Usai libur tahun baru, selang beberapa pekan Jaeyun mau tak mau mengambil jatah cuti melahirkan saat usia kandungannya masih 7 bulan. Tentunya dengan suatu sebab.
Dimulai saat Jaeyun mengeluh perutnya mengalami kram sampai dirinya tidak sanggup untuk berjalan. Sunghoon yang panik segera melarikan Jaeyun ke IGD rumah sakit. Di sanalah dokter menyarankan Jaeyun untuk segera cuti bekerja karena ia berpotensi melahirkan secara prematur akibat stress secara mental dan fisik.
Dengan adanya kabar itu, tentu saja Sunghoon secara resmi memberinya jatah cuti hari itu juga karena bagaimanapun dia lebih mengutamakan istri dan anaknya daripada perjanjian pra-nikah mereka.
Stress yang dialami Jaeyun, meski pria itu tidak pernah memperlihatkannya pada Sunghoon, sebenarnya tidak hanya berasal dari tekanan bekerja. Melainkan juga karena seringnya ia bepergian saat menemani Sunghoon dinas. Selain itu juga karena dia memaksa Sunghoon untuk ikut sidang putusan kasus Sunoo. Dirinya betul-betul mengalami shock, kemarahan hingga penyesalan mendalam saat tau bagaimana detail kejadian mengerikan yang menimpa teman sekaligus adiknya. Semua itu dia pendam sendiri yang akhirnya berefek pada janin di perutnya.
Ding dong
Jaeyun tengah membaca buku di sofa depan TV saat mendengar bel rumah Sunghoon dibunyikan. Dia sendirian, sementara Sunghoon tentu saja bekerja. Jujur saja dia merasa sedikit takut karena tidak merasa memesan apapun, namun karena rasa penasarannya, segera ia pergi ke pintu depan, melihat siapa tamunya melalui interkom.
"Ah, Bunda.." gumamnya, lantas bergegas membukakan pintu.
"Hai Jaeyunie," sapa wanita paruh baya itu tepat setelah pintu terbuka.
"Masuklah, Bunda," kata Jaeyun seraya menepi memberi jalan untuk yang lebih tua.
"Aku sengaja datang tidak memberitahumu sebagai kejutan. Tapi sepertinya bunda malah membuatmu takut ya, haha."
Jaeyun mengikuti langkah wanita itu setelah menutup pintu. "Bunda naik apa kemari?"
"Bersama sopir. Aku hanya ingin mampir sebentar kemari untuk melihatmu," jawab wanita itu setelah menaruh tas besar yang tampaknya berisi makanan di atas meja dapur, lalu menarik Jaeyun untuk duduk di sofa ruang utama bersamanya.
"Bagaimana kondisi perutmu? Masih kram?"
Jaeyun melihat perutnya sendiri yang mulai menyembul besar. Tangan Bunda yang terawat meski tampak jelas penuaannya, mengelus perutnya dengan lembut dan hangat. Jaeyun dapat merasakan pergerakan di dalam perutnya, seolah si janin dengan sengaja menunjukkan eksistensinya.
"Sudah tidak, Bunda. Hanya akan muncul kalau Jaeyun terlalu banyak beraktifitas."
Bunda mengangguk sambil tersenyum. "Dia bergerak, cikal bakal anak yang aktif sekali."
Jaeyun terkekeh sambil mengangguk.
"Jaeyun.."
"Ne?"
Bunda kini mengalihkan perhatiannya pada Jaeyun. Menatap menantunya dengan lamat, penuh kasih sayang, sekaligus penuh kekhawatiran.
"Bagaimana kalau bunda sewakan asisten rumah tangga untuk kalian?"
"Maksud Bunda?"
Wanita itu tampak menghela napas. "Bunda hanya khawatir kau akan kecapekan karena mengurus rumah, Jaeyun. Aku tau ini memang diluar perjanjian pra-nikah kalian, tapi melihat kondisi kandunganmu, bukankah lebih baik untuk saat ini begitu?"
Jaeyun terdiam. Dia tak tau harus menjawab bagaimana. Di satu sisi, adanya ART memang perlu karena dirinya juga tidak bisa terlalu banyak beraktifitas akhir-akhir ini. Tapi mengingat Sunghoon yang sangat picky, anti pada orang lain yang menyentuh barangnya, dan idealismenya pada perjanjian pra-nikah mereka, tampaknya akan sulit. Sebab bila dia tidak sanggup mengerjakan satu pekerjaan rumah, disitulah Sunghoon tanpa disuruh langsung mengerjakannya tak peduli meski baru saja pulang dari kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is my wife
Фанфикшнsunghoon x jake Sunghoon hanya memenuhi keinginan sang bunda untuk menikah dan memberikan cucu. Dan ia memilih Jaeyun sebagai pasangan hidupnya, dengan syarat pernikahan itu tanpa cinta. ⚠️ bxb, mpreg
