang dan menjauh dari tempat aku dan Tomi berada.
Tingkahnya itu entah mengapa membuatku refleks menyunggingkan senyum dan menggeleng-gelengkan kepala. Tomi yang menyadari akan ketertarikanku kepadanya menyindirku.
"Senyam-senyum kalau gak dipacarin buat apa, Birendra!" lanjut Tomi sambil menyeruput minuman coffee miliknya.
"Etika, Bapak Tomi. Kayak gak pernah senyum aja," balasku dengan santai.
"Senyumnya beda ini, kayak ada something. Akui sajalah kalau dia cantik dan kamu tertarik dengannya, tapi karena wanita idaman kamu yang belum kunjung datang itu, pikiranmu terhambat disitu, jadi tidak bebas mencintai wanita manapun."
"Hmmm," jawabku seadanya.
"Hmmm, hmmm, hmmm, sekali lagi jawab gitu, aku bilangin juga nih dirimu yang buat temennya gagal nikah," ancam Tomi yang greget karena melihat sikapku.
"Idih, dasar cepu. Kalau gitu, aku bilangin juga ke Mama Lita kenapa dulu pake narkoba," ancamku balik karena tidak ingin kalah dan sedikit kesal karena Tomi membawa wanita dari kilasan ingatan masa laluku yang aku cintai.
"Hehehe, jangan dong! Perang dunia ketiga nanti namanya. Lagian aku gak pake ya, cuman baru mau make. Sensitif bener kaya pantat bayi kalau wanita yang dicintainya dibawa-bawa," kata Tomi yang sekarang sedikit khawatir karena takut aku membocorkan alasannya menjadi badung saat Sekolah Menengah Atas dulu. Sebenarnya alasan itu tidak memalukan, Tomi hanya kesal karena orang tuanya berpisah dan gengsi mengatakan kepada Mama Lita bahwa ia terluka sehingga membuatnya bergaul dengan anak nakal.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR EYES
FantasyBirendra, seorang pemuda yang memiliki kemampuan membaca masa lalu dan kehidupan lampau seseorang terjebak dalam kerinduannya kepada Adhira, wanita yang ia cintai di kehidupan pertamanya. Meski sosok Adhira belum terlihat jelas dan hanya mengandalka...