🌼🌼🌼🌼🌼

4.4K 564 87
                                    

Sunghoon tidak mengerti kenapa semuanya jadi begini. Setelah melihat Jaeyun pergi, dia juga memutuskan untuk pergi ke halaman samping rumah kakek. Menenangkan emosinya yang masih berkecamuk.

Entahlah, ini pertama kalinya mereka berkonflik sehebat ini bahkan di depan keluarga besar Park. Jaeyun menamparnya, ia membentak, semuanya kacau.

Mungkin semua ini tidak akan terjadi bila Sunghoon tidak tersulut emosi saat melihat Jay memeluk istrinya. Tapi jika kalian berada di posisi Sunghoon, bukankah wajar bila kalian berpikiran yang tidak-tidak? Istrimu dan sepupu yang dulunya pernah mengkhianatimu terlihat berduaan di tempat sepi, bahkan berpelukan. Siapa yang tidak marah?

Sunghoon menghela napas. Di saat yang sama seseorang datang, duduk di sampingnya. Menyerahkan sebotol air dingin padanya.

Sunghoon hampir menerimanya, tapi urung saat tau kalau orang itu adalah Park Jongseong.

Jay yang merasa dimisuhi melalui lirikan mata itu tampak kesal sendiri. "Cepat ambil sialan, tanganku pegal."

Mau tak mau Sunghoon merebut botol itu dengan kasar. Jay sendiri memegang satu botol air dingin lagi yang sekaligus dia pakai untuk mengompres pipinya yang lebam.

"Apaan, kau tidak pernah berubah sejak dulu," kata Jay seraya membuka tutup botolnya dan meneguk isinya sedikit. "Selalu tinju duluan yang bertindak sebelum mencari tau dulu."

Sunghoon hanya diam. Dia terlalu malas menanggapi. Lebih memilih mendinginkan emosinya dengan air minum itu.

Jay melirik saudaranya sekilas. "Kau mau kuberi penjelasan atau tidak? Mungkin Sim Jaeyun tidak akan bicara padamu sementara ini."

Sunghoon mendesis. "Dia Park Jaeyun, bukan Sim Jaeyun."

Alis Jay memusat di tengah, menatap sisi wajah Sunghoon dengan aneh. "Kau tadi memanggilnya Sim Jaeyun, di depan semua orang bahkan."

Kesadaran pun menghantam Sunghoon. Sekarang dia pun mengerti mengapa Jaeyun menatapnya dengan sakit hati begitu setelah dibentaknya. Dia sudah membentak, bahkan memanggil nama Jaeyun dengan marga orangtuanya. Sunghoon akhirnya bisa terima kalau Jaeyun sampai menampar dan berkata membencinya.

Jay sendiri sejak tadi mengamati pergolakan di wajah Sunghoon. Dulunya memang Sunghoon sangat dalam mencintai Kazuha, bahkan kepribadiannya sampai berubah setelah putus dari mantan kekasih. Tapi, ekspresi Sunghoon kali ini beda. Ada penyesalan di wajah tampan itu oleh sikapnya yang keras pada pasangannya. Kemarahan itu sudah sirna, berganti dengan rasa menyesal yang begitu dalam.

"Terserah kau ingin mendengarkanku atau tidak, yang jelas semua yang kau tuduhkan padaku itu salah. I have a fiancé, bro. I want to marry him as soon as possible. Aku tidak mungkin merebut istrimu meski harus kuakui Jaeyun sememesona itu."

Sunghoon hanya diam. Mengusap embun di permukaan botol air minum itu, membayangkan seandainya tadi dirinya lebih memilih mengusap air mata Jaeyun daripada memukul saudaranya.

"Aku memeluknya untuk menenangkan dia yang terpukul. Aku benar-benar tidak tau, kupikir kau sudah memberitahunya tentang kasus di kantormu."

Kedua mata Sunghoon seketika melebar. Sontak ia menarik kerah pakaian Jay, menatapnya tajam. "Jadi alasan Jaeyun menangis karena itu?"

Jay sendiri terlihat tenang ketika melepaskan cekalan Sunghoon dari pakaiannya. "Hm. Karena kupikir dia sudah tau jadi aku mengatakannya."

Sunghoon kembali bersandar pada bangku, mengusap wajah piasnya. Jaeyun benar, dirinyalah masalah disini.

Jay menghela napas. "Aku tidak tau kalau ternyata hal itu memberi dampak yang besar  untuk istrimu. Apa mungkin dia dekat dengan korban? Dia langsung menangis setelah kuberitahu nama korbannya."

He is my wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang