Get out

838 24 20
                                    

Kali ini aku tidak mendatangi targetku, dia sendiri yang akan datang.

Sekarang aku sudah menempati salah satu kamar di hotel mewah di kota ini. Semuanya sudah kurencanakan seperti biasa, dan aku sedang memandang keluar lewat balkon kamarku, memandang kemerlap malam kota kecil tempatku bertugas, mengabaikan pemandangan yang menarik mataku berupa satpam hotel yang kencing sembarangan, mataku memancang lurus ke depan, dimana tanpa titik lampu sama sekali, sebuah bukit tampak.

Aku tersenyum memandangnya, teringat pernah mengunjungi daerah sana dan ya... Kunjungan yang lumayan.

Denting bel pintu kamarku terbuka dan aku tanpa berbasa basi langsung membukakan pintu.

Pintu terayun dan seorang laki laki yang gagah berhadapan denganku. Sekilas menilai aku akan berkata kalau orang yang satu ini punya segalanya diatas rata rata.

Dia tampak seperti pria yang sangat jantan. Otot dadanya tampak menonjol dibalik kaos putihnya yang dilapisi lagi oleh jaket kulit metal. Celananya adalah celana panjang Levis yang bagian lututnya berlubang, dan daerah selangkangannya disana terlihat menonjol, aku tahu tentu saja kalau itu hanyalah bentuk yang tercipta dari lipatan kain, tapi tetap saja, sudah jadi sifat alamiku untuk suka melihat selangkangan menonjol.

Wajahnya garang, tipikal yang akan orang orang tandai untuk tidak berbuat macam macam dengannya. Punya rahang tegas dan bibit yang tebal berwarna merah kegelapan, ada sejumput janggut di bawah bibirnya yang merambat halus terus kebawah. Alisnya tebal, dan karena dia memakai kacamata aku jadi tidak bisa melihat matanya. Tapi aku tahu, dia juga selesai menilai diriku dan walau sempat ragu tapi dia tertarik.

"Ini kamar nomer 647 kan?" Ujarnya, suaranya seperti yang dibayangkan, sangat cocok dengan mukanya, ada serak, berat, basah dan kaku.

Aku mengiyakan, kemudian dengan sengaja aku menyandarkan diri ke ambang pintu, menyedekapkan tangan. "Jadi gimana? Mau sama saya?"

Ini lurus sekali, dan sejujurnya aku kurang suka, bagian berlakon atau membuat semuanya seperti petualangan kecil yang seru seperti yang biasa kulakukan membuatku rindu. Tapi ya... Mau bagaimana lagi, ini adalah metode menangkap terbaik untuk target ini

"Lu lumayan." Kata si laki laki, dibalik kacamata gelapnya bola matanya bergulir dari bawah ke atas, menyoroti bagian tubuhku. "Walau diluar selera gue tapi ya... Gue lagi free, jadi ayok aja lah."

Sudah sepakat. Aku berbalik dan membiarkan dia masuk, dalam benak aku ingin sekali mencibir manusia satu ini, sedang bebas katanya, padahal jelas sekali dia sudah dibawah pengaruh pesonaku.

Makhluk ini menolak langsung tunduk rupanya. Boleh juga...

Aku mendudukan diri di ranjang yang sudah ku pesan, empuk, hangat dan nyaman.

Aku masih tidak percaya aku melakukan ini, serius bagiku ini benar benar terlalu lurus. Laki laki kupesan kemudian kami akan bersemang senang, dan ya, seperti itu, datar sekali kan? Memikirkannya saja sudah cukup untuk membuatku merasa bosan. Untunglah aku tahu kalau dibagian ujung nanti akan ada sesuatu yang menarik, jadi ya, bersabar sedikit kurasa tidak apa apa.

Pria jantan yang kupanggil ini bernama Hudson, nama alias yang bagus, aku harus mengingat untuk memujinya nanti. Dan dia sudah cukup terkenal walau sepak terjangnya di sisi dunia ini tergolong masih sangat awam.

Aku sangat yakin kalau bukan hanya aku saja yang mengenal Hudson, dia ini memang terkenal di kota ini, sebagai laki laki panggilan yang bisa memuaskan segala macam manusia, laki laki perempuan atau mereka yang mengaku diantaranya, memuaskan segala hasrat terdalam mereka dan tentunya tak membiarkan mereka kecewa setelah pelayanannya.

Aku jadi penasaran, sehebat apa dia, dan ketika aku melihat gambarnya aku tak bisa lagi menahan senyumku.

Hudson yang sudah ahli tidak lagi malu malu, dia juga mendudukan diri di sampingku, menjejeriku.

Higher Than The Top Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang