Juan masuk ke dalam rumah dengan langkah yang kurang semangat, tenaga nya sudah terkuras habis seharian. Di sekolah dia harus menerima hukuman dari pak Antonius dan pulang sekolah masih harus bekerja di cafe, remuk lah sudah tulang-tulang kecil Juan malam ini.
Juan mendengar samar-samar suara gitar dari arah belakang rumah. Dan, suara Gery. Sedang apa Abang nya itu disana. Juan berjalan hati-hati dan mengintip dari celah gorden, disana Juan melihat Gery duduk bersama seorang laki-laki yang bersandar pada dinding. Laki-laki itu tidak terlihat seperti Daniel maupun Jeffrey, pikir Juan.
"Juan."
Juan langsung gelagapan dan refleks membekap mulut ibu nya, dan membawa wanita paruh baya itu duduk di sofa ruang tengah.
"Kenapa sih kamu?" tanya Ibu Juan lagi.
"Ibu, tau siapa orang itu?" Juan menunjuk ke arah belakang rumah, dimana Gery duduk bersama laki-laki yang Juan tidak tahu siapa dia.
Ibu Juan pun mengikuti kemana arah jari telunjuk Juan, ibu Juan kemudian menggeleng pelan. "Nggak tuh, ibu juga nggak lihat ada orang masuk tadi. Mungkin temen kampus Abang."
Juan tidak yakin Gery membawa orang lain ke rumah selain sahabat dekat nya, dan bukan nya sahabat dekat Gery hanya Daniel dan Jefrey.
"Udah kamu mandi dulu gih, bau banget!"
Juan menatap sinis ibu nya, kemudian cowok dengan tubuh mungil itu pun mencium baju nya yang memang tercium bau sangat menyengat. Juan mengalah dan segera berjalan ke arah lantai atas, sebelum sampai di pintu kamar nya, Juan tidak sengaja melihat pintu kamar Gery yang sedikit terbuka. Juan memandangi sekitar yang terlihat sangat sepi, dia pun mengintip pelan ke dalam sana dan melihat banyak sekali barang berantakan dan beberapa koper berukuran cukup besar.
Juan mundur lagi dan melihat-lihat, keadaan terlihat sangat aman dan sepi. Tanpa rasa takut Juan masuk ke dalam kamar Gery, padahal Juan tidak pernah menginjakkan kaki nya di kamar itu sebelumnya, dan rasanya begitu asing dan takut, takut kalau Gery tahu kelancangan adik nya itu.
Juan meraih satu foto di atas lemari kecil, foto dimana ada Gery, Daniel, Jeffrey dan Kaisar disana. Ke empat sejoli itu terlihat tertawa bahagia mengenakan seragam Visiona dan duduk di lapangan basket. Juan meletakkan lagi foto itu dan melihat foto seorang perempuan dengan seragam Visiona, wanita itu duduk bersama Gery sembari memegang kue tart.
Juan berpikir sebentar, dia seperti pernah melihat perempuan ini. Bukan kah dia adalah perempuan yang selalu pergi bersama Shena, dia adalah Silvia. Gery bahkan masih menyimpan dengan baik foto perempuan itu walaupun ia tahu, Silvia bahkan sudah memiliki kehidupan nya sendiri.
Juan mendengar seseorang berjalan di tangga, dia buru-buru keluar dari kamar Gery dan masuk ke dalam kamarnya sendiri. Juan berdiri di balik pintu sembari mendengarkan apa pembicaraan Gery dengan cowok itu.
Gery berdiri di depan pintu kamarnya, dengan seorang pria ber jas hitam yang juga bersandar di dinding. Kedua pria itu berdiam cukup lama, hingga Gery bersuara.
"Lo mau ke lapas dulu?" tanya Gery.
Dewa mengangguk. "Menemui yang masih hidup mungkin lebih baik."
Gery menarik nafas dalam-dalam dan membuang nya kasar, dia pun bersandar di pintu kamar, sama seperti yang Dewa lakukan. "Kalau Lo pulang cuma untuk berduka, Lo nggak perlu pulang. Cukup lihat gimana kami semua menderita tanpa dia. Lo harus lihat, gimana Om sama Tante nggak punya gairah untuk hidup lagi."
Tanpa sadar air mata Dewa jatuh kembali, bukan kah mereka sudah berjanji bahwa mereka akan mengikhlaskan semua yang terjadi. Tapi ternyata semua hanya pura-pura, semua anggota Ravens generasi pertama hanya saling berpura-pura satu sama lain. Mereka pura-pura kuat untuk melanjutkan hidup satu sama lain.
"Gue dihantui rasa bersalah, Ger. Gue selalu berpikir, andai waktu itu gue lebih bisa mengandalkan kekuatan gue, mungkin semua ini nggak akan pernah terjadi."
Gery menoleh ke arah Dewa. "Lo punya segalanya, Lo bisa dapatkan apa yang Lo mau. Tapi, hanya untuk membatalkan perjodohan aja Lo nggak mampu, apalagi mengatasi masalah sebesar ini. Dan sampai hari ini, Lo adalah manusia pengecut yang gue kenal. Kalau aja hari itu Lo punya kekuatan mengandalkan uang yang Lo punya, relasi keluarga Lo. Ravens nggak akan pernah hancur seperti sekarang ini."
"Gue bisa apa?" Tanya Dewa dengan suara yang lumayan kuat.
"Lo harus bisa meyakinkan bokap Lo, untuk membubarkan anggota dewan yang mengikat Visiona!"
Juan langsung membelalakkan mata nya. Juan mundur beberapa langkah dan berjalan masuk ke dalam toilet, disana dia mengetik beberapa pesan dan mengirim pada Semesta. Juan segera berganti pakaian, bahkan cowok itu belum sempat mandi. Setelah melihat bahwa Gery dan Dewa sudah tidak ada lagi disana, Juan segera berlari keluar rumah dan menyusul Semesta dan teman-teman nya yang lain di markas Ravens.
•••••
"Shenaaaa!!!"
Shena yang berdiri di samping mobilnya sontak berbalik badan, ketika mendengar seseorang berteriak memanggil namanya. Seorang perempuan tampak berlari ke arah Shena, dan langsung memeluk gadis itu, bahkan Shena hampir saja terjungkal karena nya.
"Shena." Gadis tadi pun melepaskan pelukannya pada Shena, agar Shena bisa melihat siapa dirinya.
Shena sangat terkejut ketika tahu siapa perempuan yang telah begitu lancang memeluk nya tadi. "Vidiaaa!!"
Mereka berpelukan cukup lama, hingga tanpa sadar air mata keduanya jatuh, ditemani dinginnya udara malam. Vidia semakin mengeratkan pelukannya saat dia tahu, suara tangis Shena semakin sakit untuk di dengar.
"Gue disini, Shen," ungkap Vidia tulus.
"Lo memang disini, tapi dia nggak akan pernah disini kan, Vid?"
Vidia melepaskan pelukannya, dan menghapus dengan tangan kanan sisa-sisa air mata yang masih menguasai wajah Shena.
"Gue tahu, dan gue merasa sangat bahagia. Shena kuat yang pernah gue kenal, masih sama. Dia masih kuat sampai hari ini, Lo berhak untuk bahagia Shena Amullya."
Shena tersenyum dan menggenggam tangan Vidia cukup erat. "Gue nggak pernah menyangka, kalau hari ini ada. Hari dimana gue menjalani hari gue dengan sendiri, setelah banyaknya impian yang kita semua buat bersama."
Shena membuang muka ke arah samping. "Gue nggak pernah menyangka, Vid. Gue melewati hari-hari gue dengan kesepian seperti ini. Masa-masa itu ternyata udah lama berakhir, gue masih terus menyesali takdir gue."
Vidia menggeleng dan memegang kedua bahu Shena. "Lo nggak sendiri, gue disini. Dan gue janji, gue nggak akan pernah membiarkan Lo melewati hari-hari dengan sendiri lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMICOLON ;
Jugendliteratur"Mari sembuh sama-sama!" •Semesta Bumi Alaska. Semesta berdiri di pinggiran makam Kaisar, cowok itu menunduk pelan dan meletakkan pin bergambar gagak hitam di samping makam cowok itu. Sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan peristirahatan terakhi...