🌼🌼²

8.1K 659 18
                                    

Esok paginya, keduanya bangun dengan tubuh yang lebih segar. Namun Jaeyun masih merasakan sedikit pusing akibat terlalu banyak minum, dan ditambah juga dengan nyeri di pinggulnya.

"Sakit?" tanya Sunghoon saat dia baru selesai mandi, duduk di sebelah Jaeyun dengan rambut basah yang masih menetes.

Jaeyun mengangguk dengan ekspresi meringis. Ia memegangi pinggulnya yang tidak nyaman bahkan meski dibuat duduk.

"Mana yang sakit? Sini?" Sunghoon memegang bagian yang sedang dipegang Jaeyun saat ini. Ia terlihat biasa saja saat tangan mereka bersentuhan, lain dengan Jaeyun yang mendadak gugup.

"Ne..."

Sunghoon menggantikan tangan Jaeyun dengan miliknya. Memijat lembut bagian yang sakit, sambil sesekali memperhatikan wajah Jaeyun yang masih meringis kesakitan.

"Mau berendam air hangat?"

Jaeyun mengangguk.

"Akan kusiapkan," kata Sunghoon sebelum bangkit.

Namun Jaeyun dengan cepat menahan lengannya. "Akan kusiapkan sendiri, Sunghoon."

"Kau bisa dengan kondisi seperti itu?"

"Nanti merepotkan Sunghoon."

"Aku juga membuatmu repot hari ini."

Pipi Jaeyun tampak memerah. Barusan secara tak langsung Sunghoon mengungkit malam panas mereka?

"Kusiapkan air hangatnya."

Sunghoon melepas tangan Jaeyun darinya, lantas bergegas memasuki kamar mandi untuk menyiapkan air di bath tub.

Selang beberapa menit, Sunghoon keluar lagi untuk mengatakan kalau air hangatnya sudah siap. Jaeyun pun bangkit, berjalan perlahan menuju kamar mandi. Sunghoon berinisiatif sendiri menuntun lengan yang lebih muda hingga mereka sampai di dalam kamar mandi.

"A-aku bisa sendiri," kata Jaeyun dengan terbata saat Sunghoon membantunya membuka kancing pakaian.

"Wae? Aku sudah lihat semuanya semalam."

"Tapi aku malu."

Sunghoon terkekeh sembari mencubit gemas hidung Jaeyun. "Arasseo. Aku akan keluar."

Jaeyun menghela napas lega saat Sunghoon sudah benar-benar meninggalkannya sendirian di kamar mandi. Sekarang dia membuka semua pakaiannya. Tepat di sampingnya ada cermin seukuran badan, di sanalah dia bisa melihat pantulan dirinya dengan banyak bercak yang kini keunguan di beberapa titik tubuhnya; leher, tulang selangka, nipple, perut, pinggang, bahkan di bagian dalam paha atasnya.

Setelah melihat semua hasil karya Sunghoon semalam, perasaan Jaeyun campur aduk. Ia tak percaya bahwa semalam dirinya bercinta pertama kali dalam seumur hidupnya dan itu dengan seorang pria, calon suaminya sendiri. Dan perlu diingat bahwa Sunghoon pernah bilang ia ingin menikah tanpa cinta, tapi mereka sudah bercinta duluan bahkan sebelum acara pernikahan. Bukankah Sunghoon juga pernah bilang bahwa ia tidak akan menyentuh Jaeyun kecuali hanya untuk membuat anak saja?

Jadi apa maksud seks mereka semalam? Sunghoon mencintainya? Sunghoon hanya ingin buat anak saja? Atau apa?

Jaeyun tidak ingin berharap lebih. Ia sudah jatuh cinta terlalu dalam pada calon suaminya sendiri. Ia tidak berharap apa-apa dari pria itu. Tapi Jaeyun tetap butuh jawaban, kepastian mengapa Sunghoon menyentuhnya semalam? Pria itu tidak cukup mabuk untuk hilang akal saat akan menyentuhnya. Sunghoon hanya minum beberapa gelas yang masih belum melewati batas ambang toleransinya.

Terlalu lama bergelut dengan pikirannya dan melamun di depan cermin, ia sampai tidak sadar Sunghoon sudah masuk kamar mandi lagi dan berdiri di sampingnya.

"Hei."

Jaeyun tersentak dan refleks menutup dada dan kemaluannya dengan tangan. Matanya membola lebar menatap Sunghoon yang seolah hantu yang tiba-tiba muncul.

"S-sunghoon?"

"Kau kupanggil sejak tadi tidak menyahut," kata Sunghoon dengan mata yang tak bisa ditahan untuk menelisik seluruh tubuh naked Jaeyun.

"A-aku sedang berpikir. Sunghoon sendiri ada apa?"

Sunghoon menggerakkan tangannya yang membawa sebuah handuk baru.

"Oh ya, terima kasih." Jaeyun mengambil handuk itu dengan susah payah, berusaha tidak terlalu mengulurkan tangannya agar nipple nya tidak kelihatan.

"Kau tampaknya butuh syal."

Jaeyun buru-buru mengenakan handuk itu menutupi badannya. Dia tidak merespon ucapan Sunghoon karena kepalang malu.

"Mandilah, setelah ini kita langsung pulang."

"Ke Seoul?"

Sunghoon mengangguk.

Padahal Jaeyun kira mereka akan jalan-jalan dulu di Daegu. Ini pertama kalinya dia datang ke kampung halaman Sunghoon, dan dia ingin tau banyak semua hal di tempat sang calon suami menghabiskan masa kecilnya. Tapi ya, apa yang bisa dia harapkan dari pernikahan yang bukan karena cinta ini?

"Baiklah."

Begitu Sunghoon sudah keluar, Jaeyun pun segera naik ke dalam bath tub yang sudah disiapkan calon suaminya. Hangat. Aromanya juga wangi sekali, membuat tubuh Jaeyun menjadi lebih rileks.

Butuh waktu 20 menit bagi Jaeyun menyelesaikan mandinya. Begitu dia keluar, Sunghoon tampak sedang duduk bersandar pada kepala ranjang sambil memangku laptop. Melakukan apa lagi kalau bukan bekerja? Pria itu sangat workaholic, di waktu senggang daripada dibuat jalan-jalan atau melakukan hobi, dia akan lebih memilih untuk bekerja. Jujur, itu terdengar membosankan bagi Jaeyun. Apakah Sunghoon akan begitu terus untuk selamanya?

Kegiatan panas mereka semalam seolah memberi keberanian pada Jaeyun untuk duduk di sebelah sang calon suami, mengintip apa yang ia kerjakan sebelum mengatakan apa yang ada di pikirannya.

"Sunghoon, kau punya hobi?"

Ditanya mendadak begitu membuat Sunghoon sempat bingung sambil menatap pria lebih muda di sampingnya.

"Wae?"

Jaeyun tersenyum. "Aku hanya ingin tau. Sunghoon selalu bekerja setiap waktu. Tidak pernah kulihat dirimu melakukan hal lainnya, seperti hobi misalnya."

Sunghoon kembali menghadap layar laptopnya. "Tidak ada. Itu hanya membuang waktu."

"Sunghoon tidak bosan melakukan rutinitas yang sama setiap waktu?"

"Hm."

Kalau hanya dijawab begitu, Jaeyun jadi tidak bisa berkata-kata lagi.

"Kenapa? Kau bosan melihat rutinitasku itu-itu saja?"

Jaeyun langsung menggeleng. "Aku hanya khawatir. Sunghoon masih muda dan selalu bekerja setiap waktu. Kita tidak pernah tau berapa lama lagi kita akan hidup di dunia, jadi aku hanya khawatir Sunghoon nantinya menyesal karena hanya bekerja semasa mudanya."

Sunghoon tersenyum mengejek. "Tidak perlu mengkhawatirkanku soal itu. Bukan urusanmu aku nanti menyesal atau tidak."

Jaeyun menatap Sunghoon lamat. Dia tidak merasa sakit hati mendengar ucapannya, melainkan justru kasihan. Terlalu nyaman menjadi individualis membuat Sunghoon menolak semua perhatian dari orang lain, terutama dirinya.

"Aku akan menghabiskan sisa usiaku bersamamu, Sunghoon."

Sunghoon menoleh, menaikkan sebelah alisnya.

"Semua tentangmu nantinya akan menjadi urusanku juga."

Tbc


He is my wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang