8•• Dunia baru

177 13 0
                                    

Sore ini Aurora berniat untuk membeli buku tambahan di Gramedia, berada di kelas yang penuh siswa ambisius sedikit membuat Aurora insecure. Dan mulai hari ini dia sudah nekat, dia akan belajar lebih giat agar tidak jauh tertinggal dari teman-teman nya.

"Loh, Ra. Mau kemana?" Luna menghampiri Rora yang sedang memakai sepatu di kamar nya.

"Mau beli buku, Ma."

"Buku kamu masih banyak tuh."

Rora tersenyum dan memegang kedua bahu ibunya. "Beli buku pelajaran mama ku sayang. Ternyata di Visiona murid-murid nya terbiasa ninggalin buku pelajaran di loker, dan buku PR aja yang dibawa ke rumah. Mereka juga terbiasa menyediakan buku tambahan untuk di rumah, dan Rora mau mengikuti kebiasaan itu, Ma."

Luna mengangguk mengerti. "Mama nggak mau kamu mengikuti kebiasaan belajar mereka, kamu harus menyesuaikan kemampuan kamu. Karena belum tentu kamu mampu untuk bersanding dengan mereka."

Rora mengerti kekhawatiran ibu nya. "Mama tenang aja, Rora nggak akan belajar melebihi kemampuan Rora."

Setelah mengatakan itu Rora pamit pergi meninggalkan ibu nya. Setelah memesan taksi online, Rora singgah sebentar di sebuah cafe untuk memesan kue dan minuman segar. Saat memesan, Aurora seperti mengenal sosok pria yang berada di meja kasir.

"Aurora?"

"Kamu?"

Aden melambaikan tangan nya ke arah Rora, Rora tersenyum dan membalas lambaian tangan Aden. "Kamu kerja disini?" tanya Aurora.

Aden pun mengangguk. "Lo mau pesan apa?"

"Ini anak baru di kelas kita bukan sih?"

Aurora menoleh ke arah seorang pria yang berada di belakang Aden, di ikuti dengan satu pria lagi. Mereka adalah Juan dan Arzan.

"Kalian kerja disini juga?" tanya Aurora.

Lama Juan dan Arzan saling pandang, sampai Aden menjelaskan kesalahpahaman Aurora. "Cafe ini punya kami bertiga."

Aurora mengangguk mengerti.

"Yaudah Lo duduk disana, biar gue siapkan hidangan paling enak disini," kata Aden seraya menunjuk meja nomor 18.

Aurora mengangguk dan tersenyum singkat, kemudian berjalan ke arah meja yang di tunjuk oleh Aden. Dari meja tempat Rora duduk, dia bisa melihat Juan dan Arzan yang sedang bercerita, dan dari arah belakang Aden datang membawa satu kue dan minuman strawberry susu.

"Terimakasih, Aden," ungkap Aurora tulus.

"Tenang aja, karena ini pertama kali Lo datang jadi gue kasih gratis."

"Ng-nggak gak papa kok, berapa semua aku bayar."

Aden tersenyum. "Sebagai tanda pertemanan."

Aden pun segera pergi meninggalkan meja Aurora.

Di meja nomor 18 Rora hanya duduk sendirian, tidak satupun yang menemani nya. Aurora menoleh ke arah meja kasir, disana Aden dan teman-teman nya tampak sedang sibuk, Aurora tidak tahu pasti apa yang sedang mereka bicarakan.

•••••

Sore ini gerimis mulai turun perlahan, Semesta membuka gorden kamar nya untuk melihat jelas suasana sore yang begitu kentara. Semesta berdiri di balkon kamar sembari memegang gitar yang dibelikan oleh Pevita kemarin. Rasa ingin memainkan nya terus mencuak, namun ada banyak keraguan di hati Semesta sekarang ini.

Semesta menoleh ke arah pintu ketika mendengar ketukan. Tiba-tiba wajah Jiva muncul dari balik pintu, di ikuti oleh Rey dan Eros.

Jiva melambai tangan ke arah Semesta mencoba membuat sahabatnya itu sedikit tersenyum kepada mereka, namun Semesta malah ingin segera menutup pintu, beruntung dengan cepat Eros menahan nya, kalau tidak wajah tampan Jiva pasti sudah hancur.

Jiva dengan cepat meraba seluruh wajahnya. "Gue baru beli skincare dari Paris, jangan ngadi-ngadi Lo, Ta."

Semesta memutar bola matanya, dia sudah tahu kalau keluarga Jiva sangat kaya raya. Tapi, kekayaan Semesta masih jauh di atas nya, dia tidak pernah berbicara se sombong Jiva. Bahkan, Semesta enggan menyebut Peter sebagai ayah nya, bagaimana lagi dengan harta nya.

"Mau ngapain kalian?" tanya Semesta cepat.

Rey dan Eros saling melempar pandangan dengan senyuman kecil yang hanya dimengerti oleh mereka. "Sesuai janji kita beberapa hari yang lalu, kita semua sepakat untuk jadi siswa yang baik di Visiona, supaya kita bisa menarik hati siswa dan siswi terutama Pak Hendra dan Shena."

"Terus?" tanya Semesta yang semakin penasaran.

Jiva menyerahkan satu kertas yang beberapa menit lalu di tulis oleh Rey. "Kita anak IPA, jadi ini daftar buku yang kita butuhkan untuk belajar. Sekarang, kita harus ke Gramedia beli buku ini."

"Lo aja!" Suruh Semesta dan langsung berbalik, kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Dengan cepat Eros menarik Semesta dan langsung keluar dari kamar. Jangan ragukan kekuatan otot Eros, dia bahkan sanggup mengangkat Juan hanya dengan satu tangan saja.

Eros, Jiva dan Semesta sudah duduk manis di kursi mereka masing-masing. Sedangkan Rey, cowok itu sedang fokus menyetir mobil. Semesta menoleh ke arah jendela, hingga matanya menangkap rintik hujan yang terus turun mengguyur bumi.

"Dengar-dengar anak Airlangga lagi sibuk-sibuknya untuk Agustus nanti," ungkap Rey.

Fokus Semesta kini beralih pada Rey. "Lo tahu darimana?" tanya Semesta.

"Dari Shena, dia bilang kemarin, kalau Airlangga udah buat persiapan yang matang." Rey menjawab.

"Lo nggak ada niatan ikut paskibra, Ta? Semenjak bang Kaisar out, nggak ada lagi siswa Visiona yang masuk tim paskibra," tutur Eros dengan pandangan mata lurus ke arah Semesta yang duduk di sampingnya.

"Eros ada benarnya juga, Ta. Satu langkah kita bisa buat nama Ravens semakin besar lagi," tambah Jiva.

Semesta hanya diam saja, dia tahu kalau ayah nya akan menentang keputusan Semesta jika dia tahu, Semesta menyisihkan sedikit waktunya untuk ikut ambil bagian dalam upacara Agustus nanti. Peter pasti segera menemui Shena atau Pak Hendra, dan meminta agar Semesta fokus pada pendidikan nya. Tiba-tiba Semesta menggeleng, kenapa dia harus takut pada ayahnya? Bukan kah dia adalah pemimpin Ravens, maka dari itu, Semesta tidak boleh memiliki rasa takut terhadap siapapun, termasuk ayah nya.

"Gue pasti ikut." Satu keputusan besar yang sudah Semesta ungkapkan, dan Semesta sudah berikrar bahwa tidak boleh ada satu orang pun yang menghalangi langkah nya.

"3 hari lagi penutupan pendaftaran!" Rey mengingat kan, Rey tentu tahu, karena dia adalah ketua OSIS SMA Visiona.

Setelah berbincang cukup lama, Semesta dan tiga sahabat nya sudah sampai di Gramedia. Mereka berjalan menyusuri lorong yang penuh dengan buku pelajaran, Rey dan Jiva berjalan di depan sembari memilih buku yang telah mereka catat sebelumnya, sedangkan Semesta dan Eros berjalan di belakang cowok itu.

"Hai."

Ke empat cowok yang tengah sibuk memilah buku kini kompak menoleh ke belakang dan melihat Aurora melambaikan tangan ke arah mereka.

"Rora," gumam Rey.

"Hai!" Sapa Rora lagi.

Melihat kedatangan Rora membuat mood Semesta berubah dari buruk jadi semakin buruk. Semesta tidak bohong terhadap kebencian nya pada wanita. Semesta pernah berkata dalam hati, kalau sampai mati, hidup nya tidak akan pernah berurusan dengan perempuan.

SEMICOLON ;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang