Si polisi sangat layak dibayar atas pekerjaannya. Satu hari lagi, sementara aku berpura pura menyembuhkan diri aku membisiki dia untuk melakukan rencanaku.
Aku memberinya beban yang sangat enteng untuknya, manusia berotak manapun aku yakin akan mampu melakukannya, bahkan walau otaknya dipenuhi fantasy liar tentang kontolku.
Secara terang terangan juga si petugas keamanan memujaku. Aku diperlakukan seperti raja besar di ranjang penyembuh ini, si polisi menawarkan diri menjadi pelayanku dan apa yang kubutuhkan segera akan dia berikan setelah aku memberinya titah.
"Aaakkhh... Dalem... Banget... Aakhh..." Kami bermain main untuk terakhir kali di ruangan ini.
Setelahnya dengan dijejeri si petugas keamanan, aku digiring kembali ke selku. Sampai diambang pintu si polisi terlihat sangat tidak rela aku jauh dari dirinya, dia mengalihkan pandangan penuh pujanya dariku dan melirik sengit Serta yang duduk di pojok ruangan. "Awas kalo saya denger kamu pukul dia lagi! Kamu bakal bener bener dapet masalah besar!" Ancamnya garang ke targetku.
Serta terlihat acuh tak acuh.
Tapi walau begitu aku tahu kalau dia melihat si polisi yang mengecup bibirku diantara jeruji besi ini. Wajah terkejutnya cukup lucu.
Polisi pergi dan aku mengambil posisi di pojok depan di sisi lain yang bersebrangan dengan Serta, meringkuk supaya kelihatan ketakutan. Beberapa menit kami berdua tidak bicara, hanya suara samar dari manusia manusia dari kurungan lain, sampai akhirnya dia angkat suara.
"Jadi... Yang diomongin sipir itu bener? Lu doyan merkosa cowok?"
Aku meliriknya dan mengangguk takut takut, saking seringnya berpura pura tak berdaya, aku yakin aku sudah pandai dalam hal ini.
"Cowok yang suka merkosa cewek? Lu... Kayak semacam ngebalesin dendam mereka gitu?" Wahhh... Aku bisa mendengar nada terpukau di pertanyaan Serta itu, ingin sekali aku tertawa. Dia bilang seperti itu aku jadi merasa seperti pahlawan, hahah, tidak bisa kutolak juga, beberapa pihak memang mungkin diuntungkan dengan tindakanku tapi rasanya agak berbeda juga kalau aku dipanggil pahlawan. Kenyatannya, aku tidak benar benar murni melakukan ini karena kebajikan, sensasi jepitan pantat berotot mereka juga mendorong tindakanku.
"Ya... Banyak yang kayak begitu." Jawabku dengan suara lemah lembut yang membuat Serta semakin merasa bersalah sudah memukuli laki laki tampan yang lemah ini karena kesalahpahamannya.
"Lu pernah merkosa cewek?"
Aku tertawa singkat dan pelan, menjawab dengan jujur karena tidak butuh kebohongan untuk pertanyaan ini, "Saya nggak doyan cewek bang."
"Lu gay?"
Aku mengangguk. Tidak ada kekeliruan sama sekali di pertanyaan Serta itu.
Dan kembali hening lagi. Sepertinya Serta sedang kebingungan akan bereaksi bagaimana, dia ini laki laki normal jadi tentu saja bersama dengan makhluk belok membuatnya risih tapi rasa bersalahnya juga membuatnya tidak bisa bertindak kasar. Dan ya, buat mereka yang masih waras, kadang perasaan bersalah bisa menjadi senjata kuat.
Kami sibuk dalam kepala masing masing sampai malam menjelang dan si polisi kegatalan menjalankan tugasnya.
Dia datang dan langsung memepetku disebrang jeruji, tangannya mengetuk ngetuk gagang besi dengan kunci untuk mendapatkan perhatian.
Serta jadi terbangun dari tidurnya dan aku juga pura pura bangun.
"Udah malem nih... " Bisik si polisi, sorot lampu menerpa wajahnya jadi pasti Serta melihat cengiran mencurigakan si polisi.
"Mau lagi? Padahal baru siang kita begituan, nyosor amat pak." Balasku diakhiri kekehan kecil.
Si polisi tertawa pelan, matanya melirik bagian bawah tubuhku dan aku yakin yang ini bukan bagian dari acktingnya. "Ya... Gimana ya.... Pengen lagi soalnya, heheh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Higher Than The Top
Short Story"Who's higher than the top? That's me." Aku datang kepada mereka, bermacam macam latar belakang dan masalah. Aku mengatasi mereka dengan caraku sendiri, kadang dengan hukuman, tak jarang juga dengan berkah. Yang manapun tidak terlalu beda, semuanya...