🌼🌼🌼²

7.5K 682 116
                                    

Alasan kedatangan Sunghoon dan Jaeyun ke Tokyo adalah mengikuti event Tiffany and co, nama brand perhiasan yang pernah mereka beli produknya untuk cincin pernikahan. Sunghoon diundang secara resmi sebagai salah satu penanam modal, dan otomatis Jaeyun ikut sebagai sekretarisnya.

Keduanya menempati hotel yang telah disediakan oleh pemilik acara. Tiga jam perjalanan yang cukup melelahkan bagi Jaeyun. Sesampai di hotel, ia langsung merebahkan tubuhnya di sofa. Merasa kelelahan.

Sunghoon lebih memilih maklum. Dia juga sama lelahnya, namun mungkin tidak selelah Jaeyun yang saat di pesawat harus bolak-balik ke toilet untuk memuntahkan cairan bening. Bahkan ditawari makan pun menolak.

Ia melepas coat lalu menggantungnya. Menata koper mereka di pojok ruangan kemudian beranjak ke pantry untuk menyalakan teko listrik, berniat menyeduh teh.

Sembari menunggu air matang, ia menghampiri Jaeyun yang tampak memejamkan mata. Menyingkirkan rambut di dahi Jaeyun, supaya tangannya bisa meraba dahi mulus itu.

"Tidak panas," gumamnya seolah memberi tahu Jaeyun yang kini menatapnya kuyu.

"Ganti pakaianmu, setelah itu istirahat saja."

Sunghoon kembali mendekati teko listrik yang sudah mati otomatis. Dia menuangkan air mendidih itu ke dalam tea pot. Menyeduh teh selama beberapa saat, kemudian menuangkannya ke dalam sebuah mug.

Jaeyun tampak sedang melepas luaran atasannya ketika Sunghoon mendekat seraya membawa mug. Ia tersenyum dan menggumamkan terima kasih sambil menerima mug berisi teh itu.

Sunghoon duduk di sampingnya. Memperhatikan setiap gerak-gerik Jaeyun yang entah mengapa begitu menarik untuknya. Bahkan tangannya tanpa sadar bergerak mengelus rambut ber-pomade yang lebih muda. Begitu lembut seolah takut Jaeyun hancur bila ia memegangnya terlalu kuat.

"Tadi pagi kau masih baik-baik saja," kata Sunghoon saat melihat Jaeyun menaruh mug di atas meja.

"Aku juga tidak tau, Hyung. Bangun tidur di mobil tiba-tiba perutku terasa tidak enak."

"Kau pasti mabuk perjalanan," tebak Sunghoon asal.

Jaeyun menggeleng. "Aku tidak pernah masalah dengan parfum mobilmu. Jalannya juga tidak banyak belokan."

"Aneh," gumam Sunghoon sembari menghela nafas.

Jaeyun tersenyum sambil memandangi sang suami. Dia senang mengetahui bahwa Sunghoon sangat peduli padanya.

"Hyungie, boleh peluk?"

Sunghoon memicingkan matanya pada yang lebih kecil. "Ini bukan perasaanku saja kan kalau akhir-akhir ini kau jadi lebih clingy?"

Jaeyun memanyunkan bibirnya. "Tidak boleh ya? Maaf."

Sunghoon mendengus sebal. "Tuh, selalu saja begitu. Nada suaramu, kau selalu saja membuatku merasa bersalah dengan nada suaramu."

Jaeyun menundukkan pandangan. Memilin kaosnya dengan sekali lagi mencicitkan kata maaf.

Melihat respon Jaeyun, membuat Sunghoon jadi gemas sendiri. Ia lantas menarik lengan Jaeyun, membawanya ke dalam dekapan erat.

"Sudah puas?"

Jaeyun memandang sang suami dengan sedikit terkejut. Namun setelahnya dia tersenyum malu seraya membalas pelukan itu.

"Sudah, terima kasih, Hoonie."

Sunghoon hanya bisa mendengus sebal. Sekali lagi dia dibuat luluh hanya dengan panggilan itu.

"Besok kalau kau masih tidak enak badan, kita ke rumah sakit."

"Tapi besok acaranya."

"Sepulang dari acara."

He is my wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang