BIRENDRA: CERITA GILA

196 101 230
                                    

        Suasana di halaman belakang rumah Gio lebih hening daripada suasana di dalam rumah yang masih dibanjiri dengan orang-orang yang datang untuk berbelasungkawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

        Suasana di halaman belakang rumah Gio lebih hening daripada suasana di dalam rumah yang masih dibanjiri dengan orang-orang yang datang untuk berbelasungkawa. Sudah dua puluh menit aku duduk di bangku yang tersedia dengan menghabiskan waktuku menyendiri di sini sambil menunggu Elena. Kemudian, aku memicingkan mataku melihat sosok wanita mendekat ke arahku dari kejauhan.

        Sebelumnya aku berharap Elena yang datang, tetapi sepertinya ia masih sibuk membantu Gio menyambut para pelayat atau mengatur konsumsi untuk orang-orang yang datang sebagai tanda terima kasih karena sudah mendoakan.

"Dari tadi aku cari kamu, Ren. Ternyata ada di sini. Boleh gabung?" tanya Irene yang langsung aku beri respon anggukan.

        Aku sudah siap jika Irene menanyakan beberapa pertanyaan setelah melihatku berada di kediaman Gio dan di mana ia baru bertemu dengan Elena, orang yang dicintai Gio, dan aku yang ternyata berteman baik dengan Elena. Namun, setelah tiga menit berlangsung, hanya ada keheningan di antara kami. Sepertinya Irene juga sama sepertiku. Ia ingin menghibur diri dari kenyataan pahit yang harus diterimanya. Kenyataan yang dua kali lipat daripada yang harus aku rasakan dengan kesedihan melihat Elena sangat akrab dan peduli kepada Gio.

"Kalau ada pertanyaan, boleh kok ...." ucapku yang akhirnya menawarkan untuk memecahkan keheningan.

"Pertanyaan? Sepertinya banyak. Apa kamu sanggup, Ren?" tawa Irene seketika meledak melihat aku yang merasa bersalah dalam situasi yang kami hadapi.

"Sanggup aja. Aku takut kamu salah paham."

"Memang! Awalnya aku heran pas lihat kamu datang melayat. Kok, ada di sini? Terus, siapa nih cewek yang dibawanya? Cuman pas Gio yang seharian aku lihat tegar terus runtuh gitu aja di pelukan cewek yang kamu bawa, aku langsung, ah, ini wanita yang waktu dulu kamu bilang kalau Gio mencintainya. Terus pikiran jahat tiba-tiba datang di benakku, jangan-jangan sebenarnya kamu, Tomi, Gio tuh udah kenal sebelumnya dan merencanakan semua ini biar aku membatalkan—" jelas Irene yang segera aku potong.

"Demi Tuhan, aku baru tahu Gio waktu ketemu kamu."

"Aku tahu! Tomi gak mungkin bermain picik. Dia adalah salah satu teman yang sangat peduli kepadaku. Jadi, aku singkirkan pikiran itu dan hanya menyisakan satu spekulasi. Bisa jadi, kamu yang meramalku itu jatuh cinta kepada Elena saat 'membaca' Gio dan entah gimana kalian gak sengaja atau sengaja ketemu agar kamu kenal dengannya. Benar?" tanya Irene yang kemudian dibalas anggukan olehku.

Irene tampak takjub dengan spekulasi yang dibuatnya ternyata benar dan aku juga tidak menyangka Irene akan membuat jalan cerita untuk tidak salah sangka dengan cerita yang memang benar terjadi. Menurutku, gelar peramal lebih cocok dilabelkan kepada Irene sekarang dari pada kepadaku.

"Ceritain gimana awal pertemuan kalian dong!"

"Aku kira kamu gak ingin tahu karena sedih ngeliat Gio yang begitu dekat dengan Elena."

YOUR EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang