Bioakustik II (Panda Raksasa)

10 2 4
                                    

Kembali menatapi bambu-bambu yang sangat lebat di sekelilingku.

Aku mulai menganalisis situasi dan kondisi disekitarku, mendengar suara panda yang terdengar jelas, lalu aku mendekati suara panda itu. Aku yang mengetahui berapa minimal jarak yang bisa kuperkirakan untuk mendapatkan informasi suara panda agar masuk ketelingaku. kontur mengembik F0 mengalami degradasi struktural yang tinggi karena menyebar melalui kanopi bambu, sehingga pengukuran karakteristik modulasi rata-rata F0 dan F1 sangat tidak dapat diandalkan pada jarak melebihi 10 m.

Wahh, aku harus lebih dekat lagi dengan panda raksasa itu untuk mengetahui jenis kelaminnya. Ucapku dalam hati.

Suara mengembik panda raksasa berpotensi memberi sinyal identitasku pada jarak hingga 20 m dan secara andal mengirimkan perbedaan jenis kelamin hingga 10 m dariku, dan menunjukkan bahwa informasi dikodekan oleh modulasi F0 dalam suara mengembik. hanya bisa relevan secara fungsional selama interaksi jarak dekat di lingkungan alami spesies hutan bambu hitam ini. Teori dariku.

Hutan bambu hitam ini memiliki kepadatan 200 - 400 batang bambu per meter persegi dan terdiri dari Phyllostachys vivax, P. Dpesies aureasulcata dan P. Bambusoidestam. Kepadatan bambu ini berada dalam kisaran kepadatan bambu di habitat panda raksasa, yang bervariasi antara ~100 - 700 batang per meter persegi, variabel 40, 41, 42, 43. Kerapatan rumpun bambu cukup heterogen dengan daun dan dahan yang masih tebal hingga sekitar 200 cm.

"Senang sekali aku disini, bisa belajar banyak hal yang bisa kupelajari." Ucapku sambil menganalisis alam sekitarku.

Tak tahu alam nyata atau khayalan, aku tetap masih menikmati keindahan alam hutan bambu hitam daripada berada didunia kegelapan. Lalu, aku pergi menjauh dari para panda raksasa menuju sungai yang berada dekat dengan lokasi panda raksasa, dibalik batu besar yang sebelumnya terdapat sosok kakek tua yang sekarang menghilang tak tahu kemana.

Aku mulai melakukan bioakustik bawah sungai, namun harus sedikit bekerja ekstra untuk bisa mencari bahan-bahan yang dibutuhkan untuk melakukan sesuatu spektakuler dihutan bambu hitam. Aku membutuhkan alat dan bahan aquarium kaca, headphone, hidrophone, seaphone, baterai, laptop. Bahan yang digunakan 5 ekor sidat fase yellow dengan panjang total (TL): 51,40; 58,40; 60,30; 61,70; 62,10 cm dan 5 ekor sidat fase elver dengan panjang total (TL): 9,30; 9,40; 9,50; 9,70; 9,80 cm.

Dimana aku bisa menemukan semua alat dan bahan seperti itu disini? Tanya diriku sendiri.

Sedikit berpikir untuk mencari jalan keluarnya, akupun terpikirkan untuk mencoba berbagai hal dan melakukannya dengan penuh kegembiraan.

Di dalam hutan pohon bambu hitam, membuat alat unik untuk eksplorasi bawah air. Pertama, aku mengambil sejumlah bambu sebagai pengganti aquarium kaca. Menggunakan daun dari pohon bambu hitam sebagai bahan penutup, menciptakan lingkungan yang alami. Untuk mendengarkan suara bawah air, aku mulai membuat hidrophone sederhana dari kayu dan dedaunan yang banyak kutemui. Sebagai gantinya, Seaphone dapat dirakit dari batang bambu hitam yang diolah dengan pohon getah.

Energi dapat dihasilkan dari aliran sungai dengan memanfaatkan piringan bambu hitam sebagai roda air untuk menggantikan baterai. Mengganti alat laptop dengan daun bambu hitam raksasa yang bisa berfungsi sebagai media untuk mencatat pengamatan di alam hutan bambu hitam. Sidat fase yellow dan elver kugantikan dengan ikan yang ada disungai untuk mendukung keseimbangan ekosistem.

"Oke, aku harus mulai bekerja membuat alat bioakustik untuk merekam dan menganalisis suara dibawah sungai ini."

Aku yang tengah bersemangat, langsung merekam suara yang ada dibawah sungai dihutan bambu hitam dengan alat yang sudah kubut dengan penuh kerja keras. Lelah tak kurasakan, aku sangat menikmati proses belajarku dihutan bambu hitam.

Aku beristirahat dan membuat perlindungan untuk tidur dimalam hari, tepat diatas batu besar sembari menunggu hasil dari bioakustik yang sudah kupersiapkan dan aplikasikan disungai.

Dengan menggunakan Seaphone yang telah dimodifikasi dengan getah alami atau lendir tumbuhan di lingkungan hutan bambu, aku mencoba mereplikasi hasil bioakustik modern yang dideskripsikan sebelumnya. Alat tersebut dapat dipasang di dalam air untuk merekam suara ikan. Lendir yang diaplikasikan pada Seaphone dapat mengurangi gesekan antara alat dan air, menciptakan lingkungan yang mirip dengan perlindungan lendir pada tubuh ikan didalam sungai. Namun, banyak macam jenis ikan didalam sana, jadi aku hanya mengetahui beberapa jenis dengan sedikit tersenyum gembira.

"Ketika ikan kecil sedang makan, frekuensi yang dihasilkan bisa mencapai 1400 - 1700Hz. Keren juga ya aku, hehe. Ada getaran yang terjadi pada ikan-ikan disungai, berbagai macam getaran yang kuperoleh, namun ikan dengan lendir pada tubuhnya memiliki frekuensi getaran lebih rendah daripada ikan tanpa lendir atau sedikitnya lendir ditubuhnya." Teori khayalanku mulai meronta-ronta.

Aku menyimpan daun raksasa yang sudah terdapat catatan penelitian ku didalam sungai didekat Tiksa. Lalu, akupun tertidur diatas batu besar seperti sosok kakek tua yang telah kulihat sebelumnya.

Malam telah berlalu, tak seperti duniaku sebelumnya, disini aku tak bisa melihat terbitnya matahari. Selalu gelap remang-remang, namun untuk pandangan mataku, lebih bisa melihat dengan jelas dihutan bambu hitam daripada dimayanda kegelapan.

"Hooaaamm... Loh? Aku tertidur? Tumben sekali aku tidur, terus bangun masih ditempat yang sama dengan tidak mengulangi situasi yang sudah terjadi sebelumnya. Syukurlah!..." Senangku kegirangan setelah tahu bisa tidur tanpa memikirkan kembali kewaktu yang telah terjadi seperti sebelumnya.

Lalu aku beranjak dari tempat tidur diatas batu besar itu, terjun kebawah menuju sungai dibawahku untuk membersihkan diri dan menyegarkan tubuhku.

Byurrr! Aku sekalian mandi disungai itu.

Berendam beberapa menit disungai yang berada didalam hutan bambu hitam, membuat tubuhku seperti terpulihkan.

Seperti diobati? Luka-luka dan rasa lelah ditubuhku sudah tak terasa lagi... ... Hmm, kenapa ini? Heranku sambil berendam disungai itu.

Aku menebak kalau ini semua ulah air yang mengalir menyusuri sungai tempatku berendam dan membersihkan diri.

"Tak seperti yang kau pikirkan, anak muda!" Terdengar seseorang berbicara kepadaku.

Hah? Suara siapa itu?!! Tanya diriku dalam hati.

Aku langsung keluar dari sungai itu, membereskan sisa-sisa peralatan yang sudah kubuat, dan langsung memanjat batu besar.

Wossshh! Wossshh! Suara angin yang cukup besar dikala aku berada diatas batu besar.

"Anak muda! Berhati-hatilah kau diatas sana!" Teriak dengan nada suara yang sangat lembut dengan suara yang sama seperti sebelumnya.

Siapa sih! Tanyaku dalam hati.

Masih tidak bisa melihat seseorang disekitarku, aku mulai mencari sosok orang aneh itu yang berbicara kepadaku tanpa menunjukkan dirinya.

"Maaf! Kamu dimana?!!" Teriakku dengan berharap agar orang itu menampakkan dirinya.

"Kau tak perlu tahu, anak muda. Turunlah dari atas sana!!!" Dia memperingatiku agar aku segera turun dari batu besar. Namun, aku masih belum menemukan sosoknya dimana dan bagaimana wujudnya.

Continue to the next chapter

Buat kamu yang ingin menambahkan ide di Novel ini yang berjudul "The Sailor 1Miliar Volt", bisa tinggalkan pesan dikomentar.

~Selamat melanjutkan perjalananmu dengan Anja~

The Sailor 1Miliar Volt - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang