11. Reuni

125 10 0
                                    

Yasmine, Rora dan Susan berdiri tak jauh dari keberadaan Shena dan Vidia, dan mendengar semua pembicaraan kedua sahabat itu. Bukan berniat menguping, namun memang Shena dan Vidia berdiri di samping mobil Susan, jadi mereka tidak enak untuk mengganggu momen dua orang sahabat yang sudah lama tidak bertemu itu, apalagi melihat Shena dan Vidia saling mengungkapkan kerinduan nya.

Aurora tanpa sadar ikut meneteskan airmata, beberapa hari ini dia melihat sosok Shena yang sangat cantik, anggun dan kaya raya. Aurora pikir dia adalah bukti kehidupan yang sangat sempurna, namun ternyata dibalik semua itu, Shena menyimpan duka yang sangat dalam.

"Malam ini gue boleh nginap di rumah Lo 'kan?" tanya Vidia.

Shena mengangguk. "Tentu, di rumah juga ada Silvia."

"Silvia dan bokap Lo jadi?" tanya Vidia hati-hati.

Shena mengangguk lagi kemudian tersenyum. "Gue memang gagal dalam banyak hal, tapi gue beruntung di keluarga. Silvia hadir jadi sosok ibu, dan melahirkan seorang adik laki-laki yang lucu buat gue."

"Serius?" Vidia cukup terkejut mendengar penuturan Shena barusan.

Shena pun tertawa dan mengangguk, cewek itu ingin segera membuka pintu mobil namun tidak bisa. Hingga perempuan itu menyadari, ada tiga orang remaja perempuan yang berdiri tak jauh di dekat mereka. Ketiga nya kompak menatap Shena cukup lama.

"Mobil saya, Bu," ucap Susan hati-hati sembari menunjuk mobil yang ada di samping Shena.

Shena tertawa dan memegangi kepalanya, dia pun kemudian menoleh pada Vidia. "Yaampun, Vid. Gue lupa, gue gak bawa mobil."

"Gak papa kok, Bu. Saya bisa antar, lagian udah larut banget." Susan segera membuka pintu mobil, agar Shena dan Vidia bisa masuk.

Shena menimbang cukup lama, hingga Vidia memegang bahu nya dan segera masuk ke dalam mobil Susan, tanpa pikir panjang Shena pun masuk dan duduk di sebelah Vidia, di ikuti dengan Yasmine yang duduk di sebelah Shena dan sekalian menutup pintu. Sedangkan Rora, dia duduk di depan, samping kemudi.

"Lo kenal anak-anak ini, Shen?" tanya Vidia menunjuk Aurora dan teman-teman nya yang hanya diam saja sedari tadi.

Shena menggeleng ragu. "Nggak terlalu, tapi gue tahu mereka anak-anak baik."

Aurora dan teman-teman nya pun tersenyum mendengar jawaban Shena.

"Kami siswi Visiona, Bu. Yang nyetir namanya Susan kelas 11 IPS, dan di sebelah nya Aurora, siswi baru 11 IPA 1, dan saya teman sekelas Aurora," jelas Yasmine yang memang duduk di samping Shena.

Shena langsung diam dengan tatapan mata kosong, ketika mendengar penjelasan Yasmine.

"Kalian teman sekelas Semesta?" tanya Shena.

Aurora dan Yasmine kompak mengangguk.

"Saya teman sebangku nya, Bu," ungkap Aurora yang tidak mengerti arti pertanyaan Shena.

"Maaf, Bu." Yasmine menunduk, karena ia dan Susan tahu arti dari pertanyaan Shena, berbeda dengan Aurora yang masih bingung.

"Kenapa, Shen?"

Shena menoleh ke samping kiri dan tersenyum sinis. "Ravens masih hidup."

Malam ini Vidia memang sudah berencana untuk menginap di rumah Shena. Selain ingin menghabiskan malam dengan teman nya itu, Vidia juga ingin melihat kabar Silvia sekarang. Dengar-dengar, setelah melahirkan anak pertama nya, Silvia mulai melanjutkan kuliah nya.

"Malam ini kita tidur bareng aja," kata Shena mengajak Vidia berjalan ke lantai atas.

Sampai di lantai atas Vidia langsung melihat Silvia keluar dari kamar bersama Pak Hendra, yang sedang menggendong bocah laki-laki.

"Vidia." Silvia bergumam pelan.

Vidia kemudian berlari mendekat dan mendekap tubuh Silvia cukup erat. Vidia tidak bohong, dia memang sangat merindukan orang-orang ini.

"Lo apa kabar?" tanya Silvia dengan raut wajah senang.

"Gue baik." Vidia kemudian memegang sebelah tangan bocah laki-laki dalam gendongan pak Hendra, kemudian balik menyalami Pak Hendra.

"Kalian lanjut mengobrol, saya kebawah dulu," tutur Pak Hendra meninggal kan Silvia, Vidia dan juga Shena.

"Ayo masuk!" Ajak Shena yang sudah membuka pintu kamar nya, bersamaan Vidia dan Silvia langsung masuk ke dalam kamar tersebut.

Ketiga perempuan itu kini sudah terbaring di atas ranjang empuk Shena, bahkan Silvia sudah melupakan rencana makan malam nya bersama sang suami dan anak nya. Mereka bertiga diam cukup lama sembari menatap langit-langit kamar Shena yang masih sama, nuansa luar angkasa yang begitu indah.

"Kayaknya memori gue berhenti di tahun 2019, gue merasa bahwa nggak ada tahun yang lebih indah selain tahun itu," ungkap Vidia sedih.

"Lo mungkin masih bisa menemukan tahun-tahun yang lebih indah nantinya, tapi, tahun indah itu nggak akan pernah ada lagi buat gue," balas Shena. Tangan Shena terangkat menunjuk nama-nama planet yang pernah Kaisar tulis di langit-langit kamar nya.

"Setiap malam hanya ini yang bisa gue lakukan, menghitung ada berapa banyak planet yang Kaisar ciptakan untuk menemani gue, ada berapa banyak ikan yang dia lukis untuk gue, dan ada berapa banyak laut yang ia kenalkan untuk gue. Gue merasa hari-hari gue berhenti sejak dia nggak ada."

Silvia tersenyum dan menggenggam erat tangan Shena. "Kaisar hanya satu orang istimewa dari banyak nya manusia istimewa yang Lo temui, cuma satu. Jangan hanya karena satu, Lo kehilangan hari-hari yang menyenangkan itu."

"Lo memang benar, dan gue selalu mencoba."

Vidia menarik nafas dalam-dalam dan membuang nya kasar, cewek itu kemudian meraih ponsel nya dan mengetik kan sesuatu disana. "Dua hari yang lalu, Daniel buat group untuk kita, terutama mereka bersahabat yang tersisa. Gue dengar, Poltak juga udah bebas, karena terbukti tidak bersalah. Dan, mereka udah buat rencana reuni, Shen."

"Gue gak bisa," jawab Shena cepat. "Silvia juga gak bisa."

"Kenapa?" tanya Silvia dan menoleh ke arah Shena.

"Lo nggak mau ketemu Gery kan? Dan gue juga gak mau ketemu mereka semua."

"Disana bakal ada Talita, Alana dan Aluna juga Shen," bujuk Vidia namun Shena tetap menggeleng.

"Setelah gue pikir-pikir kenapa gue terus menghindar dari cowok itu, gue udah punya suami udah punya anak. Dan dia juga pasti udah ketemu orang baru, jadi apa salahnya sekedar bertemu. Kami juga mungkin bisa jadi teman baik," ucap Silvia kemudian menoleh lagi pada Shena. "Bukan kah begitu yang mulia?"

Shena membalas tatapan Silvia dengan tajam. "Lagian buat apa reuni sih, apa yang mau kita bicarakan? Ravens? Kaisar? Semua udah berakhir. Gue mau menikmati kesedihan gue sendiri, gue gak suka bagi-bagi."

Vidia tertawa cukup keras mendengar jawaban Shena. "Ternyata Lo gak pernah berubah, tetap egois. Tapi, kali ini gue dan Silvia udah sepakat. Kita akan tetap reuni."

SEMICOLON ;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang