5•• Takdir kita

145 8 2
                                    

Aurora masih diam saja di sofa ruang tengah, sedangkan kedua orangtuanya sedang berdebat lagi mengenai tas yang akan Aurora kenakan. Padahal menurut Rora sendiri, semua tas cocok untuk dirinya. Namun, Ren masih sama seperti dulu. Dia menganggap Aurora anak TK yang selalu mengenakan pakaian serba pink, sudah berkali-kali Luna menjelaskan, dan berkali-kali juga Ren bersikeras.

"Ra, udah kamu pergi aja nggak usah dengerin Papa," suruh Luna sembari mendorong tubuh Rora dan menenteng tas berwarna biru yang telah ia siapkan.

Melihat Aurora yang sudah dibawa kabur oleh Luna, Ren pun mengejar anak dan istrinya itu.

"Papa yang antar, ayo, Ra." Ren menggandeng tangan Aurora untuk masuk ke dalam mobil.

"Hati-hati sayang, belajar yang rajin!" Teriak Luna karena mobil yang dikendarai Ren sudah melaju sangat cepat.

Sepanjang perjalanan Rora tidak berhenti tersenyum, mata cewek itu sangat berbinar memandang ke luar jendela. Matahari terbit, langit yang cerah di hiasi burung-burung, sangat indah bagi Rora. Rora teringat sesuatu.

"Pa."

Ren yang semula fokus menyetir kini menoleh sekilas pada Rora. "Iya, sayang."

Rora tersenyum sembari mengelus rambut nya. "Ada kenangan apa aja di kota ini?"

Dapat Rora lihat, senyum Ren seolah terpaksa. Dan, sampai detik ini Rora masih tidak mengerti, kenapa Ren dulu selalu tidak mau ketika di minta kembali ke Jakarta. Bahkan Ren tidak pernah menceritakan apapun pada Rora.

"Banyak." Hanya kata itu yang Ren ucapkan.

Setelah beberapa menit perjalanan kini Rora sudah sampai di gerbang SMA Visiona, Ren juga sudah pergi ke kantor. Rora hanya bisa tersenyum ramah kepada setiap siswa dan siswi yang melintas di dekatnya. Patut Aurora akui, tidak ada kesan buruk di sekolah ini. Semua orang sangat lah baik, Aurora mulai melangkah masuk ke dalam gerbang dan melihat gedung SMA yang sangat membuat nya bingung, Visiona memiliki tiga lantai. Aurora bahkan tidak tahu dimana ruang tata usaha.

"Hai." Rora berbalik dan melihat seorang remaja perempuan dengan pita rambut berwarna merah, dia tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Rora.

"Hai." Aurora balik menyapa dan mengulur kan tangan nya. "Aku Aurora, kamu?"

"Yasmine."

"Kamu anak baru ya?" tanya Yasmine dan dibalas anggukan pelan oleh Aurora.

"Ayo aku antar." Yasmine menggandeng tangan Aurora ke arah ruang tata usaha.

Sampai di ruangan itu, Aurora melihat banyak sekali guru yang sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Aurora mengetuk pintu pelan, hingga seorang guru mengajaknya mengisi formulir sebelum akhirnya di antar ke kelas.

Rora mulai merasa bosan, karena sudah duduk selama 30 menit di ruang tata usaha. Gadis itu pun berjalan ke luar dan melihat-lihat di sepanjang lorong, mata Rora menangkap sebuah Mading yang di lapisi kaca.

"Daftar juara paralel X IPA-1," Aurora bergumam, tangan nya terulur mengelus kertas pada Mading, yang sepertinya pengumuman juara tahun lalu.

"Juara paralel 1 Semesta Bumi Alaska." Aurora terdiam sebentar. "Namanya unik."

"Aurora." Seorang guru memanggil Rora. "Mari saya antar kamu ke dalam kelas."

Rora menurut dan mengikuti kemana guru itu pergi, mereka menaiki lift untuk sampai ke lantai dua, sepanjang lorong sudah sangat sepi, hanya ada beberapa siswa yang melintas. Di lapangan lantai satu, ada beberapa siswa dan siswi yang sedang melaksanakan senam. Aurora melirik ke salah satu kelas yang begitu senyap, Aurora bergidik ngeri melihat kelas itu, buku-buku tebal dan bertumpuk tampak memenuhi meja-meja siswa. Aurora jadi berpikir, apakah orang-orang di Visiona begitu jenius hingga membawa buku sebanyak itu.

Aurora berhenti melangkah, ketika guru yang mengajak nya berhenti di depan kelas, Aurora mendongak dan melihat ambang pintu, Xl IPA-1.

Aurora melirik dari jendela ke arah dalam kelas, sama seperti kelas yang sebelumnya Rora lihat. Kelas ini juga tampak mengerikan, di meja siswa dan siswi buku-buku terlihat menumpuk, hingga beberapa di antara mereka tidak terlihat begitu jelas. Karena terhalang tumpukan buku itu.

Aurora di minta masuk oleh seorang guru laki-laki yang sedang mengajar di kelas itu.

"Anak-anak, maaf mengganggu waktu belajar kalian. Pagi ini kita kedatangan teman baru, ayo perkenalkan nama kamu."

Rora mengangguk dan menatap lurus ke arah siswa dan siswi yang seperti menunggu dirinya, mata Aurora akhirnya bertemu pada seorang gadis yang sedang melambai, dia adalah Yasmine. Aurora pun tersenyum singkat.

"Selamat pagi teman-teman, nama saya Aurora Dirgantara, saya siswi dari Jerman. Saya harap ke depan nya kita bisa menjadi teman baik."

Riuh tepuk tangan terdengar, Aurora merasa begitu gugup. Setelah mendengar perkenalan Aurora, semua siswa dan siswi tidak lagi fokus kepada dirinya, melainkan pada buku di hadapan mereka masing-masing.

"Baik Aurora, karena di kelas ini sudah tidak ada lagi meja yang kosong, maka kamu duduk semeja dengan Semesta."

Aurora seperti mengingat nama itu, bukan kah dia adalah juara paralel tahun lalu. Yang namanya Aurora lihat di Mading tadi.

Aurora ingin melangkah, namun langkah nya terhenti ketika Semesta menarik tas dan menaruh nya di kursi sebelah. Pertanda bahwa dia tidak mau se meja dengan Aurora.

"Semesta! Pindah kan tas kamu!" Suruh Pak Joko dengan tegas.

Semesta masih diam saja kemudian menarik kerah baju Juan yang duduk di meja depan nya, Juan berbalik badan dan melihat Semesta melotot ke arah nya dan meminta Juan untuk duduk di samping nya, agar Aurora yang duduk di kursi Juan. Juan ingin mengalah dan segera berdiri, namun tangan nya di tahan oleh Rey. Juan menoleh ke samping kanan dan melihat Rey yang tersenyum sembari menggeleng.

"Lo nggak mau kan, lihat sahabat Lo itu lajang se umur hidup?" tanya Rey pada Juan.

"Maksud Lo?" Juan yang memang kapasitas otak nya dibawah rata-rata, tidak mengerti sama sekali.

Zen dan Jiva, yang berada di seberang bangku Rey sama-sama mengangkat jempol mereka. Di ikuti dengan Arzan dan  Aden yang berada di meja belakang Zen dan Jiva. Ke enam teman-teman Semesta seolah tidak melihat Semesta yang terus melotot ke arah mereka, sedangkan Eros, dia memang tidak berada di kelas yang sama dengan ke enam anggota inti Ravens, karena cowok itu memilih masuk jurusan IPS.

"Semesta!" Teriak Pak Joko sekali lagi, membuat se isi kelas terkejut termasuk Aurora, yang berdiri di sebelah Pak Joko.

Dengan malas-malasan Semesta mengambil lagi tas nya, dan menaruh pada tempat seharusnya. Melihat itu Rey dan Zen saling melempar senyuman, berbeda dengan Juan yang masih belum mengerti kondisi sebenarnya, dan takut Semesta akan menghabisi nya setelah ini.

Aurora berjalan pelan ke arah Semesta dan tersenyum, namun Semesta tidak melirik sedikitpun. Aurora mengulurkan tangannya. "Aku Aurora."

"Semesta." Semesta melirik ke lain arah, bahkan tidak menerima uluran tangan Aurora.

SEMICOLON ;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang