Cih! Membuatku kesal saja... Sudah tua! Jenggotnya putih, masih saja seperti anak kecil!... Menjahiliku seperti itu buat apa! Kesalku sambil berjalan tak tahu kemana aku melangkah.
"Jangan pergi kesana nak!!" Suara teriakkan kakek Gontha.
"Apalagi sih kakek tua gondrong!!!" Teriakku.
Tak tahu dimana kakek Gontha berada, aku yang merasa sudah sangat jauh berjalan meninggalkan tempat kakek Gontha berada disungai dekat batu besar, membuatku sangat keheranan dengan tingkahnya kembali. Tak menampakkan wujudnya, hanya mendengar suaranya seperti sebelumnya.
Waktu terus berjalan dan aku mulai merasakan lelahnya perjalanan yang membingungkan ini. Tak tahu arah kemana aku akan berjalan untuk menemukan indahnya pintu keluar dari kekacauan didalam hidupku sekarang. Sebenarnya aku sedikit senang bisa bertemu dengan kakek Gontha dan kakek Gonthi, yang membuat kehangatan pada perjalananku ini. Tak tahu kenapa, malam terasa sangat sunyi kali ini, membuatku kedinginan dan tak mempunyai lawan bicara ataupun teman. Akupun menyalakan api menggunakan putaran tanganku. Aku berjalan-jalan menyusuri hutan didekat tempatku bersembunyi untuk mencari bahan-bahan kering yang mudah terbakar dan aku membawanya ketempat semula aku berada.
"Sek, sek, sek" suara gesekan kayu.
Aku menggesekkan dan memutar ujung kayu kering untuk membuat percikan api dan kudekatkan dengan bahan untuk menyalurkan api itu. Beberapa bambu aku kumpulkan dan mulai muncul percikan-percikan kecil dari kayu yang kuputar dengan metode hand drill. Aku mempelajarinya ketika aku tersesat digunung saat pendakian ke-tiga ku bersama teman kuliahku dulu. Caranya sederhana, aku hanya memutar kayu yang kupegang sekuat tenaga diatas kayu satunya dan mulailah terlihat percikan-percikan dari kayu itu.
"Sekkk, sek, burrnnn!!" Api menyala menghangatkan tubuhku. Aku langsung berbaring dan tertidur lelap dimalam itu tanpa gangguan aneh lagi.
Pagi telah tiba, akupun beranjak bangun dari tidurku dan duduk sembari memandangi sungai didepanku yang jaraknya lumayan jauh dari tempatku saat ini.
Ketika aku berdiri dan menyiapkan langkah awalku dihari itu, aku melihat kembali sosok hitam didekat sungai itu, akupun bergegas untuk berlari mengejarnya, berlari kearah sungai itu dan sesampainya disana hanyalah terlihat sebatang bambu hitam yang tertancap ditanah pinggir sungai. Aku heran dan mencoba melihatnya lebih dekat, lebih dekat, mengamati dengan cermat. Bambu hitam itu terlihat sangat kokoh berdiri ditepi sungai dengan warnanya yang begitu pekat kehitaman dan banyak sekali dedaunan yang menyelimuti batang bambu itu. Aku mencoba untuk mengambil beberapa daun bambu hitam yang tertancap beda dengan pohon bambu hitam lainnya. Tiga sampai empat daun kupetik dan kubawa agak menjauh dari batang bambu hitam tersebut.
"Wahh, cantik sekali hitam pekatmu", ucapku sembari memandangi daun bambu hitam.
Namun, saat aku akan mencoba mengambil lebih banyak daun bambu hitam yang berbeda dengan pohon bambu hitam lain disekitarnya itu, aku terpental dan terjungkal ke belakang dengan sangat kencang dan penuh dorongan. Seperti ada yang mendorongku dengan tiupan angin dahsyat dari arah batang itu.
"Woosshh!!!"
Akupun tersungkur ditanah dan ketika mataku menatap batang bambu hitam, kakiku terasa sangat perih dan nyeri. Akupun memegangi kaki kananku yang terasa sangat sakit, dan menekan pahaku sekeras yang kubisa. Akibatnya, sakit dikakiku semakin terasa dan sangat menyiksaku dengan rasa perih dan nyeri itu. Namun, aku tetap berusaha sekuat tenaga untuk menahannya dan mencari cara untuk menyembuhkannya.
"Clingg!! Woosshh!!" Bunyi yang berasal dari batang bambu hitam itu.
"Apa itu? Menyilaukan!!!" Getakku sangat lantang.
Ternyata, batang itu mengeluarkan cahaya hijau yang amat sangat terang dan membuat mataku tak bisa melihat dengan jelas. Kakiku yang sedang mengalami hal aneh juga semakin terasa lebih dan lebih sakit dari sebelumnya. Aku menjauhi batang itu perlahan dengan kaki terpincang-pincang, sembari tetap mengawasi bambu itu agar tak ada hal yang akan membuat diriku lebih tersiksa lagi.
"Anjairo!!! Anjairo!!! Kunn!!!" Suara teriakkan dari dalam hutan bambu hitam yang lebat dibelakangku.
"Siapa??!! Tolong aku siapapun kamu!!" Jawabku dengan suara keras berharap orang yang meneriakkan namaku mau menolongku.
"Makanlah tiga daun itu Kun!!!" Pintanya.
Akupun bergegas memakan daun yang kupetik dari batang bambu hitam tadi dengan cepat menelannya tanpa memikirkan apapun lagi.
"Aarrggghhh!!! Fiiuuuhhhh" suaraku kesakitan dengan tubuh gemetaran setelah memakan daun bambu hitam.
"Tolong!!! Aarggh!! To-long!!!" Teriakku didalam hutan bambu hitam yang kejam.
Tiba-tiba...
Pandanganku menjadi gelap, membukakan mata tak mampu membuatku bisa melihat selain kegelapan, menutup matapun sama halnya. Aku kembali mengingat kejadian pertama kali aku menjadi seperti ini. Hanya kegelapan menyelimuti diriku, menjadikanku tak berdaya dan tak putus asa. Aku selalu bekerja keras tak pernah menyerah dengan apapun yang sedang kulakukan. Aku, Kun Anjairo akan bebas dari kegelapan yang menyiksaku selama ini dan kembali kepada keluargaku yang mungkin saja sedang mencari keberadaanku.
"Bayangan hitam?" Celetukku.
Aku melihat bayangan hitam dalam kegelapan, sangat nampak jelas dimataku sosok hitam itu. Ketika hitam lebih dari hitam, memancarkan aura kemerahan disekeliling tubuhnya membuatku merinding ketika melihatnya.
"Zing! Zing! Zing" bayangan itu mendekat dan tiba-tiba ada didepan mataku.
Ia menggenggam tangan kananku dengan sangat erat, dan dalam sekejap aku sudah berada dihutan bambu hitam diatas batu besar yang berada ditepi sungai ketika aku melihat kakek Gontha pertama kalinya. Tak nampak bagaimana caranya sosok hitam itu membawaku kesituasi ini, aku hanya bersyukur dan berterimakasih dalam hati kepada sosok hitam itu. Terimakasih karena telah mengeluarkanku dari kegelapan yang menyelimutiku karena telah memakan daun bambu hitam yang tertancap berbeda dengan pohon lainnya.
Beberapa menit kemudian...
"Anjairo? Mengapa kau masih disini?" Tanya seorang wanita berjubah hitam kepadaku dibawah batu besar.
"Memangnya harus dimana aku berada?" Jawabku.
"Hutan ini masih dipenuhi banyak misteri, belom ada yang bisa memecahkan misteri hutan bambu hitam selama lebih dari 12 Tahun, mengapa kau berani untuk terjun ke hutan ini dari atas sana?" Jelasnya.
"Bagaimana kamu tahu kalau aku terjatuh dari atas kehutan bambu hitam? Bagaimana kamu tahu hutan ini masih penuh misteri? Sebenarnya apa yang sedang terjadi kepadaku?" Tanyaku banyak kepada wanita berjubah itu.
"Sleekk, srettt" wanita berjubah itu membuka jubahnya didepanku.
Matanya merah memancarkan sinar kuning, wajahnya begitu cantik, dan sangat membuatku tenang walaupun sedang berada dihutan yang penuh misteri. Wanita itu sangat terlihat kelelahan dan tiba-tiba saja, dia tak sadarkan diri dan menjatuhkan tubuhnya tepat kedepanku.
Aku melihat wajahnya kembali dan ternyata wanita berjubah itu adalah wanita yang sedang ku cari-cari keberadaannya semenjak berada di hutan bambu hitam.
Continue to the next chapter
Buat kamu yang ingin menambahkan ide di Novel ini yang berjudul "The Sailor 1Miliar Volt", bisa tinggalkan pesan dikomentar.
~Selamat melanjutkan perjalananmu dengan Anja~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sailor 1Miliar Volt - On Going
خيال (فانتازيا)Pelayar muda yang sudah singgah di kota Terysia, selama sebulan tengah mengalami bencana dahsyat selama 9 hari yang menggoncangkan kota Terysia sampai hancur. Membuatnya kewalahan dalam bertahan hidup sampai datang aliran kejut listrik dengan daya d...