D-Day
Hari pernikahan mereka akhirnya tiba. Sejak pagi buta Jaeyun sudah disibukkan dengan para perias pengantin yang meriasnya. Sunghoon yang mengantarnya menuju gedung tempat mereka melangsungkan acara pernikahan. Pria itu juga dirias di ruangan yang lain, tapi sebagai groom, dia tidak terlalu lama dirias sehingga sekarang dia tengah mengecek kesiapan acaranya.
Acaranya dimulai pukul 9 pagi. Berlangsung seharian hingga tengah malam. Ayah bundanya juga sudah datang sejak pagi buta, dan menemaninya mengecek kesiapan acara.
Sepuluh menit sebelum acara dimulai, ayah dan bunda Sunghoon memasuki ruangan Jaeyun. Mereka terkesima melihat sang calon menantu yang tampak sangat indah dalam balutan pakaian pengantin yang Sunghoon pilih, serta veil yang menutup wajahnya. Pemuda itu duduk dengan anggun sambil memegang sebuket bunga. Ia tersenyum pada kedua orangtua calon suaminya.
"Indah sekali, Jaeyun. Kau yang paling indah hari ini."
Jaeyun hanya tertawa pelan mendengar ucapan calon ibu mertua.
"Oh ya, Jaeyun. Nanti kau naik ke altar bersama ayah Sunghoon ya? Sunghoon juga sudah tau, tidak masalah."
"Ne, Bunda," jawabnya sembari mengangguk.
"Kaja, sebentar lagi acara dimulai."
Jaeyun pun beranjak dari ruangannya ditemani kedua orangtua Sunghoon. Ia tidak perlu digandeng segala layaknya bride wanita karena dia tidak mengenakan gaun panjang yang super ribet. Hanya berjalan di antara pasangan paruh baya itu, berhenti begitu sampai di depan pintu masuk ballroom hotel.
Bunda Sunghoon masuk terlebih dahulu. Sedangkan Jaeyun segera menggandeng lengan ayah Sunghoon, menunggu panitia acara membukakan pintu untuk mereka.
"Kau benar-benar mencintai putraku?"
Jaeyun menoleh saat tuan Park mengajaknya bicara. Namun pria itu tidak menatapnya, melainkan melihat ke depan, pada pintu yang masih tertutup rapat.
"I-itu..."
"Tidak mencintainya sekarang pun tidak masalah. Seiring waktu kalian akan saling mencintai dan mengasihi, aku hanya khawatir, apakah kau akan tahan hidup dengan orang seperti Sunghoon."
Itu kalimat terpanjang yang pernah Jaeyun dengar dari ayah Sunghoon. Tuan Park sangat jarang berbicara, sekalinya bicara yang dibicarakan berbobot semua.
"Saya tidak bisa menjawab dengan yakin saat ini, Ayah. Tapi saya akan berusaha. Biar bagaimanapun, setelah ini, hanya Sunghoon yang saya punya sebagai keluarga. Ah maksudku, dengan ayah dan bunda juga."
Pria paruh baya itu tersenyum tipis. "Aku ikut berbelasungkawa atas meninggalnya orangtuamu, Jaeyun. Seperti kakek, aku juga berharap semoga pernikahan kalian hari ini lancar, dan hubungan kalian langgeng hingga tua nanti."
"Ne, terima kasih, Ayah."
Tak berselang lama, panitia pun membuka pintu di hadapan mereka. Jaeyun menelan ludah saat melihat karpet putih terbentang di hadapannya, dengan dekorasi taburan bunga-bunga di sepanjang sisinya. Karpet itu membentang dari pintu, menuju panggung tempat Sunghoon sudah menunggu bersama sang penghulu. Jaeyun pun mulai berjalan bersama Tuan Park. Melewati para tamu undangan di kanan kiri yang memandangnya dengan penuh kagum.
Sesampai di depan panggung, Tuan Park memindahkan tangannya kepada tangan Sunghoon yang terulur. Ia pun dituntun menaiki tiga anak tangga, berdiri menghadap Sunghoon sembari berpegangan tangan.
"Silahkan groom Park Sunghoon, ucapkan janji pernikahan sembari menghadap bride Sim Jaeyun."
Jaeyun menatap calonnya dari balik veil dengan senyum. Pria itu tampak tenang, namun Jaeyun tau sesungguhnya Sunghoon sangat nervous terasa dari tangannya yang dingin saat menggenggam tangannya yang terbalut sarung tangan putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is my wife
Fanfictionsunghoon x jake Sunghoon hanya memenuhi keinginan sang bunda untuk menikah dan memberikan cucu. Dan ia memilih Jaeyun sebagai pasangan hidupnya, dengan syarat pernikahan itu tanpa cinta. ⚠️ bxb, mpreg
